PWMU.CO – Hidup-hidupilah Muhammadiyah Dorong Perjuangan Tokoh Lokal. Hal itu diungkapkan oleh Anggota Tim Juri Fachrodin Award 2020 Nurcholish MA Basyari.
Dia menyampaikannya dalam Webinar dan Penganugerahan Fachrodin Award 2020 yang digelar secara virtual oleh Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema Keteladanan Tokoh Lokal: Kontribusi Muhammadiyah Memajukan Negeri, Sabtu (19/12/2020).
Menurut Nurcholish MA Basyari, Fachrodin Award adalah upaya untuk memberikan penguatan jurnalistik. Kita menyadari fungsi pers media berbasis jurnalistik sangat penting.
“Kita bersyukur Suara Muhammadiyah mendapatkan penghargaan sebagai majalah yang legendaris, monumental, dan tetap eksis di Hari Pers Nasional di Padang Sumbar. Ini pencapaian luar biasa dan pengakuan bukan hanya oleh internal Muhammadiyah, tetapi juga oleh komunitas pers nasional. Dan bersyukur Muhammadiyah ikut mewarnai,” ungkapnya.
Dewan juri Fachrodin Award, lanjutnya, mendapatkan artikel-artikel yang luar biasa. Sebagai wartawan sekaligus orang Muhammadiyah, ketika membaca artikel-artikel itu sungguh ada rasa syukur yang mendalam, trenyuh, bangga dan sekaligus juga tersentuh.
“Karena cerita-cerita dalam artikel itu merupakan contoh-contoh bagaimana dedikasi perjuangan warga, tokoh, dan aktivis Muhammadiyah yang luar biasa dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.
“Dan kami dewan juri Fachrodin Award 2020 cukup alot melakukan penilaian. Kami saring dari puluhan artikel menjadi 20 artikel. Kemudian disaring lagi menjadi 10 artikel. Akhirnya kemudian menentukan siapa yang terbaik di antara artikel-artikel itu,” sambungnya.
Semangat Hidup-hidupilah Muhammadiyah
Menurutnya garis besar atau benang merah yang bisa ditangkap dari ketokohan dan keteladanan para aktivis Muhammadiyah yang diceritakan dalam artikel itu ada dua poin besar. Pertama semangat menghidup-hidupi Muhammadiyah.
“Ini persis yang diwariskan oleh KH Ahmad Dahlan. Dan rupanya ini dipegang teguh oleh para aktivis dan kader Muhammadiyah sampai sekarang. Hidup-hidupilah Muhammadiyah jangan mencari hidup di Muhammadiyah,” jelasnya.
“Ini wasiat yang menjadi etika dasar yang menggerakkan para tokoh dari berbagai daerah untuk berbuat yang terbaik bagi umat. Umat disini tidak terbatas umat Islam, tetapi umat secara universal sebagimana Piagam Madinah,” tambahnya.
Misal, ujarnya, bagaimana peran Muhammadiyah di Kampung Warmon Kokoda, Distrik Mayamuk, Sorong, Papua Barat. Ini sungguh luar biasa.
“Saya membaca artikel ini sangat tersentuh bahkan tanpa sadar mata berkaca-kaca. Betapa dedikasinya luar biasa. Mampu bergerak dari nol, dari tidak mendapatkan dukungan apa-apa. Kemudian juga menghadapi orang-orang yang bukan Muslim atau tradisional,” ungkapnya.
Orang Warmon, lanjutnya, biasa hidup nomaden. Kemudian diperjuangkan oleh tokoh penggerak Muhammadiyah yang dimotori oleh Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong dengan tokoh lokalnya Pak Syamsuddin.
“Orang Warmon yang tadinya tidak bertanah padahal sebagai pemilik hak Ulayat selalu terusir dan nomaden. Baru 2016-2017 secara definitif diakui berkat perjuangan aktivis Muhammadiyah di Sorong. Ini sangat menyentuh,” paparnya.
Bayangkan, sambungnya, selama Indonesia merdeka menjadi saudara kita dalam pangkuan NKRI baru tahun itulah diterima sebagai warga dan kampung sah Warmon.
“Yang kemudian oleh Pak Syamsuddin dideklarasikan sebagai Kampung Muhammadiyah. Bahkan diklaim menurutnya sebagai satu-satunya kampung Muhammadiyah di seluruh dunia,” jelasnya.
Dia menambahkan yang unik semangat hidup-hidupilah Muhammadiyah melahirkan waralaba sosioreligius. Masing-masing aktivis mengusung bendera Muhammadiyah tetapi tidak mengambil untung dari situ.
“Membesarkan Muhammadiyah di berbagai daerah termasuk di luar negeri, ini sungguh semangat yang luar biasa. Mereka pergi tanpa adanya semacam SPJ, bahkan seringkali ada di antara mereka para pejuang Muhammadiyah yang kekurangan pasokan. Termasuk di daerah dekat saya di Banten Baduwi sempat kekurangan pasokan logistik untuk keluarganya. Alhamdulillah Muhammadiyah Pusat hingga daerah ikut bergotong royong,” paparnya.
Membumikan Fastabiqul Khairat
Benang merah kedua, menurutnya, landasan tanggung jawab moral untuk membumikan fastabiqul khairat dan keyakinan kuat nasruminallah wa fathun qarib. Yang sekarang menjadi semacam tuah mujarab yang sering disebutkan dalam sambutan, orasi atau pidato para aktivis Muhammadiyah dari pusat hingga ranting.
“Ini sungguh landasan tanggung jawab moral yang luar biasa yang kemudian ingin dibumikan bukan sekadar kata-kata. Dan ini tentu didasari oleh Surat Ali Imran 110 kuntum khairu ummah dan seterusnya. Intinya menegaskan umat Islam adalah umat terbaik mengajak kebaikan mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah. Dan hadits manusia yang baik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya,” terangnya.
Kalau meminjam konsepsi aktivis Muhammadiyah dan guru besar UGM Kuntowijoyo, lanjutnya, konsep khairu ummah mengandung empat konsep. Yakni umat terbaik, aktivisme sejarah, pentingnya kesadaran, dan etika profetik.
“Terbaik itu artinya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Mengemban misi kemanusiaan untuk menorehkan dan membangun sejarah tentang kemanusiaan, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab,” jelasnya.
“Ketiga kesadaran ilahiah, keterpanggilan etis sebagai umat Islam untuk bergiat di bidang kemanusiaan. Dan yang terkait etika profetik adalah etika yang dilandasi amar makruf nahi mungkar,” sambungnya.
Dari situlah, ujarnya, Muhammadiyah kemudian mengukuhkan sikap laku para aktivis dan kader seluruh Indonesia, ketika Milad ke-106 tahun 2018 menjadikannya sebagai tema Taawun untuk Negeri.
“Bagaimana semangat ini ingin ditularkan oleh Muhammadiyah kepada negeri ini agar semua komponen bangsa bertaawun atau tolong-menolong dan bergotong royong dalam kebaikan,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.