Muktamar IPM: Luruskan Ranting, Hidupkan Kelompok oleh Nadjib Hamid, Anggota Pimpinan Wilayah IPM Jatim 1986-1989 Departemen Dakwah.
PWMU.CO – Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menggelar Muktamar ke-22 Jumat ini hingga Senin (25-28 Maret 2021). Tersebab oleh pandemi Covid-19, permusyawaratan tertinggi di kalangan pelajar itu dilaksanakan secara luring di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) dan daring di beberapa tempat.
Organisasi yang didirikan pada 18 Juli 1961 itu disiapkan secara organik sebagian bagian dari proses kaderisasi di lingkungan Persyarikatan. Dengan sasaran masyarakat pelajar, baik yang sekolah di Muhammadiyah maupun di luar Muhammadiyah.
Lahir dari ‘Rahim’ Pemuda Muhammadiyah
Kelahiran IPM tidak dapat dilepaskan dari Pemuda Muhammadiyah. Dalam Konferensinya di Garut yang diperkuat oleh putusan muktamar ke-2 pada 24–28 Juli 1960 di Yogyakarta, diputuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Keputusan tersebut antara lain sebagai berikut: Pertama, muktamar Pemuda Muhammadiyah meminta kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran supaya memberi kesempatan dan menyerahkan kompetensi pembentukan IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah.
Kedua, muktamar Pemuda Muhammadiyah mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan Muktamar tersebut, selanjutnya untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan pendapat dengan MajeLis Pendidikan dan Pengajaran PP Muhammadiyah.
Pada 15 Juni 1961, disepakati antara PP Pemuda Muhammadiyah dengan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran. Kemudian dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta pada 18 20 Juli 1961. Akhirnya, secara nasional, melalui forum tersebut IPM resmi berdiri dengan penetapan tanggal 18 Juli 1961 sebagai hari kelahirannya.
Dalam perjalanannya IPM sempat berubah nama menjadi IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah). Hal itu sebagai konsekuensi atas lahirnya UU Keormasan pada era Orde Baru (Orba) yang antara lain menyatakan, satu-satunya organisasi pelajar di sekolah hanyalah Organisasi Siswa intra-Sekolah (OSIS). Padahal di sekolah-sekolah Muhammadiyah telah ada IPM. Namun setelah era reformasi berubah kembali menjadi IPM.
Banyak kader hebat lahir dari rahim IPM. Haedar Nashir dan Busyro Muqqdas adalah contohnya. Keduanya kini menjadi ketua umum dan salah seorang ketua PP Muhammadiyah. Belum terhitung nama-nama lain yang menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya di seluruh Indonesia.
Hidupkan Kelompok
Saya tidak tahu persis, apakah secara konstitusi saat ini ada perubahan tentang fungsi Ranting di sekolah. Yang saya tahu, Ranting adalah satu-satunya organisasi pelajar, yang mengelola semua kegiatan ekstra sekolah. Tapi kini tampaknya dalam praktik berubah menjadi suborganisasi.
IPM menjadi salah satu pilihan siswa, di antara kegiatan dari suborganisasi lainnya. Seperti olahraga, dan bidang ketrampilan lainnya. Sehingga lahan pembinaannya terbatas. Para siswa kurang terlatih menangani manajemen kepemimpinan yang menyeluruh.
Saya kira hal ini perlu ditertibkan lagi. Para pimpinan sekolah juga harus menyuportnya. Jangan ada sekolah Muhammadiyah tanpa IPM. Pun jangan ada IPM yang tanpa kegiatan.
Pada sisi lain, dulu ada IPM Kelompok, selevel dengan Ranting, yang menggarap di luar sekolah Muhammadiyah. Eksistensinya berada di suatu tempat. Sehingga memungkinkan anak-anak yang di luar sekolah Muhammadiyah bisa masuk.
Padahal tidak sedikit kader dari luar sekolah Muhammadiyah yang juga potensial dibina, menjadi Pimpinan Muhammadiyah. Sekarang tak terdengar lagi. Sehingga IPM terkesan ekslusif, kurang bisa menggait kader dari luar. Pada muktamar ini perlu direvitalisasi.
Pengalaman saya membina kelompok pada kisaran tahun 1980, terbukti menghasilkan banyak aktivis hebat, yang kelak kemudian menjadi penggerak dakwah Muhammadiyah di berbagai tempat. Padahal mereka tidak semua berasal dari sekolah Muhammadiyah.
Selamat bermuktamar IPM. Semoga menjadi organisasi pelajar yang lincah, melampaui zamannya, untuk meraih masa depan yang gemilang. Pelajar hari ini, pemimpin di masa depan. Semoga! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni