PWMU.CO – Proses Puasa Menggugurkan Dosa. Untuk mendapatkan perspektif baru tentang puasa Ramadhan, redaksi menurunkan tulisan Muhammad Zuhri (1939-2011) atau yang dikenal sebagai Pak Muh berjudul Puasa, Deformasi, dan Kontemplasi yang termuat dalam buku Secawan Cinta Pesan-Pesan Kearifan dari Lereng Muria (Barzah Foundation, 2015).
***
Setahun kita aktual dalam pengabdian, boleh jadi cara kita dalam menangani pengelolaan terhadap semesta alam ini sudah usang atau lapuk. Cara lama sudah tidak memadai, sehingga harus diganti dengan cara baru.
Untuk itu, kita perlu melakukan deformasi, yaitu upaya menjungkirbalikkan semua sistem yang ada dalam tubuh. Karena tubuh merupakan potensi diri yang digunakan untuk berinteraksi dengan semesta, maka perlu dijungkirbalikkan sistem metabolismenya, bahkan sistem psikologisnya.
Puasa menjungkirbalikkan semua keadaan. Kebiasaan makan tiga kali sehari diubah dua menjadi kali. Saat-saat seseorang ingin makan justru dicegah untuk makan.
Saat-saat seseorang tidak berselera makan justru disuruh untuk makan (sahur). Menahan nafsu, menahan amarah, dan sebagainya. Di sinilah terjadi penjungkirbalikan sistem, baik secara fisik maupun psikis.
Proses Pengguuran Dosa
Secara fisik, tubuh yang biasa disuplai kalori dari luar tiba-tiba tidak disuplai. Energi keluar terus, tetapi kalori tidak masuk. Sebagai gantinya, sel-sel yang ada dalam daging, sel-sel yang ada dalam tulang, bahkan sel-sel yang ada dalam otak terpaksa dibakar untuk menjamin energi selama melakukan aktivitas pada bulan Ramadhan.
Sel-sel dalam tubuh berguguran dimakan sendiri oleh tubuh sehingga badan menjadi kurus. Sel-sel lama yang memiliki rekaman dosa diganti dengan sel-sel baru. Setiap perbuatan manusia direkam oleh sel-sel, sehingga sel-sel itu tabiat seperti perilaku pemiliknya.
Pada hari raya Idul Fitri, semua sel lama yang penuh rekaman dosa telah berganti dengan sel-sel baru. Sel-sel baru yang masih bersifat nature (alami) dan suci inilah yang akan kita gunakan untuk operasional: mengubah sistem, mengubah ungkapan diri (perbuatan) setahun mendatang.
Maka jika puasa dilandasi dengan iman dan ihtisâb (kontemplasi, perenungan), akhir dari puasa adalah ampunan Tuhan. Dalam hadis dikatakan: “Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh iman dan ihtisâb, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni