Mulutmu Harimaumu oleh Sirikit Syah, doktor ilmu bahasa dan pengamat media.
PWMU.CO– Pepatah itu untuk menggambarkan apa yang terucap dari mulutmu bisa membunuhmu. Sesungguhnya ini ajaran agar kita berhati-hati dalam bertutur kata. Apakah mengkritik termasuk baik atau buruk? Ucapan (atau tulisan) memiliki dua aspek: content and delivery alias isi pesan dan bahasa penyampaian.
Mengkritik dengan niat dan isi yang baik adalah baik. Bisa tetap baik bila disampaikan dengan bahasa yang santun dan terukur. Artinya, tidak ambigu, tidak mengandung diksi kebencian atau pelecehan. Namun kritik dengan pesan yang baik bisa buruk bila menggunakan kata-kata kasar, menghina, mengandung kebencian.
Terutama bila Anda pejabat atau tokoh publik. Jejak digital tak bisa dipungkiri. Mahfud MD pernah berkata dalam sebuah ceramah agama: ”Malaikat pun kalau masuk rezim ini bisa menjadi iblis.”
Ini untuk menggambarkan betapa buruknya kondisi di dalam rezim. Dia juga pernah berceramah bahwa hukum di Indonesia sulit tegak karena banyak suap menyuap: polisi, jaksa, hakim, disuap.
Saat ini Mahfud adalah Menko Polhukam, tentu pekerjaannya berhubungan dengan praktik penegakan hukum. Mari kita doakan agar Pak Menteri Polhumkam bukan golongan penerima suap.
Belakangan ini ada pernyataan darinya bahwa Fatwa MUI tidak apa-apa bila tidak dilaksanakan, itu cuma pendapat. Mengapa Mahfud terkesan nggembosi MUI? Apakah dia mendukung gerakan bubarkan MUI? Mudah-mudahan juga dia bukan tergolong yang disebutkan dalam ceramahnya dulu. Kalau malaikat saja bisa jadi iblis, apalagi manusia, bukan?
Belakangan ini Menteri Erick Tohir juga terkesan kurang berhati-hati dalam berkata-kata. Mula-mula dia melakukan pencitraan pro-rakyat dengan memarahi pengelola SPBU Pertamina yang memungut jasa toilet. Namun harapan pencitraannya hancur, bahkan dia di-bully warganet. Ditanya mengapa tidak menggratiskan test PCR.
Rupanya belum kapok atau belum belajar dari pengalaman, Menteri Erick lagi-lagi bicara tanpa pikir panjang. Katanya, ”Banyak praktik jual beli untuk Dirut BUMN.”
Tentu saja ini seperti menepuk air di dulang tepercik muka sendiri. Bukankah Dirut BUMN ditunjuk oleh pemerintah? Yang ingin menjadi Dirut membeli jabatannya kepada siapa?
Masih banyak pejabat/tokoh publik yang bicara tanpa pikir panjang. Ada yang berjanji akan menguatkan KPK, yang terjadi malah pelemahan KPK.
LBP mengakui bahwa UU Cipta Kerja (Omnibus Law) adalah gagasannya. Itu sama dengan pengakuan bahwa dia menjual Indonesia pada para taipan China (para majikan) dan menindas para buruh pribumi.
Mereka yang mulutnya mengaum ”Saya Pancasila” ternyata mereka juga yang ingin mengganti Pancasila dengan Trisila, bahkan Ekasila. Juga mereka yang meneriakkan ”Jaga NKRI” malah diam saja ketika separatisme di Papua makin menjadi-jadi.
Ada pula pimpinan militer yang menyatakan,”KKB saudarakita, harus kita rangkul.” Kita tunggu saja, apakah mulutnya akan menerkamnnya sendiri, ketika makin banyak anak buahnya berguguran di bumi Papua.
Di masa lalu, ada peristiwa mulutmu harimaumu yang menimpa seorang selebritas. Sebagai host acara infotainment paling populer di Indonesia, selebritas ini dikenal lincah bekata-kata, menyebar gosip, menyindir, mengecam, menghakimi para artis Indonesia yang dirundung masalah. Utamanya tentu masalah hubungan. Tak lama kemudian, videonya yang sangat porno beredar. Dia mendapat masalah hukum dan masalah dalam keluarga hingga bercerai. Mulutnya telah menerkamnya.
Pepatah Mulutmu Harimaumu benar-benar harus kita jadikan pelajaran. Bergosip dengan tetangga, dengan rekan kerja, sebaiknya dihindari, karena Allah Maha Pembolak-balik nasib manusia. Orang baik-baik bisa tersandung masalah. Orang yang dianggap buruk bisa berubah. (*)
Editor Sugeng Purwanto