PWMU.CO – Nuzulul Quran diperingati oleh Takmir Masjid Al-Mukhtar dengan menghadirkan pembicara Ustadz Achmad Fatkhillah Lc MA, Direktur Ponpes Tahfidzul Quran Bahrusysyifa’ Lumajang, Jawa Timur.
Kajian ini terlaksana pada malam ke-17 Ramadhan 1445 yang bertepatan dengan 26 Maret 2024. Lokasinya di Masjid Al-Mukhtar Watukebo, Ambulu Jember, Jawa Timur,
Penampilan santri TPQ al-Mukhtar membuka kajian itu. Mereka membawakan syair Abu Nawas dengan meriah. Alhasil, tepat pada pukul 20.45 WIB kajian mulai berlangsung.
Ustadz Fatkhillah mengawali kajiannya dengan mengajak seluruh peserta mengirim doa al-Fatihah kepada guru-gurunya. Termasuk kakeknya yaitu KH Abdi Manap, teman akrab Mbah Zainuri, putra dari Kiai Mukhtar.
Ia menerangkan, mendoakan guru merupakan bagian dari adab murid kepada guru. “Pentingnya kita mengirimkan doa Fatihah kepada guru-guru kita adalah untuk keberkahan ilmu kita,” imbuh Ustadz Fatkhillah.
Ia lantas mengupas kaidah Nuzulul Quran. “Segala hal apapun, baik berupa benda hidup maupun yang mati, ketika berinteraksi dengan al-Quran maka akan menjadi mulia,” ungkapnya.
Ia lantas mengajak jamaah memahami at-Taubah ayat 36. “Kita mengetahui ada empat bulan yang dimuliakan oleh Allah, yaitu bulan Dzulqadah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab. Akan tetapi ketika al-Quran diturunkan di bulan Ramadhan, maka sebaik-baiknya bulan adalah bulan Ramadhan,” tegasnya.
Ia melanjutkan, Kota Makkah dan Madinah memiliki tanah yang tandus dan gersang. Sulit tanaman bisa tumbuh di kota ini. Akan tetapi, kota tersebut menjadi kota terbaik karena al-Quran turun di sana.
“Nabi Muhammad menjadi manusia terbaik karena mukjizat al-Quran. Malaikat Jibril menjadi malaikat terbaik karena menyampaikan Wahyu al-Quran,” imbuhnya.
Dari pemaparan itu, ia menyimpulkan, al-Quran memang sangat dahsyat. “Selain karena barakahnya tetapi juga dapat memuliakan apa saja dan siapa saja yang berinteraksi dengannya,” ungkap Ustadz Fatkhillah.
Fungsi Quran
Fatkhillah menerangkan, “Al-Quran perlu kita imani bukan hanya karena sebab turunnya, melainkan juga fungsinya. Ada tiga fungsi al-Quran. Di antaranya menjadi berkah, penyembuh, dan petunjuk hidup manusia.”
Mengenai fungsi keberkahan ini, Fatkhillah memberikan contoh salah satu wali santrinya yang memiliki tekad kuat untuk memondokkan anaknya. Meskipun penghasilannya sebagai buruh tani hanya cukup untuk makan sehari-hari, wali tersebut memberanikan diri izin kepadanya selaku Direktur Ponpes Tahfidzul Quran Bahrusysyifa’ Lumajang untuk mencicil biaya pondok.
“Saya izinkan untuk mencicil Pak, namun syaratnya putri bapak harus tetap mondok di sini sampai selesai menghafal 30 juz,” jawabnya.
Wali santri tersebut menyetujuinya. Lima bulan setelah mengantarkan putrinya mondok, Allah mulai angkat rezeki orang tua tersebut sehingga mampu membayar pondok sampai dengan putrinya lulus sebagai hafidzah 30 juz.
Fungsi kedua al-Quran, sambung Fatkhillah, sebagai penyembuh. “Penyakit yang ada pada manusia sangatlah beragam dan sumbernya adalah dari hati. Rasulullah SAW menjelaskan peran qalb (hati) dalam jiwa manusia merupakan aspek penentu hakikat manusia,” ungkapnya.
Dia lantas menukil hadits riwayat Sahih Bukhari, hati itulah yang menjadi penentu kesalehan dan kejahatan jasad manusia. Ia melanjutkan, al-Quran hadir menjadi penyembuh sesuai dengan firman Allah di Quran Surat Yunus ayat 57.
Artinya, “Telah datang kepadamu pelajaran (al-Quran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.”
Dari sini Fatkhillah menegaskan, al-Quran tidak hanya perlu dibaca, melainkan juga diamalkan. “Karena sebaik-baik petunjuk adalah al-Quran. Ini benar-benar harus dipegang karena akibatnya bisa fatal jika kita tidak menggunakan al-Quran sebagai petunjuk. Inilah fungsi ketiga dari al-Quran yaitu sebagai petunjuk hidup manusia,” tutur ustadz lulusan Sudan ini.
Akhirnya ia mendoakan, semoga semuanya dapat istikamah dalam membaca, menghafal, serta mengamalkan al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. (*)
Penulis Nafiatus Saputri Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni