PWMU.CO – Bagi warga Muhammadiyah Jatim, sosok M Saad Ibrahim tentu tak lagi asing. Dia adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim.
Di podium, Pak Saad—begitu ia kerab dipanggil—dikenal dengan pidatonya yang argumentatif, karena itu sering membutuhkan waktu lama.
Dia juga selalu menyelipkan humor dalam ceramahnya, meski disampaikan dengan cara tidak melucu.
Pak Saad juga dikenal sebagai sosok yang berpenampilan sederhana. Prof Syafiq Mughni, Ketua PP Muhammadiyah, pernah mengatakan bahwa Pak Saad itu penampilannya salafi tapi berpikiran modern.
Nah, bagaimana sosok Pak Saad di mata anaknya? PWMU.CO mencoba menanyakan hal itu pada Qurrah Ayun, anak bungsunya.
“Bapak itu cuek, tapi ndak cuek,” kata Ayun, panggilaan akrabnya, Selasa (20/12/17).
Cuek yang tidak cuek itu, menurut Ayun justru mengantarkannya menjadi wanita mandiri dan bertanggung jawab. “Itu berkat didikan Bapak yang terkesan cuek,” tuturnya.
Alumnus Fakultas Psikologi UMM ini mengaku tak dimanja sejak kecil. Bahkan dia disekolahkan di pondok sejak lulus SD. “Ketika saya nangis waktu ditelepon, Bapak cuma bilang: ‘Katanya mau ke Paris, baru sampai Ngawi saja kok nangis’,” kisah Ayun.
Kenangan tak terlupakan tentang kesan cueknya Pak Saad diceritakan Ayun, “Pernah, sepulang kuliah, ban motor saya bocor. Sesampai di rumah, saya ceritakan betapa beratnya menuntun sepeda mengikuti naik-turunnya medan jalan di Malang. Tidak saya temukan tukang tambal ban karena waktu itu sudah petang.”
Dengan ngos-ngosan ia mencurahkan apa yang dialami tadi. Dia berharap ayahnya menghibur. “Tapi Bapak cuma bilang, ‘Sudah sampai rumah kan? Ya sudah’,” ungkapnya. “Garing kan,” komentar Ayun pada PWMU.CO.
Mengenang kisah unik tentang didikan bapaknya, wanita yang sementara ini tinggal di Negeri Kanguru itu menegaskan, “He shows his love with a not-ordinary way. He teaches us how to be independent and a risk-taker.” Menurutnya, bapaknya menunjukkan cinta dengan cara yang tak biasa. “Ia mengajarkan kami bagaimana menjadi mandiri dan mengambil risiko.”
Ada cerita menarik saat Ayun akan berangkat ke Australia, sedang barangnya overload. Waktu itu ia meneteskan air mata sambil membongkar kopernya. Bapaknya pun hanya berkata, “Wes ngene iki dihadapi (yang seperti ini ya harus dihadapi).” Tanpa embel-embel lainnya.
Menurut Ayun, itulah sosok ayahnya. “Bapak itu cuek, tapi sebenarnya tidak,” simpulnya.
Pak Saad yang dihubungi Rabu (20/12/17) mengatakan, sikapnya yang menurut bungsunya itu ‘cuek tapi tidak cuek’ adalah cara dia menerapkan kemandirian sejak dini pada anaknya.
Ia ingin kelima anaknya (Mu’adz D’ Fahmi, Hikmah Khalidah, Nu’man ‘Aunuh, Luqman Dzul Hilmi, dan Qurrah A’yun, semuanya sudah berkeluarga) tidak bergantung pada orang lain melainkan hanya menyandarkan diri pada Allah.
Pada anak-anaknya, dia tanamkan nilai-nilai kemandirian. “La wong aku urip gak duwe bapak (saya saja hidup tanpa ditemani seorang bapak),” nasehatnya.
Pak Saad yang ditinggal ayahnya sejak lahir ini ingin menyampaikan bahwa hidup mandiri dan tak dimanjakan orang tua adalah salah satu kunci kemandirian di masa mendatang. (Erfin Walida)