PWMU.CO – Menjelang kedatangan bulan Puasa Ramadhan, ada beberapa kebiasaan yang berkembang di kehidupan sebagian kecil umat Islam Indonesia. Ketika bulan Ramadlan akan tiba, dan biasanya untuk menyambut bulan ini, masyarakat ramai-ramai mengunjungi kuburan para kerabat. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kebiasaan ini memang ada tuntunannya dalam agama Islam?
Ketika masalah ini dipertanyakan kepada Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, DR Syamsuddin, dia punya jawaban yang diplomatis. “Jika dicermati secara seksama, sesungguhnya ada dua masalah yang terkandung dalam pertanyaan ini,” jelasnya kepada PWMU.CO, (6/5).
“Pertama adalah hukum ziarah kubur, terutama ziarah yang dilakukan menjelang kedatangan bulan puasa Ramadhan,” lanjut dosen Pascasarjana Universitas Islam negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini. Sementara masalah yang kedua adalah ritual tahunan. Yaitu ziarah makam leluhur setiap kali menyongsong datangnya bulan Ramadlan.
“Jika merujuk pada dalil-dalil al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad saw, ziarah kubur bisa dibagi menjadi tiga macam yang tentu saja hukumnya juga berbeda-beda,” tegas Syamsuddin.
Ziarah kubur yang pertama adalah ziarah yang syar’iyyah, atau sesuai dengan syariah Islam. Yaitu ziarah kubur yang bertujuan untuk mengingat akhirat (dzikrul akhirah), memberi salam, dan berdo’a agar mereka memperoleh ampunan dari Allah swt. “Yang demikian ini dilakukan tanpa membedakan apakah kuburan yang diziarahi itu adalah makam orang biasa ataukah para tokoh.”
Ziarah syar’iyyah ini berangkat dari berbagai hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh berbagai imam dalam berbagai kitab hadits dengan sanad dan matan yang shahih. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut. Imam Muslim meriwayatkan dari Buraidah al-Aslami, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Rasulullah saw bersabda: Aku pernah melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziarah kalian karena hal itu meningatkan akhirat” (Shahih Muslim, II/672. Hadits nomor 977).
Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah, bahwa Nabi saw mengajarkan do’a bagi yang ziarah kubur atau masuk area kuburan. Yang pertama adalah ketika Rasulullah saw sedang berziarah ke pemakaman Baqi’, sebagaimana berikut:
عنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ.
Dari Aisyah ra, ia berkata; bahwa Pada malam gilirannya bersama Rasulullah saw, di akhir malam beliau keluar ke Baqi’ dan mengucapkan: Assalamu ‘alaykum Daara qaumin mu’miniin, wa aataakum maa tuu’aduuna ghadan mu-a-jjaluunaa wa innaa insya Allahu bikum laahiquun. Allahummaghfir li ahli Baqi’il Gharqad. -“Salam sejahtera atas kalian wahai para penghuni kuburan dari kaum mukminin. Apa yang dijanjikan Allah kepada kalian niscaya akan kalian dapati esok (pada hari kiamat), dan kami Insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kuburan Baqi’ al-gharqad”. (Shahih Muslim, II/669. Hadits nomor 974).
Hadits selanjutnya yang mengajarkan tentang doa saat melakukan ziarah kubur juga diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ فَكَانَ قَائِلُهُمْ يَقُولُ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ وَفِي رِوَايَةِ زُهَيْرٍ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ia berkata; bahwa Rasulullah saw mengajarkan kepada mereka yang hendak keluar ziarah kubur bacaan yang mesti mereka baca yaitu do’a sebagaimana yang tertera dalam riwayat Abu Bakar; “AS SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR -sementara dalam riwayat Zuhair- AS SALAAMU ‘ALAIKUM AHLAD DIYAARI MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN AS’AL ALLAHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH (Semoga keselamatan tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim dan kami insya Allah akan menyulul kalian semua. Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah/ keselamatan. (Shahih Muslim, II/671. Hadits nomor 975).
“Dari ketiga hadits di atas, dapat disimpulkan jika ziarah kubur yang disyari’atkan adalah ziarah yang bertujuan mengingat akhirat serta mendoakan penghuni kubur agar memperoleh keselamatan serta ampunan dari Allah swt,” jelas Syamsuddin.
Bagaimana mafhum mukhalafah dari kesimpulan hukum ini? Selanjutnya halaman 2