PWMU.CO – Salah satu doa favorit doa umat Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah minta dijadikan pemimpin. Setiap usai shalat, termasuk khutbah Jum’at, doa ini cukup masyhur. Tapi realisasinya di praktik kurang mengena karena umat Islam seringkali menghindari amanah sebagai pemimpin.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nadjib Hamid MSi dalam Kajian Ahad Pagi Al-Manar, Ahad (12/8). Bertempat di halaman Masjid al-Manar kampus Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Nadjib menguraikan problem umat Islam yang jarang yang mau jadi pemimpin.
“Padahal kalau berdoa, permintaannya adalah agar dijadikan pemimpin,” jelas Nadjib sambil mengutip doa yang dimaksud. Yaitu Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyatinaa qurrata a’yun waja’alnaa lil-muttaqiina imaaman. “Waja’alnaa lil-muttaqiina imaama kan artinya jadikan kami pemimpin. Lha kok dipilih jadi pemimpin, gak mau,” papar pria kelahiran Paciran Lamongan ini sambil menyebut “imam” bermakna pemimpin.
Dalam kesempatan itu, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) itu menyebutkan kehadiran imam untuk diikuti, innamaa ju’ilal imaamu liyuktima bihi. Setidaknya ada tiga fungsi imam atau pemimpin. Pertama imam itu menggerakkan. “Jika imam tidak takbir, ya makmum gak akan takbir. Jadi imam itu penentu kemajuan umat. Imam yang menggerakkan, pasti memajukan,” tegas Bapak tiga anak ini.
Fungsi kedua mengkoordinasikan dan mengarahkan, tidak membiarkan yang dipimpinnya tergelinjir. Fungsi ketiga adalah sumber keteladanan. Kehadirannya dibantu oleh masyarakat, dan perintahnya akan diikuti. “Oleh sebab itu umat Islam tidak boleh jadi makmum saja, harus menjadi imam,” lantang mantan KPU Jatim.
Sayangnya, kata Nadjib, dalam kondisi kekinian tidak ada pemimpin yang bisa diterima 100% oleh umat Islam. Hatta pasca kemerdekaan diraih oleh Republik Indonesia. Saat ada penjajah, semua umat Islam bersatu mengusir penjajah. Tapi setelah merdeka bercerai-berai. “Saat ini momentum untuk menentukan nasib bangsa ke depan. Pilih pemimpin yang berkualitas dan punya integritas, bukan karena isi tas,” pungkas Nadjib Hamid.
Sebelumnya, Nadjib mengutip surat al-Maidah ayat 8 sebagai pengantar dalam Kajian Ahad Pagi itu. “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan,” demikian arti dari QS Al-Maidah ayat 8.
Proses pemilihan pemimpin, jelas Nadjib, selalu mengundang pro dan kontra. Ada yang mendukung, dan ada yang menolak. “Tapi begitu sudah dipilih, jangan sampai kebencianmu menyebabkan kamu berbuat tidak adil,” tutur Nadjib.
Dalam konteks menjelang Pileg-Pilpres 2019, kata Nadjib, umat Islam harus menentukan pemimpin yang memihak kepada umat Islam. Umat Islam harus mulai peduli siapa pemimpin yang dipilih. Karena keberadaan pemimpin dalam ajang Pemilu itu menentukan keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika pemimpin terpilih adalah mereka yang terbaik, tentu harapan akan kebajikan Indonesia bisa disematkan. Begitu juga sebaliknya. (r6)