PWMU.CO-Warga Muhammadiyah perlu memahami pentingnya memiliki wakil rakyat di DPR yang terlibat dalam perumusan undang-undang. Produk legislatif ini mengikat warga negara menjadi efektif dalam dakwah konstitusi.
Hal itu disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr Abdul Mu’thi dalam diskusi dakwah politik di Kantor PWM Jatim Jl. Kertomenanggal, Sabtu (6/10/2018) malam. Hadir juga sebagai narasumber pakar politik dari Unair Dr Aribowo dan caleg DPR dari PAN Prof Dr Zainuddin Maliki.
“Kalau kita ingin mengharamkan minuman keras itu tidak cukup dengan mengatakan yasalunaka anil khamri wal maisir, tapi harus terlibat dalam legislasi mengatur minuman keras,” katanya. ”Sebab produk legislasi itu mengikat untuk semuanya.”
Mu’thi menerangkan, Muhammadiyah itu selalu hirau kepada masalah negara dengan memberikan masukan kepada pemerintah. ”Ternyata masukan itu ya lewat begitu saja tergantung siapa sponsornya. Karena itu perlu punya legislatif yang menyuarakan usulan-usulan itu,” tuturnya.
Dia mencontohkan, rancangan UU Terorisme sebelum disahkan kita kaji dengan membuat matriks pasal-pasal yang merugikan warga negara dan konsekuensinya. Kemudian disampaikan kepada pemerintah. ”Masukan ini tidak dipakai, yang dipakai ya punya sponsor,” tandasnya.
Usaha untuk memperjuangkan undang-undang yang berpihak kepada rakyat, sambung dia, pernah disampaikan dengan meminta tolong anggota DPR yang dikenal dekat. ”Tapi anggota DPR ini juga ganti meminta tolong agar Muhamamdiyah mau melakukan ini itu,” cerita dia.
Perjuangan Muhammadiyah yang memenangkan gugatan judicial review terhadap empat UU, menurut dia, kecil pengaruhnya dalam praktik kenegaraan karena tidak ada anggota DPR yang menjalankan pembuatan UU baru.
”Menang lewat judicial review sepertinya tampak gagah tapi setelah itu tidak ada yang melanjutkan pembuatan undang-undang karena kita tidak punya wakil di DPR,” ujar dosen UIN Jakarta ini.
Empat undang-undang yang dikabulkan dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi adalah UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No.17/2013 tentag Ormas, UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air.
UU ini diguat karena dinilai tidak berpihak kepada kepentingan nasional. Misalnya sumber daya air yang mengizinkan dieksploitasi oleh swasta dan asing. Padahal menurut konstitusi harus dikelola negara untuk kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pengalaman ini, Mu’thi megatakan, dalam Pemilu 2019, Muhammadiyah perlu menegaskan jihad konstitusi dengan memilih kader terbaiknya menjadi legislatif lewat partai politik. Warga Muhammadiyah diminta mendukungnya.
Diakui memang tidak gampang memahamkan kepada pengurus dan warga Muhammadiyah dengan keputusan ini. Sebab selama ini Muhammadiyah bersikap netral terhadap politik dipahami sebagai apolitik. “Dipahami menjaga jarak dan tidak terlibat politik praktis. Karena itu kita perlu memahamkan warga Muhammadiyah tentang jihad konstitusi ini,” tandasnya. (sgp)
.