PWMU.CO-Umat Islam diminta tak ikut merayakan old and new pergantian tahun baru. Sebab itu melestarikan perayaan kaum pagan Romawi yang dilarang Nabi Muhammad.
Hal itu disampaikan Ustadz Nawawi SSos dalam kajian Ahad Pagi Al Amin PCM Pare bertempat di halaman Rumah Sakit Muhammadiyah Pare, Ahad (23/12/2018).
Nawai mengutip hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi. ”Sabda Nabi Muhammad, jauhilah oleh kalian musuh -musuh Allah di dalam perayaan mereka. Intinya, kita tidak boleh mendekati, mengikuti perayaan agama orang lain,” tandasnya.
Islam, sambung dia, memerintahkan untuk toleransi. Tapi maknanya membiarkan dan tidak mengganggu ibadah orang lain. ”Cukup seperti itu. Biarkanlah mereka menjalankan syariat agamanya, kita tidak boleh mengganggu, tetapi tidak dengan cara kebablasan dengan mengikuti ritualnya, mengikuti perayaannya,” tuturnya.
Karena itu, menurut dia, sangat heran ketika ada ustadz membawa santrinya shalawatan di gereja. ”Itu maksudnya apa? Itu bukan toleransi tapi sinkretisme yaitu mencampuradukkan ajaran agama,” tandasnya.
Dia bercerita, ketika Rasulullah datang ke Madinah, orang Islam di kota itu ikut peringatan Hari Raya Nairuz dan Mihrajan. Mereka bersenang-senang, makan-makan, dan bermain.
”Kemudian Rasul bertanya, ini hari apa dua hari ini? Orang yang ditanya menjawab, dulu kami bersenang-senang, bermain-main dalam dua hari itu pada zaman jahiliah. Lantas Rasulullah mengatakan, sesungguhnya Allah sudah mengganti untuk kalian dua hari raya itu dengan yang lebih baik. Ialah Yaumal Adha dan Yaumal Fitri,” katanya.
Nawawi menjelaskan, Hari Raya Nairuz dan Mihrajan ternyata dalam catatan sejarah adalah perayaan umat Majusi, menyembah matahari dan api. ”Di zaman Nabi, orang Madinah yang merayakan tidak melakukan ritual apapun, tidak ikut menyembah api dan matahari. Cuma makan-makan, bersenang-senang tapi tetap dilarang oleh Rasulullah,” papar dia.
Perayaan tahun baru, sambung dia, mirip kasus di zaman Nabi itu. ”Ada yang berdalih di malam tahun baru cuma nongkrong, makan makan, minum minum, jual terompet, cuma ikut meniup terompet. Itu sama dan sebangun dengan yang terjadi di zaman Rasulullah 15 abad silam di kota Madinah untuk perayaan Nairuz dan Mahrajan,” katanya.
Belum lagi menurut sejarah Romawi, kata Nawawi, perayaan tahun baru 1 Januari dipersembahkan untuk Dewa Janus, sosok dewa dua wajah. Menghadap ke depan dan belakang. Diyakini kaum pagan Romawi sebagai dewa yang menguasai segala pintu gerbang.
Nawawi kemudian membacakan surat Al Isra ayat 36. Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ilmu inna sam’a wal bashara wal fu’ada kullu ulaaa’ika kaana anhu mas’uulaa. Artinya, janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya diminta pertanggungjawaban nya.
Asbabunnuzul surat Al Kafirun, tambah Nawawi, juga sangat jelas. Nabi menolak ajakan kaum kafir Quraisy untuk bergantian menjalankan ajaran kepercayaan. Meskipun alasannya demi perdamaian dan toleransi. (Dahlansae)