PWMU.CO – Kalau dalam sepak bola, Pilpres saat ini pada tahap injury time, menit-menit terakhir. Biasanya tim yang sudah unggul maupun yang tertinggal dan juga penonton akan mengalami pacuan jantung yang semakin kuat. Apalagi jika pertandingan grand final dan sekor masih imbang, pacuan jantung akan semakin kencang melebihi dikejar macan.
Sering kali pada injury time inilah menang dan kalah ditentukan. Maestro bola dunia asal Belanda era 1970-an, Johan Cruyff menulis dalam puisinya:
In each game there are only three minutes
and those of course subidivided into moments
That really matter
in three minutes you win or lose
Tentu belum lenyap dari ingatan kita ketika Jerman harus tersingkir di babak pertama Piala Dunia Rusia 2018. Untuk lolos ke babak kedua, Jerman harus mengalahkan Korea Selatan. Karena rivalnya Meksiko dan Swedia sudah mengantongi nilai 6. Sementara Korea Selatan sudah pasti angkat koper karena sudah dua kali kalah.
Secara teoritis Jerman akan menang dengan mudah. Lembaga survei paling abal-abal sekalipun tidak pernah berani spekulasi memprediksi Korsel akan menang. Wajar jika Jerman diunggulkan. Dia juara dunia bertahan di mana di final melumatkan Brasil 7-1. Jerman rangking 1 Fifa sementara Korsel 37. Di babak penyisihan Jerman memang kalah dari Meksiko 0-1, tapi menang atas Swedia 2-1. Dan Jerman sudah dimitoskan sebagai tim panzer yang semakin lama semakin panas untuk mencapai top performance.
Pasukan Jerman masuk ke lapangan Kazan Arena, Rusia bagaikan sepasukan panzer yang siap merangsak dan menggencet bajay. Anak asuh pelatih Joachim Loew tampil sangat percaya diri. Sejak wasit meniup peluit panjang, Ozil, Mueller, Timo Werner dan kawan-kawan langsung menyerang dengan cepat dan keras. Hampir tidak memberi kesempatan Korsel mendekati gawangnya.
Tetapi semua serangan mandul. Di gawang Korsel, selain ada kiper Cho Hyun-Woo seperti ada tembok yang membentang. Seperti ada tangan gaib yang menepis bola-bola permain Jerman yang diarahkan ke gawang. Sampai menit 90 Jerman unggul penguasaan bola 72 sementar Korsel hanya 28.
Ada injury time 6 menit. Jerman melakukan perang total untuk menang. Tetapi justru kena serangan balik. Kim Young-Gwon menjebol gawang Jerman yang dijaga Manuel Neuer. Ketinggalan satu gol membuat Neuer keluar sarang ikut menyerang bergaya kiper legendaris Kolumbia Rene Higuita.
Fatal bagi Jerman, Son Heung-Min yang melakukan serangan balik tinggal menceploskan bola ke gawang Jerman yang kosong melompong. Jerman pun menangis menjadi juru kunci dan harus angkat buntelan pulang. Korea memang juga pulang tapi kepalanya tegak karena berhasil menyingkirkan Jerman.
“Di Brasil keberuntungan berpihak kepada kami. Tapi di Rusia kami dijauhi. Pedih memang. Tapi kami harus biasa menerima kekalahan dan kemenangan. Saya tidak akan mundur karena kegagalan ini karena saya yakin akan bangkit lagi di Piala Dunia Qatar 2022,” kata Loew.
Tangan Tuhan
Keberuntungan dan kesialan itu ada dalam bingkai nasib. Mayoritas insan bola yang paling rasional pun percaya tentang nasib ini. Maestro bola dunia asal Argentina di era 1980-an, Maradona semula hanya yakin hasil pertandingan ditentukan oleh kesiapan, kehebatan sebuah tim. Tapi pandangannya sontak berubah setelah Piala Dunia 1986.
Di babak seperempat final melawan musuh perangnya dalam perebutan Pulau Malvinas, Inggris, Maradona mencetak gol menggunakan tangannya. Puluhan ribu penonton di stadion dan jutaan pasang mata yang menyaksikan melalui pesawat teve melihat aksi itu. Tapi bagaimana wasit Ali Bennaceur asal Tunisia tidak melihat dan tetap mensahkan gol itu. Demikian pula hakim garis tidak mengangkat bendera. Dan Maradona menyebutnya sebagai “gol tangan Tuhan”. Artinya, gol itu tercipta atas kehendak dan kuasa Tuhan.
Berkat keberpihakan Tuhan pula sehingga Argentina meraih juara pertama Piala Dunia 1986. Argentina memimpin 2-0. Tapi dalam waktu singkat Jerman mengejar 2-2. Di injury time, Maradona memberikan assist kepada Burucagha untuk menjebol gawang Jerman sehingga pertandingan berakhir 3-2. Terjadilah pemandangan yang kontras. Argentina menang, Jerman kalah. Anak-anak asuhan Bilardo tertawa-tawa bergembira ria, sementara Lothar Mattheus dan kawan-kawan kalah, wajahnya tertunduk, matanya berkaca-kaca bahkan sampai meleleh seperti es loli kepanasan.
Nasib dalam bingkai dunia bola itu seperti bola itu sendiri. Romo Sindhunata, dalam bukunya Bola-Bola Nasib, menuliskan, ada titik kesamaan bola dan nasib. Ia bundar tidak ketahuan ujung pangkalnya. Dipegang punggungnya terasa dada. Diraba dadanya, terasa punggung. Dalam bola itu untung dan rugi, tawa dan tangis adalah satu.
Maka dalam dunia bola ada istilah bola itu bundar. Artinya, akhir sebuah pertandingan sering kali meleset dari prediksi, ramalan. Meleset dari hitung-hitungan matematis. Kalkulasi teknis. Bola itu bundar menjadi suatu yang sangat perkasa, menentukan. Nasib adalah wilayah Sang Adikodrati.
Karena di wilayah Sang Adi Kodrati maka keberadaan nasib menjadi gaib. Manusia tidak tahu kapan keberuntungan dan kesialan akan datang. Persis gaibnya kematian, tidak ada satu pun yang tahu kapan dan di mana nyawa keluar dari jazad. Tidak tahu dalam proses seperti apa nasib itu datang.
Memang ada yang mencoba mencuri suratan nasib. Misalnya dengan bertanya kepada gajah, kucing. Memang jadi absurd, konyol bagaimana manusia dibekali akal malah bertanya kepada binatang yang tidak berakal. Dalam banyak hal memang manusia bisa menjadi mahluk paling rendah/hina (asfala safilin).
Ada juga yang minta petunjuk dukun, paranormal, ahli nujum tentang nasib itu. Mereka dianggap bisa menembus tabir Ilahi. Memiliki mata batin yang bisa mencuri file di lauhfil mahfud, server akbar milik Tuhan. Buntutnya mereka dengan segala kesaktiannya diminta untuk merevisi suratan nasib. Tanpa sadar bahwa perbuatan itu telah menyekutukan Tuhan. Dan benar, syirik lebih halus dari semut.
Dalam kegaiban nasib itulah maka biasanya semakin mendekati injury time, deg-degan jantung semakin kencang karena menunggu suratan nasib.
Senjata lawan
Jika menunggunakan analog bola, masa injury time Pilpres ini memaksa jantung berdegub semakin kencang. Apalagi ketika terjadi pertarungan yang sangat ketat. Biasanya, kedua belah pihak akan mencoba menguatkan hatinya, mengokohkan mentalnya bahwa nasib keberuntungan berpihak padanya. Caranya menafsirkan, meramesi, mengolah, menggoreng gejala-gejala yang ada.
Bagi kubu 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) tentu sangat banyak isyarat nasib keberuntungan berpihak padanya. Seperti kampanye terbuka Jokowi Ma’ruf yang selalu ramai pengunjung. Ada rakyat di Sumatera yang sampai membuat patung Jokowi karena saking kuatnya mendukung. Rupiah stabil. Padahal sempat dikhawatirkan kalau rupiah terjungkal akan mempersulit Jokowi. Demikian pula tidak terjadi gejolak harga kebutuhan bahan pokok, karena isu harga bahan pokok ini jadi senjata lawan.
Pelbagai kasus memang dianggap menyerimpung Jokowi. Bahkan dinarasikan secara sarkistik bahwa Jokowi tak putus dirundung malang. Istilah Jawanya, ketutu kealu. Misalnya, kasus Ketua Umum PPP Romahurmuzy alias Romi yang menyeret tim suksesnya di Jatim seperti Khofifah, KH Asep Saifuddin bahkan Menteri Agama. Kasus korupsi di Kemenpora yang menyangkut-pautkan Menpora Imam Nahrawi. Kasus amplop cap jempol dengan tersangka Bowo Sidik Pangarso sampai menyeret dedengkot Golkar Nusron Wahid. Belum lagi kasus kartu suara sudah dicoblos di Malaysia.
Masih ada lagi kejadian-kejadian yang diramesi seolah isyarat negatif bagi Jokowi seperti Ibu Iriana Jokowi terjengkang, burung Ma’ruf amin yang tidak mau terbang, cerita rantai sepeda Jokowi putus. Pohon gada di depan rumah keluarga Bung Karno di Blitar yang sempal. Tapi bagi kubu 02, semua itu dianggap gimik politik belaka. Bahkan sejenis gugon tuhon.
Dalam konteks menjaga spirit, semua kasus ini dikemas sebagai ujian. Setiap hendak mencapai keberhasilan tujuan, selalu mendapat ujian. Ibarat Abimanyu yang hendak memperoleh wahyu Cakraningkrat harus melalui pelbagai ujian dan godaan. Tiada Nabi yang tidak mendapat uhjian bahkan fitnah.
Bagi kubu 02 keyakinan bahwa nasib keberuntungan semakin merapat ke dirinya semakin hari semakin kuat. Dimulai dari hasil survei. Jika 7 bulan lalu lalu tertinggal lebih 20 persen, kini terpaut tipis. Ada lembaga survei yang mengatakan selisihnya tinggal 5 persen. Tetapi survei internalnya justru bahwa Prabowo-Sandi sudah unggul 58-62,5 persen. Berharap akan bernasib seperti Pilkada Jatim. Saat start Khofifah tertinggal 14 persen. Tapi dalam waktu sekitar 3 bulan bisa menang dengan meraih 57 persen.
Di saat injury time, pasangan 02 mendapat dukungan dari tokoh-tokoh publik. Misalnya, Raja Jogja Sri Sultan Hamengku Buwana X. Memang dukungan tidak disampaikan secara verbal. Tapi bagi yang paham kultur Jawa, dukungan secara pasemon (isyarat atau sasmita) sudah lebih afdol.
Dukungan secara halus juga disampaikan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Gatot masih memiliki pendukung yang kuat yang dulunya mereka ingin Gatot menjadi Capres atau minimal Cawapres.
Gagap gempita hati pendukung pasangan 02 juga kehadiran Ustad Bachtiar Nashir. Ustad asal Bone, Sulsel ini memiliki pendukung yang sangat kuat di kalangan muslim modernis termasuk Muhammadiyah, alumni Gontor, Hidayatullah.
Tentu yang paling meyakinkan bahwa Tuhan berpihak kepada 02 adalah dukungan Ustad Abdul Somad (UAS) di saat injury time. UAS memberi wejangan kalau Allah menghendaki Prabowo terpilih agar menjadi pemimpin yang adil. UAS memberi minyak wangi agar Prabowo bisa menebarkan keharuman. Pedmberian tasbih agar Prabowo selalu berdzikir kepada Allah. Tetap merapat ke ulama. Momen ini nyaris tak terduga. Dan bagi pendukung 02 itu adalah sasmita jagat. Istilah Muhammad Kays, Pemred Duta, UAS membawa pesan langit.
UAS adalah ustad berjuta-juta umat dari Sabang sampai Merauke. Sampai-sampai Denny JA, pemilik LSI, mengatakan, kalau sampai UAS berpihak kepada 02, Jokowi pasti akan kalah. Pernyataan Denny ini berdimensi mutlak seperti ketika dia mengatakan pilpres sudah selesai.
Pemilu yang barokah
Pernyataan Jokowi pasti akan kalah ini bertentangan dengan kaidah “nasib”. Di bola pun jarang orang berani mengatakan pasti. Karena kata pasti itu seperti sudut pada suatu bola. Padahal bola tidak pernah bisa ditemukan sudutnya. Untuk itulah orang bola yang tidak paham agama pun akan bilang, nasib baru diketahui setelah wasit meniup peluit terakhir.
Bukan hanya Denny JA yang masuk perangkap kesimpulan absolut. Di masa pilpres ini banyak orang kehilangan akal sehat. Bahkan kehilangan moralitas dan akidah. Begitu sering kita dengar orang, bahkan ahli agama, mengatakan pasti menang tebal. Dipasangkan dengan sandal pun pasti menang. Kita pasti sukses.
Semua itu mendului ketentuan Sang Adikodrati, Tuhan. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Alhujurat ayat 1).
Bukan hanya bersikap sombong mendahului kehendak Tuhan, di Pilpres ini banyak iman rusak, akidah mawut, akhlak amburadul. Tuhan memerintahkan hati-hati terhadap hoax (Alhujurat ayat 6), banyak yang mengimani hoax. Bahkan menjadikan hoax untuk penghasilan. Padahal diancam oleh Tuhan akan disiksa di neraka hutomah. (Alhumazah).
Diingatkan oleh Tuhan bahwa manusia adalah saudara dari bapak ibu yang sama (ayat 13) tidak peduli. Diingatkan bahwa umat beriman itu bersaudara (Alhujurat 10) malah saling bermusuhan. Tak peduli larangan Tuhan agar jangan mengolok-olok, mencela, memanggil dengan panggilan yang buruk, agar menjauhi prasangka, mencari-cari kesalahan orang lain, menggunjing. (Alhujurat ayat 11-12).
Di masa injury time ini sebaiknya semua menggunakan kesempatan untuk mawas diri, mulat salira hanggrasa wani, bertobat, beristigfar dan saling memaafkan. Menghentikan semua niat dan praktik politik kotor. Stop kebohongan. Stop penipuan. Stop main abal-abalan. Hentikan hoax dan fitnah. Cegah politik uang dan barang. Biarlah pemilu 2019 menjadi benar-benar jurdil dan luber. Menjadi pemilu yang barokah.
Sebagai manusia beriman, tengoklah Quran Surah Ali Imran ayat 26. Katakanlah: Ya Tuhan yang memiliki segala kekuasaan. Engkau berikan kekuasaan kepada barang siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari barang siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau muliakan barangsiapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa.
Sekali lagi sebagai manusia beriman, kedua kubu sudah bekerja keras untuk meraih dukungan suara. Selebihnya menyerahkan ikhtiar itu kepada Tuhan. Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’man nashir la haula wa la quwwata illa billah. Gusti Allah nyuwun ngapura. (*)
Kolom oleh Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo.