Search
Menu
Mode Gelap

Prof. Sasmito Djati: Guru Besar Harus Tinggalkan Legasi Ilmiah, Bukan Sekadar Gelar

Prof. Sasmito Djati: Guru Besar Harus Tinggalkan Legasi Ilmiah, Bukan Sekadar Gelar
Prof. Sasmito Djati menyampaikan sambutan dalam pengukuhan dua guru besar UM Surabaya. Foto: Ghonim/UM Surabaya
pwmu.co -

Gelar profesor bukanlah puncak kenyamanan karier, melainkan awal tanggung jawab besar untuk meninggalkan legasi keilmuan yang abadi.

Hal itu ditegaskan Prof. Sasmito Djati, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim dalam acara pengukuhan guru besar Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), yakni Prof. Dr. Dra. Sujinah, M.Pd dan Prof. Dr. Pipit Festi Wilyanarti, S.KM, M.Kes, Kamis (23/10/2025).

“Setiap guru besar dalam benaknya harus tertanam satu hal: legacy. Karena setelah pengorbanan panjang, perjalanan ilmiah yang melelahkan, kini tugas kita adalah menanam warisan keilmuan yang terus hidup bahkan setelah kita tiada,” ujar Prof. Sasmito

Dia lantas mengingatkan bahaya jika seorang profesor merasa cukup setelah mencapai jabatan tertinggi.

“Kalau sudah profesor, golongan sudah 4E, gaji mentok, kenaikan berkala mentok. Lalu kalau tidak mau meneliti lagi, ini bahaya bagi universitas,” tegas Guru Besar Universitas Brawijaya ini.

Dia mencontohkan pentingnya konsistensi dalam riset. Bahkan setelah wafat, seorang ilmuwan sejati akan tetap hidup melalui karya-karyanya.

“Saya punya teman, Prof. Sutrisno Hadi dari Gadjah Mada. Beliau sudah meninggal lebih dari 25 tahun, tapi publikasinya masih terus dikutip sampai hari ini. Itulah legasi yang sesungguhnya,” ujarnya.

Menurutnya, reputasi ilmuwan kini mudah diukur secara terbuka melalui indeks sitasi dan Google Scholar. Dia berkelakar, “Kalau H-indeksnya kecil, semua orang bisa lihat. Maka jangan sampai jadi profesor yang ngisin-ngisini.”

Sasmito mengajak para akademisi untuk merenungi hakikat pendidikan. Dia mengutip pepatah yang pernah ia dengar: “Education is not filling the blanks, but lighting a fire.”

Mendidik, katanya, bukan sekadar mengisi kepala dengan pengetahuan, melainkan menyalakan semangat belajar yang tak padam.

Namun, di tengah perubahan dunia yang begitu cepat, ada hal-hal yang tidak pernah berubah: nilai-nilai dasar ketauhidan dan kasih sayang dalam mendidik.

Ia mengutip ayat dari Surah Luqman: “Ya bunayya la tusyrik billah, inna syirka ladzulmun ‘azhim.”

“Kalimat ‘ya bunayya’, wahai anakku, menunjukkan kasih sayang yang mendalam. Itu berbeda dengan ‘ya walad’. Di sinilah pendidikan dimulai, dari kasih sayang. Sejak Sokrates, Plato, Aristoteles hingga Nabi Muhammad saw, kebenaran tentang One God tidak pernah berubah. Tauhid adalah inti dari segala ilmu,” jelasnya.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Sasmito juga memuji kiprah dua guru besar perempuan yang baru dikukuhkan. Dengan gaya khasnya yang ringan, ia membuka dengan humor.

“Biasanya ada pepatah: kalau ada laki-laki berhasil, di belakangnya ada wanita kuat. Lah, kalau ada ibu-ibu yang berhasil, biasanya ada laki-laki stres di belakangnya. Mudah-mudahan tidak, supaya tidak tegang saja ya,” katanya disambut tawa.

Dia menuturkan, Prof. Sujinah berasal dari daerah yang sangat menghormati profesi guru seperti Kediri, Tulungagung, dan Trenggalek.

“Di sana, panggilan ‘Bu Guru’ tetap melekat bahkan setelah pensiun. Itu menunjukkan betapa mulianya profesi pendidik,” ujarnya.

Sementara kepada Prof. Pipit, ia memberikan apresiasi atas kiprah di bidang kesehatan masyarakat. Dia menekankan pentingnya menjaga kesehatan, terutama penyakit tidak menular seperti stroke.

“Biasanya yang kena stroke itu orang sepuh, dan biasanya ngeyelan. Padahal kalau ditangani cepat, bisa sembuh. Tapi kalau lebih dari enam jam, bisa cacat seumur hidup,” katanya sambil tertawa kecil.

Sasmito juga mengingatkan bahwa jabatan profesor bukanlah simbol kebanggaan pribadi, melainkan amanah intelektual yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Dia lanta mengutip firman Allah dalam Surah Al-Hasyr ayat 18: “Ya ayyuhalladzina amanu, ittaqullah wal tandzur nafsun ma qaddamat lighad. Innallaha khabirun bima ta’malun.”

“Allah itu sangat teliti terhadap apa yang kita kerjakan. Bahkan indikator kinerja dosen pun Allah catat,” ujarnya .

Sasmito berharap dua guru besar baru UM Surabaya dapat menjadi teladan bagi sivitas akademika lainnya.

“Insya Allah dua guru besar ini akan meninggalkan legasi yang bermanfaat. Karena manusia akan mati, tapi amal dan ilmunya akan terus hidup,” pungkasnya. (*)

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments