PWMU.CO – Kalau tidak ditanya, tentu Prof Din Syamsuddin tidak akan bercerita tentang kejadian kecil pagi itu. Redaktur Majalah Matan kemudian menyarankan agar saya menceritakan dalam rubrik Kolom.
Pada pagi itu, 2 Desember 2012. Pak Din keluar dari ruang bandara Juanda. Seorang ibu menggendong bayi bersama beliau. Keduanya lalu belok ke pemesanan taksi. Kami mengira ibu itu keluarga Pak Din. Tetapi tidak lama kemudian, Pak Din meninggalkan ibu itu di tempat pemesanan taksi. Lalu beliau bersama kami, saya dan mas Tamhid Masyhudi, ke perguruan Muhammadiyah Sidoarjo.
“Siapa ibu yang membawa bayi tadi?” tanya kami yang agak penasaran.
(Baca: 7 Resep Murah Meriah Membangun Keluarga Sakinah dan Berikut Ciri Suami yang Baik. Anda Masuk Kategori Ini?)
“Saya tidak kenal,” kata Pak Din singkat. Tentu kami heran. Setelah itu, barulah beliau mau bercerita lebih panjang. Ketika keluar dari pesawat, ibu itu kelihatan repot membawa bayi dengan membawa sebuah tas besar. Pak Din yang keluar pada urutan akhir, menawarkan membantu membawakan. “Ternyata tasnya berat,” kata Din.
Ketika ditanya tujuannya, ibu itu mengatakan akan ke Nganjuk. Ibunya sedang sakit dan sekarang dalam keadan koma. Suaminya tidak ikut karena sedang bertugas di Sumatera Barat.
“Naik apa ke Nganjuk?” tanya Din. “Naik bus umum,” jawab ibu itu.
(Baca: Potret Warga Muhammadiyah: Rasional yang Tak Rasional dan Din Syamsuddin Pernah Jadi Kapten Kesebelasan MU Lawan NU)
Pak Din lalu membayangkan kerepotan yang akan dialami ibu itu. Pindah satu kendaraan umum ke kendaraan umum lain, dari satu terminal ke terminal lain dengan membawa bayi dan tas berat. Din tidak tega lalu memutuskan memesan taksi untuk ibu itu. Ongkos taksi hampir Rp 500 ribu. Dengan taksi, ibu itu bisa langsung sampai alamat. Din masih memberi tambahan uang saku yang jumlahnya lebih besar dari ongkos taksi.
Din masih berfikir lagi, siapa yang membawakan tas berat itu ke taksi? Kalau sembarang orang, bisa-bisa tas itu hilang. Maka demi keamanan ibu itu, Din minta tolong kepada petugas di pemesanan taksi agar membantu membawakan tas. Tentu dengan memberikan tip.
(Baca: Di Sel Tahanan, Buya Hamka Nyaris Putus Asa dan Begini Cerita Bung Karno Masuk Muhammadiyah)
Peristiwa kecil ini lebih menarik karena ibu itu tidak kenal Pak Din yang menolongnya. Pak Din juga merasa tidak perlu mengenalkan dirinya. Apalagi mengenalkan sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Selanjutnya halaman 2