PWMU.CO – Salah satu materi yang dikaji dalam kegiatan Summer Institute on Religious Pluralism in the US adalah religion and music. Materi ini menarik karena dalam setiap pemaparan, narasumber selalu mendemonstrasikan kegiatan menyanyi, lengkap dengan alat musiknya. Jadi tidak sekadar teori.
(Baca: Khatib Jumat yang Ber-HP dan Lempar Humor)
Dalam tradisi agama Yahudi (Jew), Protestan, dan Katolik, selalu ada nyanyian. Bagi kaum Yahudi dan Kristen, musik dan nyanyian merupakan bagian dari ibadah (worship). Di sinagog dan gereja pun selalu tersedia alat-alat musik dan penyanyi profesional. Di tengah proses beribadah, para pemusik juga membimbing jamaah Yahudi dan Kristen untuk melantunkan nyanyian-nyanyian religi. Emosi keagamaan jamaah pun membuncah hingga tampak begitu menghayati prosesi ibadah.
(Baca juga: Tergolong Mampu, Keluarga Manula Ini Pilih Mandiri tanpa Pembantu)
Pertanyaannya, bagaimana kaitan agama dan musik dalam Islam. Sejauh yang saya amati, musik dalam Islam merupakan bagian dari kebudayaan. Musik dan kesenian merupakan budaya agama. Meski kalau diamati kini banyak mubaligh yang membawa grup musik dan penyanyinya. Bisa jadi itu sekedar hiburan atau media dakwah. Yang jelas, belum pernah ada masjid yang menyiapkan perangkat musik dengan penyanyinya. Kalaupun ada, mungkin terbatas di kalangan pengikut tarekat.
(Baca juga: Belajar dari Amerika: Sebagai Simbol Negara, Presiden Harus Dihormati)
Bagaimana Muhammadiyah menyikapi musik dan budaya?
Dalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ditegaskan, bahwa seni dan budaya hukumnya boleh (ibahah) selama tidak bertentangan dengan akidah Islam. Seni dan budaya juga tidak boleh menjadikan warga Muhammadiyah jauh dari Allah SWT. Penegasan ini penting agar Muhammadiyah juga tampil sebagai gerakan kebudayaan. Muhammadiyah tidak boleh antikebudayaan, sebagaimana kritik banyak pengamat.
(Baca juga: Hanya 4 Takbir di Rakaat Pertama: Keunikan Shalat Id di Santa Barbara)
Meminjam istilah Kuntowijoyo, Muhammadiyah harus menjadi gerakan kebudayaan yang baru untuk menggantikan kebudayaan lama. Pada konteks inilah pembelajaran seni dan budaya penting di sekolah. Untuk itu, guru-guru kesenian harus menghadirkan pembelajaran yang menarik. Sekali waktu guru harus mendemonstrasikan keterampilan bermain musik. Bawalah alat-alat musik ke kelas.
(Baca juga: Pengalaman Buka Bersama ‘Ditemani” Anjing di Santa Barbara California)
Ajak anak-anak mencintai musik. Bermain musik penting untuk olah rasa anak-anak. Bukankah Kiai Dahlan sangat terampil bermain piano. Bahkan Kiai Dahlan menjadikan musik sebagai media dakwah Islam. Jika bisa menghadirkan kesenian dan nyanyian religius, sasaran dakwah Muhammadiyah akan semakin luas. Jika demikian, maka orang tidak lagi mengatakan bahwa satu-satunya seni di lingkungan Persyarikatan adalah Seni Tapak Suci Putera Muhammadiyah. (*)
Laporan DR Biyanto MAg, Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim, peserta Summer Institute 2016 UCSB