Jabariyah atau Qadariyah Dilibas Corona artikel opini tulisan Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar.
PWMU.CO-Wabah ini membuat kita diminta uzlah sebentar merenung. Bahwa tidak semua bisa dilakukan tanpa pertolongan Tuhan. Tuhan menunjukkan kekuasaanNya lewat makhluk super kecil tak terlihat mata sebagai ujian. Siapa beriman dan siapa ingkar.
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk: 2)
Kita kerap datang ke tempat ibadah tapi seberapa sering kita ’menemukan Tuhan’? Melalui makhluk kecil yang kita sebut dengan nama indah Corona itu manusia bisa mengenal Tuhan lebih dekat sekaligus mengetahui perangai buruk dan elok diri sendiri.
Ternyata sebagian kita selama ini telah menempatkan Tuhan dalam seremonial belaka. Tak lebih. Meskipun mulut kita sering berkhutbah, penampilan berjubah, berjenggot, jidat menghitam, tak menjamin benar-benar hadir di depan Tuhan.
Ada orang mengaku paling dekat dengan Tuhan tapi mulutnya garang menafikan yang lain. Artinya dia telah menciptakan tuhan menurut persepsinya sendiri. Orang ini telah mereduksi Kemahaluasan Tuhan menjadi sempit. Sesempit pikirannya.
Perilaku Jabariyah
Orang yang mengatakan takutlah hanya kepada Allah jangan takut pada virus Corona, sesungguhnya dia tak punya stamina spiritual prima. Dia rapuh, tak punya daya imunitas tauhid. Sebab melawan sunatullah atau bisa disebut qaulu haqqin ala u’ridha bihi al baathil. Pernyataan yang seolah-olah benar tapi mengajak pada yang batil.
Perilaku jabariyah seperti meniadakan ikhtiar, dengan alasan menyandarkan tawakal kepada Allah adalah gejala imunitas iman turun. Virus Corona itu sunatullah maka makhluk kecil ini berperilaku sesuai sifat yang diberikan Allah kepadanya.
Kasus tabligh akbar di Malaysia dan kebaktian di gereja Korea Selatan yang melonjakkan jumlah pasien Corona merupakan bukti virus ini tak peduli siapa pun. Bakal dilibas kalau ada peluang masuk ke tubuhnya.
Pikiran jabariyah memegang dalil manusia lahir dalam keadaan terikat, tidak punya pilihan, sebab semua sudah ditetapkan di Lauh al Mahfudz jauh sebelum penciptaan makhluk.
Hidup mati manusia, sakit sehat dirinya, menjadi baik atau buruk, kaya atau miskin, pintar atau bodoh, susah atau senang, menjadi mukmin atau kafir, bahkan masuk surga atau neraka, semua sudah ditetapkan takdirnya.
Manusia itu lari dari ketetapan takdir yang satu menuju takdir yang lainnya. Tiada sama sekali pilihan. Sebab memilih adalah perbuatan menuju pilihan yang sudah ditetapkan. Dari pikiran semacam inilah lantas ada orang berkata, berusaha seperti apa pun kalau sudah ditakdirkan kena virus Corona ya sakit juga.
Perilaku Qadariyah
Pada sisi ekstrem juga muncul pandangan wabah Corona adalah peristiwa alam. Makhluk ini sudah ada di alam. Tak ada hubungannya dengan Tuhan. Apalagi azab bagi pemerintah China yang dzalim terhadap bangsa Uighur. Pikiran itu ditolaknya.
Pandangan ini berdalil semua makhluk diciptakan mengikuti hukum sebab akibat karena setiap sesuatu ada kadarnya. Pandangan inilah yang disebut sebagai qadariyah. Bahwa segala sesuatu di alam semesta telah ditetapkan kadar, ukuran, yang mendorong terjadinya hubungan sebab akibat.
Termasuk virus Corona adalah makhluk yang muncul karena sesuatu sebab yang membuatnya berkembang biak. Untuk memusnahkan maka harus memahami sifat makhluk ini.
Keberhasilan China mengatasi wabah Corona menjadi contoh. Bangsa komunis yang tak percaya Tuhan itu ternyata bisa menaklukkan berkembangnya virus tanpa doa dan sembahyang. Dengan ikhtiar mengenali sifat virus, mereka temukan penangkalnya.
Jalan Tengah
Maka bangsa ini tak jadi lenyap karena azab kedzaliman sebagaimana dikhutbahkan orang-orang yang mengaku shaleh di saat awal wabah ini merebak. Apakah Tuhan gagal dengan azabnya terhadap bangsa China?
Tidak juga. Ikhtiar manusia adalah bagian sunatullah. Manusia punya akal. Maka dengan akal itulah manusia harus berikhtiar. Tuhan sudah menetapkan hukumnya di alam dan berjalan tetap selamanya begitu tanpa campur tangan lainnya. Manusia tinggal mengikuti hukum alam menuju kesuksesan atau kegagalan.
Disebutkan dalam hadits, Rasulullah SAW bercerita, ada orang yang di awal hidupnya beramal seperti ahli surga tapi takdir menetapkan ia masuk neraka. Maka di akhir hidupnya ia beramal seperti ahli neraka.
Sebaliknya ada orang yang di awal hidupnya beramal seperti ahli neraka tapi takdir menetapkan ia masuk surga. Maka di akhir hidupnya ia beramal seperti ahli surga.
Lantas para sahabat bertanya, kalau begitu apa gunanya ikhtiar? Rasulullah menjawab, ikhtiar adalah untuk memudahkan kepada takdir yang sudah ditetapkan.
Maka janganlah abaikan di antara ikhtiar orang-orang yang tak percaya Tuhan. Ada doa-doa dan dzikir yang dilafalkan orang-orang saleh yang memudahkan takdir mempercepat jalannya. Jadi tak peduli Anda Jabariyah atau Qadariyah kalau pemahaman takdir tak lengkap bakal dilibas Corona. (*)
Editor Sugeng Purwanto