PWMU.CO – Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-71 tahun menjadi momentum yang tepat untuk melakukan refleksi atas berbagai persoalan bangsa. Semakin ditinggalkannya budaya asli Indonesia dan tergantikan dengan budaya Barat yang cenderung hedonis adalah salah satu yang perlu direnungkan.
Kemerdekaan Indonesia seharusnya diikuti juga dengan kemerdekaan berbudaya seperti yang dikatakan Soekarno “Indonesia berdikari dalam kebudayaan”. Oleh karena itu pertunjukan wayang kulit yang digelar para siswa Sekolah Plus SD Muhammadiyah 18 Surabaya, Selasa (16/8) patut diapresiasi. Wayang kulit yang selama ini sudah terasa asing bagi anak-anak usia sekolah, menjadi hidup kembali.
(Baca: Sekolah Ini Peringati HUT Kemerdekan RI dengan Festival Bakar Bandeng 71 Kg)
Pertunjukan wayang kulit dengan dalang cilik Tio Artaq Arif Fian Hidayatullah ini menceritakan kisah perilaku anak-anak saat ini yang cenderung hedonis dan lupa akan sejarah bangsa sendiri. Mereka diberi nasehat oleh ayahnya tentang nilai-nilai Pancasila dan cara mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia dengan baik. Dengan memainkan tokoh Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar, siswa Kelas VI ini menyampaikan pesan moral tentang kebangsaan. Selain seni wayang, ditampilkan juga pertunjukan seni lokal lain seperti tari tradisional, musik angklung, dan rebana.
(Baca juga: Bangkitkan Permainan Tradisional di Hari Kemerdekaan)
Ahmad Barizi, Humas SD Muhammadiyah yang berlokasi di Mulyorejo Tengah 5-9 Surabaya ini mengatakan, pertunjukan ini bertujuan menyampaikan pesan moral bagaimana cara mengisi kemerdekaan yang benar. “Juga untuk menghidupkan kembali budaya asli Indonesia yang dimulai sejak usia dini sehingga tidak hilang di tengah arus globalisasi,” ungkapnya. Ahmad mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga untuk mewujudkan cita-cita Soekarno agar Indonesia berdikari dalam kebudayaan.
Kepala Sekolah Ainul Rofiq, MPdI mengapresiasi dan menyatakan bangga pada siswanya. “Adanya agenda ini diharapkan siswa mampu memahami bagaimana proses perjuangan menggapai proklamasi kemerdekaan dan cara mengisinya dengan benar.” (Dede)
PWMU.CO – Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-71 tahun menjadi momentum yang tepat untuk melakukan refleksi atas berbagai persoalan bangsa. Semakin ditinggalkannya budaya asli Indonesia dan tergantikan dengan budaya Barat yang cenderung hedonis adalah salah satu yang perlu direnungkan.
Kemerdekaan Indonesia seharusnya diikuti juga dengan kemerdekaan berbudaya seperti yang dikatakan Soekarno “Indonesia berdikari dalam kebudayaan”. Oleh karena itu pertunjukan wayang kulit yang digelar para siswa Sekolah Plus SD Muhammadiyah 18 Surabaya, Selasa (16/8) patut diapresiasi. Wayang kulit yang selama ini sudah terasa asing bagi anak-anak usia sekolah, menjadi hidup kembali.
(Baca: Sekolah Ini Peringati HUT Kemerdekan RI dengan Festival Bakar Bandeng 71 Kg)
Pertunjukan wayang kulit dengan dalang cilik Tio Artaq Arif Fian Hidayatullah ini menceritakan kisah perilaku anak-anak saat ini yang cenderung hedonis dan lupa akan sejarah bangsa sendiri. Mereka diberi nasehat oleh ayahnya tentang nilai-nilai Pancasila dan cara mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia dengan baik. Dengan memainkan tokoh Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar, siswa Kelas VI ini menyampaikan pesan moral tentang kebangsaan. Selain seni wayang, ditampilkan juga pertunjukan seni lokal lain seperti tari tradisional, musik angklung, dan rebana.
(Baca juga: Bangkitkan Permainan Tradisional di Hari Kemerdekaan)
Ahmad Barizi, Humas SD Muhammadiyah yang berlokasi di Mulyorejo Tengah 5-9 Surabaya ini mengatakan, pertunjukan ini bertujuan menyampaikan pesan moral bagaimana cara mengisi kemerdekaan yang benar. “Juga untuk menghidupkan kembali budaya asli Indonesia yang dimulai sejak usia dini sehingga tidak hilang di tengah arus globalisasi,” ungkapnya. Ahmad mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga untuk mewujudkan cita-cita Soekarno agar Indonesia berdikari dalam kebudayaan.
Kepala Sekolah Ainul Rofiq, MPdI mengapresiasi dan menyatakan bangga pada siswanya. “Adanya agenda ini diharapkan siswa mampu memahami bagaimana proses perjuangan menggapai proklamasi kemerdekaan dan cara mengisinya dengan benar.” (Dede)