Rasa hormat Saad pada gurunya KH Hasyim Abbas dipelihara sampai sekarang, sekalipun Saad telah menjadi orang “penting” di Jawa Timur. Setidaknya ada empat momen perjumpaan antara murid dan guru ini. Pertama ketika pada tahun 2010 keduanya (mewakili Muhammadiyah dan NU) berkesempatan ke China. Saad tetap menunjukkan hormat. “Saya hormat betul sama beliau. Tasnya saya bawakan dan sebagainya. Andaikata tidak jadi Muhammadiyah, saya cium tangannya. Karena jadi Muhammadiyah, jadi Ketua Muhammadiyah, kok cium tangannya? Tapi dalam hati saya tetap ingin cium,” kata Saad disambut gerr hadirin.
(Baca juga: Ungguli Pagar Nusa, Tapak Suci Rebut Juara Umum Piala Walikota dan Ketika Dua Ormas Besar Berbagi Tugas: Muhammadiyah Urus Milad dan NU Urus Haul)
Kedua, ketika keduanya bertemu di forum-forum Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur. Saad bercerita suata ketika dua tokoh ini bertemu di forum MUI. Lalu Abbas berkomentar, “Wah tambah tinggi saja maqam-nya.” Waktu itu Saad memang harus duduk di depan sebagai Ketua PWM Jatim. Sebagai rasa hormat pada gurunya, Saad menjawab, “Ya, siapa dulu gurunya.”
Ketiga, ketika Saad pernah menjadi nara sumber di sebuah seminar MUI, sementara Abbas menjadi peserta. Untuk menghormati gurunya, Saad membuka pembicaraan dengan mengatakan bahwa sebenarnya yang pantas untuk berbicara di depan forum adalah gurunya, bukan dirinya. “Kalau toh kemudian Majelis Ulama meminta saya berbicara di sini, itu tak lepas dari apa yang telah diberikan guru saya. Dan guru saya, Bapak Hasyim Abbas, ada di sini,” tutur Saad di forum tersebut. Saad bercerita, akhirnya walaupun gurunya itu di floor, sama sekali tidak mendebat apa yang dikatakan Saad. “Kalau mendebat kan gak enak.”
(Baca juga: Ketika MU dan NU Tidak Saling Bertanding … Fenomena Jepara dan Apa yang Terjadi jika Warga Muhammadiyah Jadi Imam Jamaah Nahdhiyin?)
Keempat, suatu hari Abbas hendak kuliah S2 pada salah satu universitas di Jombang. Sementara Saad mengajar di situ. Saad berdoa jangan sampai guru PGA-nya kuliah di tempat Saad mengajar. “Nanti saya ngajar beliau, saya tidak sadar lalu bilang, ‘Siapa saja yang dicekoki NU akan saya sikat di sini. Tapi alhamdulillah beliau gak jadi kuliah di situ,” cerita Saad.
Ketua PWM Jatim ini menceritakan semua itu untuk menjelaskan bahwa murid itu seharusnya menerima gurunya dengan tulus. Dengan mengutip surat Al Isra 23, Saad, menjelaskan bahwa kesuksesan murid itu tergantung bagaimana relasi dengan gurunya. Ia membuat hipotesis bahwa kebahagiaan dan kegagalan seseorang dalam hidup ini dapat dilihat bagaimana relasinya dengan orang tuanya. “Demikian juga keberhasilan dan kesuksesan murid, juga ditentukan oleh relasinya dengan guru-guru itu.” (M Nurfatoni)