Move On Gaya Salman Al Farisi tulisan opini oleh Dzanur Roin, aktivis Pemuda Muhammadiyah Cabang Bubutan Kota Surabaya.
PWMU.CO– Kisah cinta Salman Al Farisi ini seperti cerita sinetron. Setelah tinggal lama di Madinah sebagai orang merdeka, Salman Al Farisi jatuh cinta kepada seorang gadis kota ini.
Dia curhat kepada sahabat anshar, Abu Darda’, yang sama-sama jomblo. Dia ungkapkan keinginannya untuk menikahi gadis itu dan meminta tolong sahabatnya itu untuk melamarkannya.
Salman, orang Persia. Dia hidup sebatang kara di kota ini setelah melewati masa bertahun-tahun sebagai budak. Dia menjadi budak karena ditipu pedagang Arab yang menjual dirinya kepada orang Yahudi yang tinggal di Madinah. Saat dia masuk Islam, Nabi Muhammad dan para sahabat membebaskannya dengan 300 bibit kurma dan emas 40 ons.
Abu Darda’ dengan senang hati menolong keinginan sahabatnya yang berniat menikah. Lalu berdua datang ke rumah orangtua gadis itu. Abu Darda’ menyampaikan maksudnya untuk melamar putrinya. Orangtua itu senang bukan main.
Segera dia sampaikan lamaran itu kepada putrinya untuk segera menjawab. Tak lama kemudian orangtua itu berkata,”Mohon maaf kami harus berterus terang.” Kalimat pembuka itu membuat Salman Al-Farisi dan Abu Darda’ cemas.
”Karena kalian berdua datang mengharap ridho Allah, saya menyampaikan, putri kami menjawab iya jika Abu Darda yang berkeinginan melamar untuk dirinya,” katanya.
Bagai petir di siang bolong. Sangat mengagetkan. Lamaran Salman ditolak tapi kalau Abu Darda’ melamar untuk dirinya sendiri diterima. Ternyata gadis itu menyukai Abu Darda’. Salman harus menerima kenyataan ini. Gadis yang diinginkannya justru menginginkan sahabat yang disuruh melamarnya.
Jangan Cemen
Kecewa iya. Tapi Salman Al Farisi bukan pemuda cemen yang meratap atau meraung-raung karena patah hati. Dia terima itu realitas ini dengan lapang dada. Dia langsung move on. Dia merelakan gadis itu diperistri Abu Darda’. Bahkan memberikan mahar yang disiapkan kepada Abu Darda.
Bayangkan, bagaimana seandainya kamu berada di posisi Salman? Mungkin langsung pergi sambil membanting pintu. Marah, benci, jengkel, dan harga diri jatuh. Persahabatan langsung putus. You and me end, kata anak milenial.
Atau bisa juga sambil berlari sedih lalu menyanyikan lagunya Mansyur S, Pagar Makan Tanaman. Yang syairnya berbunyi …engkau teman karibku, lebih dari saudara, jangankan makan minum, tidur kita bersama, bukankah kau tahu dia itu milikkku…
Bisa jadi juga menciptakan puisi seperti lagunya Yulia Citra, Pestamu Dukaku. Maafkan aku duhai sahabatkau. Aku tak dapat memenuhi undanganmu….
Kisah patah hati Salman Al Farisi bisa menjadi cermin anak-anak milenial agar jangan cengeng untuk urusan cinta. Tidak ada istilah cinta ditolak dukun bertindak. Salman mengajarkan tentang cinta dan persahabatan. Cinta tidak selalu harus memiliki.
Terkadang cinta membuat orang menjadi buta, tuli, dan bisu. Demi jodoh terkadang bisa bertindak bodoh. Padahal menikahi orang yang kita cintai adalah cita-cita dan mencintai orang yang kita nikahi adalah ibadah. Kalau cinta ditolak tidaklah mengapa yang penting sudah berusaha. (*)
Editor Sugeng Purwanto