Menko PMK marah ke DPR, ini kata Guru Besar Unair Dr Suparto Wijoyo MHum. Komentar menarik juga disampaikan Dr Arbowo dosen FISIP.
PWMU.CO – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Suparto Wijoyo MHum mengatakan, marahnya Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy kepada anggota DPR merupakan kritik yang berintegritas.
“Saya mengapresiasi sikap Menko Muhadjir,” kata Suparto Wijoyo di Surabaya, Jumat (12/6/20), menanggapi peristiwa marahnya Muhadjir Effendy kepada DPR.
Sebuah video pendek berkonten Muhadjir Effendy marah kepaa DPR viral di media sosial, Jumat (12/6/20). Video beredurasi 75 detik itu dicuplik dari dapat dengan Komisi IX DPR di Senayan, Kamis (11/6) pukul 13.40-23.30 WIB. Rapat membahas masalah jaminan sosial. Muhadjir didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sosial Juliari P. Batubara, pimpinan BPJS.
Yang memantik kemarahan Muhadjir adalah adanya beberapa anggota Komisi IX yang meninggalkan acara setelah menyampaikan pertanyaan.
Mencermati peristiwa langka itu, Suparto mengaku jadi ingat buku Aesop’s Fables, sebuah buku kumpulan fabel dari Aesop, seorang pendongeng yang hidup di era 650 SM.
Seperti Kisah Dua Ekor Kepiting
Di buku itu diceritakan tentang dua ekor kepiting, ibu dan anaknya. Keduanya berjalan santai menikmati hamparan pasir. Nak, kata sang ibu, cara berjalanmu benar-benar kurang berwibawa. Bisakah dirimu berjalan lurus tanpa menyamping-nyamping. Sang anak menjawab, ibu kumohon padamu berikan aku contoh sehingga aku bisa menirukannya.
“Demikian dari kisah kepiting dapat diambil hikmah oleh Aesop bahwa contoh adalah ajaran terbaik. Pak Menko sudah memberika contoh kritik yang berintegritas. Ini teramat baik,” katanya.
Sementara itu, Dr Aribowo, pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair mengatakan, marahnya Muhadjir Effendy dipantik oleh beberapa anggota Komisi IX yang meninggalkan rapat setelah menyampaikan pertanyaan. Padahal rapat belum selesai.
Menurut Aribowo, keluarnya anggota DPR itu ada dua kemungkinan. Pertama, sebagai bentuk walk out. Potensi walk out itu dimungkinkan karena dua menteri yang tidak disukai masyarakat yaitu Menkes dan Mensos karena kinerja mereka selama pandemic Covid-19 ini buruk.
“Kalau ke Muhadjir saya kira kemungkinan itu kecil karena Muhadjir bukan menteri teknis,” kata mantan Ketua Dewan Kesenian Jatim ini.
“Jika sebagai bentuk walk out, berarti kewibabawaan pemerintah merosot,” katanya.
Kemungkinan kedua adalah sudah menjadi tabiat sebagian anggota DPR. Jika ini sudah jadi tabiat atau kebiasaan, tidak bisa dibenarkan. Berarti mereka tidak tahu etika. Seharusnya mereka menghargai dan menghormati mitra kerja.
“Jika karena pelanggaran etika, sikap Muhadjir itu tepat. Memberikan shock therapy kepada anggota DPR. Biar tidak mentang-mentang. Biar tidak bersikap seenak gue, Memang daya shock therapy-nya kecil. Tidak sebesar ketika Presiden Gus Dur menyentak DPR seperti taman kanak-kanak. Kan Muhadjir ini orangnya datar, kalem,” tegas Aribowo.
Marahnya Muhadjir Effendy
Dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Menko PMK Muhadjir Effendy meluapkan kemarahan di ruang sidang. Pasalnya sebagian anggota DPR yang selesai bertanya meninggalkan ruangan.
“DPR kan biasa mengkritik kita kan. Sekarang saya ngritiklah. Saya juga mintalah kalau sehabis menanyakan sesuatu jangan pergilah. Kita saling menghormatilah. Bisa nggak. Kalau mau bener-bener bicara yang baik, kalau habis ngomong panjang ya jangan ditinggal pergi. Atau tidak ada, bilang didengar tadi. Kok kayak malaikat saja,” kata Muhadjir tegas.
“Cobalah kita kan sama-sama kan. Apakah Bapak merasa lebih berhak untuk memarahi kita. Iya kan. Cobalah saya minta juga teman-teman, bapak-bapak ibu yang terhormat ini untuk berdisiplin juga kalau memang kita diminta untuk disiplin.”
“Apa dikira kita ini tidak ada kerjaan. Bisa Bapak ajak rapat sampai jam sekian. Cobalah ditetapkan juga batas bicara. Ya Bapak memang kerjaannya bicara. Kita kan juga harus kerja.”
“Maaf ya, saya terus terang saja. Saya rapat komisi DPR tidak sekali dua kali. Tolong dong kita saling mengoreksi. Terima kasih,” kata Muhadjir. (*)
Penulis Anwar Hudijono. Editor Mohammad Nurfatoni.