PWMU.CO– Abu Sufyan galau ketika terjadi pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah oleh Kabilah Bani Bakr sekutu Quraisy yang membunuh orang dari Kabilah Khuzaah sekutu Islam.
Dia menuju Madinah menemui Rasulullah saw bermaksud menyelesaikan masalah ini agar tak terjadi perang. Namun Rasulullah mengabaikannya. Dia minta tolong Abu Bakar, Umar, dan Ali agar melunakkan hati Nabi, semua menolak. Lantas dia mampir ke rumah anaknya, Ramlah, yang menjadi istri, juga menolak membantunya. Dia pulang dengan tangan hampa.
Sementara Rasulullah sudah memerintahkan kaum muslimin memakai baju perang menuju Mekkah. Seruan itu disambut gembira. Semua laki-laki ikut serta ditambah kabilah-kabilah lainnya. Terkumpullah 10.000 pasukan.
Menjelang masuk Mekkah sudah petang, pasukan ini berhenti istirahat di daerah Marru Azh-Zhahran. Abu Sufyan bin Harb dan temannya Budail bin Warqa’ melihat banyak api unggun di kejauhan. ”Aku belum pernah melihat api dan markas tentara seperti malam ini,” katanya.
Budail bin Warqa’ menjawab,”Demi Allah, itu adalah kabilah Khuza’ah yang sedang menyalakan api.” Abu Sufyan menyergah,”Api kabilah Khuza’ah dan markasnya tidak sebesar itu.”
Abbas bin Abdul Muththalib, paman Nabi, yang mengetahui dua orang itu langsung mendekat dan berkata,”Celakalah kalian, kini Muhammad bersama pasukannya. Demi Allah, orang-orang Quraisy harus berhati-hati esok pagi.”
”Jika Rasulullah menangkapmu, pasti memenggal lehermu,” kata Abbas lagi.
Diantar Temui Nabi
Abu Sufyan gentar. Minta minta nasihat Abbas menghadapi situasi sulit ini. ”Aku akan membawamu menemui Muhammad. Mintalah jaminan keamanan darinya,” saran Abbas.
Dia mengikuti saran itu. Lalu ikut naik ke baghal putih yang dikendarai Abbas. Baghal putih itu milik Rasulullah. Sedangkan temannya, Budail, kembali ke Mekkah.
Dua orang yang naik baghal putih itu melewati api unggun tiap pasukan. Tiap lewat keduanya diperiksa. ”Siapa orang ini?” Tatkala melihat baghal putih yang dikenal milik Rasulullah, pasukan itu membiarkan lewat karena mengenal Abbas, paman Rasulullah.
Begitu juga saat melewati api unggun pasukan Umar langsung dicegat. Umar berjalan mendekat. Melihat ada Abu Sufyan duduk di belakangnya, dia langsung berkata,”Dia musuh Allah. Alhamdulillah telah menaklukanmu tanpa perjanjian,”
Umar berlari menemui Rasulullah di tendanya. Bersamaan itu Abbas juga masuk. ”Ya Rasulullah, ini Abu Sufyan, Allah telah menaklukkannya tanpa perjanjian. Izinkan aku memenggal leherya,” kata Umar.
Tapi Abbas segera menyahut,”Wahai Rasulullah, aku melindungi Abu Sufyan.”
Nabi kemudian meminta pamannya dan Abu Sufyan menemuinya esok pagi. Keduanya bermalam di tempat itu. Ketika pagi dua orang ini menghadap Rasulullah. Begitu melihat orang di depannya, Nabi berkata,”Celaka kamu Abu Sufyan, apakah belum tiba waktumu untuk bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”
Habis Bersyahadat Minta Kompensasi
Abu Sufyan berkelit. ”Sungguh aku telah meyakini seandainya ada tuhan selain Allah, maka dia pasti akan mencukupiku,” jawabnya.
Nabi berkata lagi,” Celakalah kamu, apakah belum tiba waktumu untuk bersaksi bahwa aku utusan Allah?”
Dia menjawab, ”Sampai saat ini masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku.”
Abbas langsung membentak,”Celaka kamu ini. Masuk Islamlah, bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah sebelum lehermu dipenggal.”
Dia jadi gentar. Spontan dia bersyahadat masuk Islam.
Abbas lega. Kemudian berkata kepada Nabi,”Ya Rasulullah, dia orang yang senang dengan kebanggaan, berikanlah kebanggan kepadanya.”
Rasulullah berkata,”Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan, dia aman. Barangsiapa menutup pintu rumahnya, dia aman. Barangsiapa memasuki Masjidil Haram, dia aman.”
Saat dia keluar tenda, Rasulullah berkata pada pamannya. ”Paman, tahanlah dia di tempat sempit di depan gunung, supaya iringan pasukan Allah melewatinya dan dia bisa melihatnya.”
Gentar Lihat Barisan Pasukan
Dalam perjalanan pulang Abbas menghentikan Abu Sufyan di tempat sesuai perintah Rasulullah. Tidak lama berselang, setiap barisan kabilah berjalan melewatinya dengan membawa panji-panjinya.
Setiap satu kabilah lewat, Abu Sufyan bertanya, ”Ini barisan siapa?” Abbas menjawab,”Ini pasukan kabilah Sulaim.”
Barisan kabilah lain lewat menyusul. “Kalau ini, siapa orang-orang ini?”
”Ini kabilah Muzainah.” Begitu seterusnya setiap barisan pasukan lewat dia bertanya siapa saja yang bergabung dengan pasukan ini. Hingga terakhir barisan pasukan Rasulullah lewat baju zirah warna hijau.
Dia kagum dengan barisan pasukan ini. ”Siapakah mereka ini, Abbas?”
”Mereka barisan muhajirin dan anshar bersama Rasulullah.”
Dia berkata, ”Tak seorang pun yang memiliki keberanian menghadapi mereka. Keponakanmu ini akan mendapat kemenangan besar.”
”Itulah dia kenabian,” ujar Abbas.
”Benar!” jawabnya. Abbas segera minta dia menemui kaummu mengabarkan pasukan Nabi sedang menuju Mekkah. Begitu sampai di Mekkah, dia berteriak keras di tengah kota. Orang-orang berdatangan. ”Hai orang-orang Quraisy, Muhammad datang membawa pasukan besar.”
”Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, dia aman.”
Istrinya, Hindun, dan orang-orang marah dengan pengumuman itu. Abu Sufyan abaikan orang-orang, dia terus berteriak, ”Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, dia akan aman.”
”Barangsiapa menutup pintu rumahnya, dia aman. Barangsiapa masuk Masjidil Haram, dia aman.”
Orang-orang gentar juga. Mereka kocar-kacir menyelamatkan diri. Ada yang pulang ke rumah, ada yang berjalan ke Masjidil Haram. Menunggu-nunggu ketakutan datangnya pasukan Nabi. Penaklukan Mekkah diambang kemenangan. (*)
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post