Pandemi dan Penulisan Sejarah Lokal, kolom ditulis oleh Nadjib Hamid, Wakil Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
PWMU.CO – Selama pandemi Covid-19, setidaknya ada tiga topik diskusi online yang sangat menarik untuk ditindaklanjuti: Tetap Kreatif Menulis di Tengah Pandemi (PWMU.CO, 7/6); Mencari Jejak Sejarah Lokal Muhammadiyah; dan Memperkokoh Jaringan Media Islam di Tengah Disinformasi (MPI PP Muhammadiyah, 29/5 dan 19/6).
Seperti diketahui, media online PWMU.CO memiliki lebih dari 250 kontributor yang tersebar di daerah-daerah. Sebagian besar dari mereka adalah guru yang di tengah kesibukan utama, rela berkorban (relaban) untuk membesarkan website PWM Jatim tersebut dengan menulis berita kegiatan di tempat masing-masing. Disebut relaban, karena tidak dibayar.
Seiring banyak kegiatan diliburkan akibat Covid-19, produktivitas tulisan menurun pula. Padahal menulis adalah ketrampilan yang harus terus diasah dan dijaga produktivitasnya. Lebih dari itu PWMU.CO sebagai media Islam di tengah disinformasi ini harus diperkokoh dan diperkuat jaringannya.
Pada sisi lain ada kepentingan penulisan sejarah lokal Muhammadiyah. Kiprah Persyarikatan ini dalam mencerdaskan kehidupan bangsa diakui sangat luar bisa. Namun belum semua jejaknya terbubukan secara baik dan merata, terutama di daerah-daerah.
Tiga kepentingan tersebut saling bertautan, dan memperoleh momentum bagus pada masa pandemi Covid-19. Dengan menuliskan sejarah lokal dimaksud, para kontributor tetap terasah ketrampilan menulisnya, PWMU.CO tidak tenggelam karena wabah, dan Muhammadiyah di daerah tidak kehilangan jejak perjuangannya.
Mengabadikan Jejak Hasanah
Seperti disebutkan di atas, kiprah Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dalam berbagai bidang diakui sangat luar bisa. Namun belum semua jejak hasanah tersebut terbukukan secara baik terutama di daerah-daerah.
Padahal kata orang bijak, dari sejarah kita bisa banyak belajar tentang kearifan. Dalam prespektif kesejarahan, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki pengalaman cukup panjang. Sebagaimana disebutkan dalam buku Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004 telah ada jauh mendahului kelahiran republik ini, bahkan lebih tua dari semua organisasi yang sekarang masih hidup di negeri ini.
Dengan pengalaman panjang itu, tentu banyak pelajaran dan kearifan yang bisa dipetik. Seperti kata pepatah: Jauh berjalan, banyak yang dilihat. Panjang hidup, banyak yang dirasakan. Namun semua pengalaman panjang itu akan berusia pendek, jika tidak diabadikan. Akan hilang jejaknya bersamaan dengan meninggalnya para pelaku sejarah.
Karena itu, Muhammadiyah Jawa Timur terus mendorong untuk menulis sejarah lokal Muhammadiyah, yang ada di daerah, cabang, hingga ranting. Karena diyakini banyak hal penting yang patut diungkap dan diketahui generasi sekarang dan mendatang.
Potensi Muhammadiyah Jatim
Dari segi ketokohan misalnya, dari Jawa Timur muncul dua matahari yang menjadi orang nomer satu di tingkat pusat Muhammadiyah, yaitu KH Mas Mansur dan KH Faqih Usman. Disusul beberapa nama yang masuk 13 anggota PP terpilih, seperti Prof A. Malik Fadjar, Prof Fasich, Prof Syafiq A. Mughni, dan Prof Muhadjir Effendy.
Belum lagi jumlah amal usahanya yang cukup banyak, yang tidak bisa diungguli oleh organisasi lain, dan semuanya tumbuh dari bawah.
Penulisan buku sejarah lokal Muhammadiyah memang sudah dimulai oleh beberapa daerah. Seperti Gresik, Lamongan, dan lainnya. Namun selain masih belum memadai untuk ukuran organisasi sebesar Muhammadiyah, juga harus terus di-update secara periodik.
Sekadar gambaran mengenai kebesaran ormas Islam bersimbol matahari ini di Jawa Timur, bisa dilihat dari data kuantitatif awal 2020. Dari sisi jaringan organisasi, PWM Jatim memiliki PDM di 38 kabupaten/kota. Cabangnya, 532 dari 666 kecamatan (9 persen). Rantingnya: 3.027 dari 8501 desa/kelurahan (35,6 persen).
Dari sisi amal usaha, untuk bidang pendidikan terdapat 1.374 sekolah/madrasah; 8 universitas, dan 15 sekolah tinggi. Belum termasuk yang dikelola langsung oleh Aisyiyah.
Di bidang kesehatan: 32 rumah sakit dan 50 klinik. Sosial: 120 panti asuhan. Ekonomi: 3 PT-BUMM; 2 BPRS; 30 jaringan retail; dan 100 koperasi.
Menembus Benteng Tradisi Jadi Model
Buku Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004, merupakan salah satu contoh buku sejarah lokal yang diterbitkan PWM Jatim tahun 2004. Isinya menggambarkan perjalanan dakwah yang penuh dengan tantangan dan kesulitan bagaikan menembus sebuah banteng. Sekaligus juga mengisyaratkan besarnya ketekunan dan kesabaran yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah keberhasilan.
Pada sisi lain, judul tersebut menggambarkan adanya keyakinan yang kokoh, yang menyebabkan tidak pernah hilangnya harapan dalam menghadapi segala halangan dan tantangan.
Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi untuk pengembangan Muhammadiyah di masa kini dan mendatang. Juga menjadi sumber informasi bagi para peneliti yang selama ini sering datang ke kantor Muhammadiyah Jawa Timur untuk melakukan penelitian.
Salah satu kekuatan Muhammadiyah sehingga berkembang cepat di negeri ini, karena ditopang oleh personal yang tergambar jelas dalam ketokohan KH Ahmad Dahlan. Kaum terpelajar, seperti Soekarno, Tjokroaminoto, dan Roeslan Abdulgani, jatuh simpati mengikuti dakwah Dahlan di Surabaya karena Dahlan memiliki wawasan dan ilmu yang luas.
Ulama cerdas lulusan Timur Tengah sekaliber KH Mas Mansur, setelah berdiskusi masalah kegamaan dengan beliau hingga jelang Subuh, akhirnya menyatakan bergabung dengan Muhammadiyah.
Hingga KH Ahmad Dahlan menyatakan, “Telah kupegang sapu kawat Jawa Timur. Dalam perkembangannya, karena tertarik kedalaman ilmu agama Dahlan sekaligus gagasan pembaharuannya, akhirnya Mas Mansur mendirikan Muhammadiyah di Surabaya.
Kisah Kiai Dahlan di Sumberpucung
Kekaguman pada pendiri Muhammadiyah itu dialami juga oleh Aspari, seorang kepala stasiun Sumberpucung Malang. Dikisahkan, Dahlan memang sering singgah di Sumberpucung dan Kepanjen karena di situ ada seorang pedagang batik, dan tersedianya jalur kereta api dari Yogjakarta ke Surabaya lewat selatan.
Suatu saat usai Dahlan dakwah di Jawa Timur, hendak pulang ke Yogyakarta naik kereta api. Sampai di stasiun Sumberpucung, kereta yang menuju Yogya sudah berangkat. Sambil menunggu kereta esuknya di stasiun, beliau membaca buku. Hingga kepala statsiun mendatangi beliau, dan menawarkan untuk menginap di rumahnya.
Melihat gaya Dahlan yang tawadhu’ dan sederhana, sang tuan rumah penasaran terhadap tamunya. Aspari diam-diam dengan cara menyamar datang ke rumah Dahlan untuk membuktikan apakah kesannya itu benar-benar asli atau hanya pulasan belaka.
Aspari menyamar sebagai orang yang barusan kecopetan, dan bermaksud pinjam pakaian untuk shalat, dengan alasan pakaian yang ia kenakan najis. Ketika bertemu, Aspari memperoleh perlakuan dari Dahlan dengan ramah dan sangat baik, yang tidak diduga sebelumnya. Ia disambut dengan baik, dan diantar ke almari pakaian Dahlan untuk memilih sendiri pakaian yang diinginkan. Aspari memilih sarung.
Pulang dari Yogyakarta, ia lalu bertekad mendirikan Muhammadiyah di tempatnya. Maka pada 1922 berdirilah Muhammadiyah di Sumberpucung, sebagai cikal bakal Muhammadiyah di Malang Raya.
Selain rendah hati, Dahlan juga seorang pemberani. Ini terbukti ketika dia melakukan tabligh di Banyuwangi. Dia mendapat ancaman akan dibunuh jika berani datang kembali. Namun dengan adanya ancaman itu, Dahlan justru datang lagi ke Banyuwangi. Akhirnya orang yang mengancamnya, Pak Abdullah, malah masuk Muhammadiyah. Cerita kejadian lain yang inspiratif tentu masih bisa kita jumpai dalam buku tersebut.
Perlu Dukungan Semua
Tumbuh-kembang Muhammadiyah di daerah juga didukung tokoh-tokoh lokal yang hebat, yang tidak kalah inspiratifnya dengan nasional. Semua itu jika terbukukan dengan baik, manfaat bagi warga Muhammadiyah akan menjadi sumber inspirasi dan pelajaran berharga untuk mengembangkan Persyarikatan lebih lanjut. Sedangkan bagi masyarakat umum, dengan buku itu akan dapat lebih mengenal Muhammadiyah lebih baik lagi.
Kita menyadari bahwa tugas penulisan sejarah lokal ini tidak mudah. Tapi tidak boleh ditunda, harus dilakukan sekarang mumpung ada momentumnya. Karena itu, perlu dukungan serius dari para pimpinan Muhammadiyah, ortom dan semua amal usaha, baik di daerah, cabang maupun ranting.
Selain dukungan berupa data-data plus foto terkait, tentu saja dukungan dana. Selanjutnya, secara berkala, Matan dan PWMU.CO akan memublikasikan tulisan-tulisan dari para kontributor yang dianggap layak. Kemudian, pada akhirnya akan diterbitkan dalam bentuk buku untuk dinikmati oleh kita semua.
Inilah hikmah lain di balik pandemi corona. Semoga ikhtiar ini sukses dan menjadi salah satu amal jariah yang membanggakan kita bersama. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni. Artikel ini kali pertama dimuat majalah Matan, Edisi 168, Juli 2020 dengan judul Pandemi dan Sejarah Lokal.