PWMU.CO– Rekrutmen POP (Program Organisasi Penggerak) Kemendikbud yang kisruh mendorong Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah mundur. Alasannya, kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal tidak jelas.
Hal itu disampaikan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Prof Baidhowi dihubungi Rabu (22/7/2020).
”Muhammadiyah melihat yang lolos verifikasi ternyata banyak sekali. Ada lembaga yang sudah sangat mampu dan biasa memberi CSR juga lolos POP yang akan mendapat bantuan pemerintah,” kata Baidhowi.
Selain itu, sambung dia, banyak organisasi masyarakat yang baru muncul beberapa tahun terakhir yang belum diketahui rekam jejaknya juga akan diberi bantuan pemerintah (Banpem) dari dana APBN.
”Muhammadiyah khawatir kalau dalam pengelolaan banpem susah dikendalikan dan hasilnya tidak bagus, akan merugikan keuangan negara. Oleh karena itu Muhammadiyah mundur,” tandasnya.
Dia menjelaskan, dengan ekstra keras Muhammadiyah sudah memenuhi persyaratannya lolos tahap pertama bersama ratusan ormas lainnya seperti dalam surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020.
Program Organisasi Penggerak (POP) telah diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak 10 Maret lalu.
POP merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kemendikbud yang fokus mencapai hasil belajar siswa dalam peningkatan numerasi, literasi, dan karakter.
Muhammadiyah menilai POP adalah program serius dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia.
”Pada awalnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah sangat berkomitmen untuk ikut bersama mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia ini dengan mengajukan proposal tentang program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak untuk mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia,” katanya.
Dipertanyakan DPR
Rekrutmen POP Kemendikbud ini juga dipersoalkan Komisi X DPR. Sebab di antara 156 organisasi yang lolos sebagai Organisasi Penggerak terdapat Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation yang mendapat hibah Rp 20 miliar per tahun.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam rilisnya mengatakan, dua lembaga besar tersebut ternyata mendapatkan dana hibah Kemendikbud. Padahal keduanya juga mengeluarkan dana corporate social responsibility (CSR) untuk program sosial.
“Lah ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” kata Syaiful.
Syaiful menyebut Kemendikbud mengucurkan anggaran sebesar Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai program Organisasi Penggerak. Program ini bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Setidaknya ada 3 kategori lembaga penerima hibah untuk melakukan kegiatan tersebut, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar per tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto