Fenomena Muhammadiyah FPI. Kolom ditulis Dr Sholikh Al Huda MFil.I, Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya dan Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Timur.
PWMU.CO – Bukan rahasia lagi jika di kalangan Muhammadiyah ada sebagian warganya yang ‘berwarna’ Front Pembela Islam (FPI).
Kelompok itu boleh disebut Muhammadiyah FPI atau disingkat Mufi. Secara organisatoris mereka tetap aktif di Muhammadiyah tetapi pemikiran-pemikirannya dipengaruhi oleh FPI, terutama oleh Habib Rizieq Shihab.
Tiga Ciri Mufi
Setidaknya Mufi dicirikan tiga hal. Pertama, mereka lebih bangga terhadap gaya kepemimpianan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab dari pada ‘Imam’ Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.
Konsekuensinya, Mufi lebih patuh terhadap seruan dakwah Habib Rizieq Shihab dari pada seruan Prof Haedar Nashir. Bahkan mereka sering melawan maklumat atau kebijakan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Kedua, kelompok ini cenderung mengkritik model dakwah Muhammadiyah yang dalam mempraktikkan ajaran dakwah amar makruf nahi mungkar dianggap kurang tegas alias lembek.
Menurut kelompok ini, dakwah Muhammadiyah terkesan apatis terhadap aksi kemungkaran yang terjadi masyarakat. Muhammadiyah dianggap terlalu mengutamakan amar makruf dari pada nahi mungkar.
Hal ini berbeda dengan model dakwah FPI yang dianggap lebih tegas dan berani dalam memerangi aksi kemaksiatan di masyarakat.
Ketiga, Mufi lebih suka gaya dakwah FPI dengan model aksi massa (demonstrasi) di lapangan atau dakwah model swipping sebagai wujud nahi mungkar.
Sementara gaya dakwah yang selama ini dipraktikkan oleh Muhammadiyah adalah dakwah pembinaan spiritualitas, pemberdayaan ekonomi, filantropi sosial-kesehatan, proses kesadaran melalui pendidikan, kritik solutif—melalui jihad konstitusi—secara konstitusional.
Namun model dakwah ini oleh Mufi dianggap kurang tegas dan berani karena perubahannya berlangsung lama.
Islam Transnasional
Secara umum, ideologi dan manhaj dakwah keagamaan FPI dengan Muhammadiyah memiliki perbedaan. Ideologi keagamaan yang diusung FPI secara geneologi terkait erat dengan ideologi Islam transnasional.
Menurut Prof Azyumardi Azra, gerakan Islam transnasional menjadikan ‘radikalisme’ keagamaan sebagai basis gerakan.
Ideologi semacam itu gampang diterima oleh masyarakat karena dianggap hal baru dan memberikan gambaran keagamaan baru, yang sebelumnya dianggap stagnan.
Gambaran di atas diperkuat oleh Prof Masdar Hilmy, bahwa ideologi radikalisme Islam memiliki potensi menyebar dan meremas secara halus dan samar tanpa diketahui secara pasti oleh kelompok lain, termasuk di Muhammadiyah.
Situasi tersebut tentu akan berdampak pada pergeseran karakter ideologis maupun sosiologis dakwah keagamaan di Muhammadiyah. Dan pada akhirnya dapat mengubah wajah keagamaan di Indonesia.
Muhammadiyah Rawan Diinfiltrasi
Fenomena Mufi, hemat penulis, disebabkan Muhammadiyah rawan dan gampang terinfiltrasi oleh ideologi Islam transnasonal. Penyebabnya, pertama, dengan menasbihkan sebagai organisasi pembaharuan Islam (tajdid), maka kecenderungan Muhammadiyah lebih terbuka dan responsif dengan isu-isu baru. Termasuk perkembangan gerakan dan ideologi Islam transnasional dari Timur Tengah.
Kedua, dengan mengusung gerakan pemurnian (tanzih)—yang secara subtantif mirip dengan ideologi yang diusung oleh gerakan Islam transnasional—kesempatan untuk terjadinya proses infiltrasi dan hegemoni sosio-ideologi di tubuh Muhammadiyah lebih terbuka.
Fenomena Mufi adalah dampak perebutan kuasa ideologi dan sosial antargerakan Islam. Artinya, para aktivis Muhammadiyah terbuka kemungkinan tertarik dengan ideologi lain, termasuk FPI, dan meninggalkan ideologi Muhammadiyah.
Kalau tahapan ini sukses, maka tahap selanjutnya adalah perebutan kuasa sosial. Maksudnya adanya penguasaan terhadap akses dan sumber sosial Muhammadiyah.
Fenomena infiltrasi ideologi sosio-keagamaan secara umum merupakan potret dari praktik perebutan pengaruh antara Muhammadiyah dengan gerakan lain di masyarakat, di antaranya FPI.
Perebutan dominasi kuasa ideologi dan sosial merupakan proses perebutan dominasi kebenaran ajaran keagamaan yang dianggap lebih benar dari pada ajaran keagamaan Muhammadiyah.
Efek dari proses perebutan kuasa ideologi dan sosial adalah terjadinya radikalisasi ideologi. Yakni gejala mengerasnya ideologi dampak dari proses perubahan paradigma pola pikir aktivis Muhammadiyah terhadap sistem dan karakter ideologi Muhammadiyah yang selama ini diyakininya.
Juga menyebabkan erosi ideologi di kalangan aktivis Muhammadiyah. Yaitu sebuah proses melemahnya komitmen dan militansi ber-Muhammadiyah.
Implikasi infiltrasi ideologi Muhammadiyah pada gilirannya dapat berdampak pada perubahan wajah Islam Indonesia. Yaitu perubahan karakter ideologi Islam Indonesia yang dikenal dengan moderat, tawasuth, tawazun—atau sering disebut ideologi Islam rahmatalilalamin—berubah wajah Islam Indonesia yang radikal, formalis, dan serba sama (homogenitas).
Semoga tulisan ini dapat dijadikan kewaspadaan Muhammadiyah. Selamat Milad Ke-111 Muhammadiyah. Semoga selalu memberi manfaat bagi semua makhluk di alam. (*)
Fenomena Muhammadiyah FPI, Editor Mohammad Nurfatoni.