Jomblo, sampai Kapan? Kolom ditulis oleh Ustadz Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
PWMU.CO – Bagi yang tidak jomblo ini bukan persoalan penting. Tetapi bagi yang jomblo ini soal penting. Bahkan ada yang menganggap amat penting. Itu bagian dari perjalanan hidup yang harus diselesaikan.
Orang melambangkan gadis dengan bunga. Sedangkan jejaka dilambangkan dengan kumbang. Mungkin simbol ini yang menyebabkan masa jomblo gadis waktunya terbatas.
Bunga yang segar dan harum bisa layu. Sedangkan kumbang tidak kenal layu. Masa jomblo itu harus sudah berakhir ketika bunga masih segar, belum layu. Kapan waktu bunga layu? Tidak ada batasan pasti. Biasanya batasan umur dan budaya lingkungan.
Ada gadis jumblo yang cemas ketika usianya terus merambat naik sedangkan kumbang belum ada tanda-tanda datang. Sementara yang lain ada yang tidak peduli kumbang datang atau tidak. Berumah tangga bukan tujuan utama. Biarkan mengalir seperti air. Andaikan tidak ada kumbang tidak jadi masalah. Kebahagiaan hidup tetap bisa diwujudkan.
Yang tidak kalah cemas ternyata orangtuanya, terutama ibunya. Banyak ibu-ibu yang gelisah ketika usia anaknya terus bertambah. Semetara jodohnya belum jelas. Kadang ketika menghadiri akad nikah para ibu mengambil bunga dari pengantin lalu diberikan kepada anaknya yang jomblo.
Katanya biar dekat jodohnya. Sebenarnya kegelisahan menjadi jomblo juga dirasakan jejaka. Banyak dari mereka yang gelisah karena belum menemukan pasangan yang dianggap pas. Sama-sama ingin dapat pasangan. Sayangnya belum saling ketemu.
Posisi Mapan
Posisi mapan bagi jomblo berbeda antara laki dan perempuan. Bagi laki-laki posisi mapan itu menguntungkan untuk mencari pasangan. Namun sebaliknya bagi gadis mapan. Bisa jadi ‘hambatan’.
Seorang gadis berkulit kuning dan berwajah cantik merasa susah dapat jodoh. Padahal kawan satu kamar ketika mahasiswa yang rupanya tidak cantik, berkulit agak gelap dan agak pendek malah sudah lama punya jodoh bahkan sudah punya anak.
“Karena kamu wanita mapan,” kata kawannya.
“Rupamu cantik, bahasa Inggris-mu bagus, pinter, pendidikan tinggi, punya rumah, punya jabatan, punya mobil. Kamu punya semuanya. Itu menjadi hambatan. Pria takut mendekti kamu.”
Gadis itu mendengarkan dengan heran.
“Kamu ingat ketika kamu mau S2 saya ingatkan cari jodoh dulu baru sekolah. Nanti sekolah tinggi bisa sulit cari jodoh. Tapi kamu cuma tertawa. Kamu bilang orang cari ilmu kok ditakut-takuti.”
Dia pernah berencana menikah pada usia 24 tahun. Lalu mundur 26 tahun, mundur lagi 28 tahun dan ketika usianya sudah kepala tiga jodoh belum juga datang. Padahal sudah banyak kriteria yang diturunkan.
Semula suami harus sarjana. Lalu turun asal terpelajar. Punya pekerjaan mapan, turun asal punya pekerjaan dan siap bekerja keras. Punya rumah. Kini dihapus karena dirinya sudah punya rumah. Masih banyak syarat lain yang turun atau dihapus. Namun jodoh tetap belum ada.
Tak Memilih Gadis Mapan?
Laki-laki tidak memilih gadis mapan karena banyak dari mereka yang tidak mau istri lebih unggul. Termasuk penghasilan. Sekurang-kurangnya sama. Jangan sampai jauh di bawah istri. Itu dianggap bisa mengurangi wibawa. Perannya sebagai pemimpin jadi berkurang. Bisa-bisa nanti menjadi suami takut istri. Sebenarnya itu ketakutan dalam bayangan saja. Dalam kenyatan tidak selalu begitu.
Lalu apa yang diinginkan suami? Ini perlu dicatat para istri. Suami ingin rumah yang digawangi istri adalah sebuah pelabuhan yang teduh. Ibarat kapal yang sedang berlayar, suami di luar rumah bertemu dengan berbagai macam gelombang.
Ada ucapan orang lain yang kasar. Ada mata melotot. Ada pandangan sinis dan sebagainya. Namun ketika suami pulang ke rumah dia dapati pelabuhan teduh. Tak ada lagi gelombang. Tak ada lagi angin topan. Yang ada hanyalah suasana yang melegakan hati.
Seperti dahulu ketika Rasulullah gelisah dan ketakutan setelah menerima wahyu. Ibu Khadijah menghibur, menentramkan dan menyelimuti. Dengan selimut itu yang hangat bukan hanya tubuh Rasulullah tetapi juga hati beliau.
Harapan Istri
Lalu apa yang diharapkan istri? Soal kesetiaan dan kasih sayang tentu suami istri saling membutuhkan. Tidak perlu dijelaskan di sini. Namun ada satu hal yang patut dipahamai para suami. Ini bagian dari kebutuhan rohani istri.
Seorang suami harus memiliki sesuatu yang bisa menjadi kebanggaan istri. Apakah bentuk kebanggaan itu? Apa saja! Mungkin kepandaian, atau fisik yang sehat, atau kekayaan, atau sikap suka menolong, atau popularitas atau kerendahan hati atau kejujuran dan masih banyak macam lagi.
Ketika istri arisan, dia bisa menyebut kelebihan itu dengan bangga. Atau orang lain menyebutnya dengan pujian. Ketika orang memuji kelebihan suami maka istri merasa itu juga memuji dirinya.
Ketika orang lain menertawakan suaminya, maka dia merasa itu menertawakan dirinya juga. Ini beda dengan suami. Ketika orang lain memuji istrinya, maka tidak begitu berpengaruh pada kebanggannya. Biasa-biasa saja. Kebanggan pada suami tidak harus karena harta. Bahkan jika tahu harta itu tidak halal, malah berbalik menjadi sumber cemooh.
Allah Sudah Menyiapkan Jodoh
Kembali soal jomblo. Cerita gadis cantik yang mapan itu akhirnya mendapat jodoh sebelum usianya kepala empat. Dia menikah dengan duren (duda keren), seorang dosen yang tanpa anak. Tetapi sebelum itu, gadis itu pasrahkan nasibnya kepada Allah sambil berdoa tekun setiap sepertiga malam. Kepasrahan dan doanya akhirnya terkabul.
Menurut al-Quran manusia itu sudah disiapkan Allah jodohnya. “Dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan.” (an-Naba 8).
Dalam ayat lain dinyatakan: “Dia menciptakan langit dan bumi dan menjadikan kamu dari jenismu pasangan-pasangan dan dari binatang ternak pasangan-pasangannya juga.” (as-Syura: 11).
Jadi setiap orang sudah disiapkan jodohnya. Seperti setiap orang juga sudah disiapkan rezekinya oleh Allah. Tetapi setiap orang harus berusaha mendapatkan rezeki itu. Tidak bisa hanya diam saja.
Ikhtiar Dapatkan Jodoh
Demikian juga dengan jodoh. Harus ada ikhtiar untuk menemukannya. Kita tidak tahu siapa jodoh yang disiapkan Allah untuk kita. Harus ikhtiar.
Bagi seorang gadis, yang paling bertanggung jawab mencarikan pasangan adalah orangtuanya. Tentu gadis itu juga boleh ikut berusaha. Bahkan sekarang lewat berbagai sarana komunikasi seorang gadis dan jejaka lebih cepat berlari mencari pasangannya sendiri daripada orangtuanya. Bahkan tidak mau dicarikan.
Semuanya boleh asalkan tidak melanggar ketentuan agama. Namun orangtua tetap punya tanggung jawab besar mencarikan jodoh untuk anaknya. Ini memang bagian dari tugas orangtua.
Ada kepercayaan di masyarakat kalau ingin jodoh gampang dianjurkan buang bunga di perempatan jalan. Maka perempatan menjadi kotor. Ini akibat kesalahan memahami pesan.
Orang dulu sering menyampaikan sesuatu dengan simbul. Maka pesan menaburkan bunga di perempatan artinya anak gadis kita (bunga) harus dikenal banyak orang.
Bagaikan bunga di perempatan bisa diketahui banyak orang. Kita aktif komunikasikan dengan kawan dan kenalan bahwa kita sedang mencari menentu yang shalih. Tidak perlu malu. Dahulu Rasulullah juga sering mencarikan jodoh pemuda dengan gadis anak para sahabat.
Namun jangan mencari jodoh karena motif dapat harta atau bangsawan. Rasulullah mengingatkan: “Barang siapa menikah karena derajat maka Allah akan membuatnya hina. Siapa yang menikah karena harta maka Allah menjadikan kefakiran. Siapa menikah karena rupa maka Allah akan menjadikannya jelek. Siapa yang menikah untuk mengendalikan mata, menjaga farji dan menyambung persaudaraan maka Allah melimpahkan barakah kepada pengantin pria dan wanitanya” (HR Tabrani dari Anas bin Malik)
Doa Meminta Jodoh
Selain ikhtiar tentu harus diiringi dengan doa. Seorang ibu bertanya apakah dalam agama ada doa untuk minta jodoh?
Biasanya para ustadz menjadikan tangisan Nabi Zakariyah kepada Allah sebagai doa minta jodoh. Doa Nabi Zakriyah itu berbunyi dalam al-Anbiya 89 itu adalah:
رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri. Dan Engkaulah (pemberi) ahli waris yang terbaik.
Ini doa Nabi Zakariyah meminta keturunan. Namun banyak ustadz yang menganggap baik juga untuk mohon jodoh. Permohonan Nabi Zakariyah minta tidak dibiarkan hidup seorang diri. Bisa karena tidak punya anak, Bisa karena tidak punya pasangan.
Menarik menyimak pengalaman seorang karyawan sekolah di Sidoarjo. Dia berdoa minta jodoh dengan bahasa Indonesia. Mula-mula dia merenung tentang keinginan yang paling prioritas.
Maka ditemukan dua hal. Mohon dimudahkan dapat jodoh dan dimudahkan memberangkatkan ibunya umrah.
Setiap malam hanya mohon dua itu saja. Tidak yang lain. Lalu ditutup dengan doa sapu jagat.
Tidak lama yang dikabulkan dulu ternyata jodoh. Kawan lama datang. Setelah berkali-kali apel akhirnya mengajak menikah. Dia sangat berhati-hati karena berkali-kali dikecewakan laki-laki.
Setelah menikah dimudahkan bisa memberangkatkan ibunya umrah. “Jadi fokuskan yang paling prioritas. Maksimal dua saja supaya bisa fokus. Jangan minta yang lain. Terus menerus saya sebut dua permintaan itu,” katanya.
Bagi yang jomblo bisa coba. Siapa tahu cocok. Doa mohon yang paling prioritas. Maksimal dua saja. Semoga dikabulkan! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.