Penanggalan Ibadah yang Kalah Populer ditulis oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.
PWMU.CO – Tanggal 1 Muharam adalah awal penanggalan Hijriah. Kelender yang didasarkan peredaran rembulan ini disebut juga kalender Islam.
Disebut bulan Islam karena tonggak awalnya didasarkan pada peristiwa penting dalam sejarah Islam. Yaitu hijrah Nabi Muhammmad SAW dari Makkah ke Madinah.
Selain itu—dan ini yang sangat penting—penanggalan Hijriah yang mengikuti peredaran bulan ini sangat berkaitan dengan penentuan waktu ibadah.
Karena itu sesungguhnya kelender Hijriah sangat penting dalam Islam. Sayangnya penanggalan ini tidak populer di kalangan umat Islam. Penanggalan ini kalah oleh dominasi kalender Masehi yang didasarkan pada matahari.
Sehari-hari kita gunakan kalender masehi untuk menjadwal kegiatan sehari-hari—selain untuk kalender akutansi dan pergantian musim. Karena itu, kita, umat Islam nyaris melupakan kalender bulan. Kalau tidak percaya, coba sebutkan 12 nama-nama bulan Hijriah secara berurutan!
Untungnya, organisasi Islam seperti Muhammadiyah masih menggunakan kalender ini. Misalnya, dalam surat-menyurat, meskipun tetap dibarengi dengan penanggalan Masehi.
Bulan Ibadah
Pentingnya penanggalan Hijriah ini disinggung al-Quran, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…” (al-Baqarah 189).
Kalender Hijriah adalah penanggalan ibadah. Pertama, penggunaan kalender ini untuk menentukan kapan ibadah haji—sebagai salah satu badah yang waktu dan tempatnya telah ditentukan oleh syariat—dilaksanakan. Yaitu tanggal 9,10,11,12, dan 13 bulan Zulhijah.
Kedua, puasa sebulan penuh bagi umat Islam diwajibkan pada bulan Ramadan, bulan ke-9 kalender Hijriah.
Ketiga, hari raya umat Islam juga berdasarkan bulan Hijriah. Yaitu Idul Fitri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Zulhijah).
Keempat, beberapa puasa sunah juga berdasarkan penanggalan ini. Yaitu puasa Arafah (9 Zulhijah), puasa as-Syura (9 dan 10 Muharam), dan puasa Ayyamul Bidh setiap tanggal 13, 14, dan 15.
Bulan Haram
Kelima, ada empat bulan yang disebut bulan Haram. Yaitu bulan Muharam, Rajab, Zulqaidah, dan Zulhijah. Bulan haram dijelaskan Allah dalam al-Quran dan diperinci oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus.
Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (at-Taubah 36)
“Zaman (masa) terus berjalan dari sejak awal penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan di antaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan, yaitu Zulqadah, Zulhijah, dan Muharam serta Rajab yang berada antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban,” (HR al-Bukhari No 2958).
Menurut Al-Qodhi Abu Ya’la, ada dua alasan dan dua makna mengapa Allah SWT menamakannya bulan haram. Pertama, pada bulan itu diharamkan berbagai pembunuhan atau perbuatan keji lainnya.
Kedua, pada bulan itu pula diharamkan melakukan tindakan dan perbuatan haram. Perintah ini lebih ditekankan dari pada bulan lainnya karena kemuliaan bulan tersebut. Sebaliknya, pada bulan haram, dianjurkan untuk lebih memperbanyak perbuatan baik dengan melakukan amalan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Bulan Rahmatan lil Alamin
Menurut Nurcholish Madjid, dengan mengikuti perhitungan rembulan, maka suatu ibadat seperti puasa dan haji akan beredar ke seluruh musim. Suatu saat jatuh pada musim panas, dan saat lain jatuh pada musim dingin, secara bergiliran.
Menurutnya, ini terkait erat dengan desain Islam sebagai agama seluruh umat manusia. Tidak peduli di mana mereka hidup: apakah di belahan bumi utara atau di belahan bumi selatan.
Sebab kalau seandainya ibadat puasa misalnya ditetapkan menurut jadwal kalender matahari, sebutlah, umpamanya, pada bulan Desember, maka akan terjadi ketidakadilan yang cukup mencolok.
“Orang-orang Muslim di belahan bumi utara akan selalu berpuasa di musim dingin yang sejuk dan pendek, dan orang-orang di belahan bumi selatan akan selalu berpuasa di musim panas yang panjang dan gerah,” tulisnya dalam bukunya Pintu-Pintu Menuju Tuhan.
Tetapi dengan digunakannya sistem peredaran rembulan sebagai patokan, maka semua orang di semua tempat, dalam siklus tiga puluh tahun, akan pernah merasakan berpuasa dalam satu musim.
Menurut Nurcholis Madjid, kalender rembulan adalah perhitungan waktu yang alami dan wajar. Berdasarkan gejala alam yang tampak jelas di langit.
Karena itu dalam bahasa Arab ‘bulan’ disebut ‘syahr‘, yang artinya ‘tampak’ atau ‘penampakan’ (ingat kata-kata Arab masyhur yang artinya ialah ‘yang tampak’, jadi ‘yang terkenal’), karena penghitungan siklus itu dimulai dari tampaknya bulan sabit atau hilal.
Mari kenali dan gunakan lagi kalender Hijriah. Sebab, kini penanggalan ibadah itu kalah populer.
Selamat Tahun Baru 1442! (*)