Keren, Indonesia Punya Omnibus Law oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu
PWMU.CO-Omni Bus adalah jenis kendaraan pertama kali dibuat Perancis tahun 1820 yang bisa mengangkut apa saja. Penumpang yang banyak, berikut semua barang, apa saja bisa masuk dan muat. Itulah bus Omni, pengangkut berbagai jenis keperluan. Termasuk perut yang bisa makan semua juga disebut omni.
Omnibus Law adalah satu paket hukum yang muat banyak undang-undang. Atau satu paket undang-undang yang di dalamnya melingkupi berbagai undang-undang terkait. Jadi betapa rumitnya karena harus menyinkronkan ribuan pasal dalam satu kemasan.
Saya bisa membayangkan betapa rumitnya pengajuan satu RUU Omnibus Law. Terutama sewaktu menyusun rancangannya. Misalnya Omnibus Law Cipta Kerja ini. Ada lebih dari 76 UU berada dalam satu bus itu. Total berisi 1.203 pasal.
Lepas dari pro kontra, Omnibus Law sebenarnya adalah kerja besar, kerja hebat yang genius, meski di sana-sini banyak tumpang tindih dan overlap. Belum lagi tentang siapa yang ada di balik layar. Sebab lazimnya hukum dibuat untuk melindungi dan menjaga harmoni berbagai lapis kelompok pressure. Sebut saja para cukong, para preman, para politisi, penguasa dan segala yang mengitari.
Nah, Omnibus Law itu apakah representasi negara congkak atau konsolidasi ketika negara tak mampu melakukan ekspansi. Sampai di sini maka semua sedang diuji.
Menghitung Risiko
Saya yakin Presiden Jokowi sudah menghitung risiko politik akibat Omnibus Law yang sarat beban itu, termasuk risiko ambruk karena jatuh oleh lawan politik. Juga reaksi negatif banyak orang protes dan demonstrasi buruh.
Rezim ini berani mati saya bilang, dan tak takut kehilangan tahta apalagi jabatan, dan itu mungkin yang saya bilang keren. Mungkin karena status politik sangat kuat. Legislatif sudah bisa dijinakkan. Apalagi yudikatif.
Tak banyak negara yang berani pakai fasilitas Omnibus Law. Amerika pernah sekali tahun 1950 mengajukan The Omnibus Appropriations Act. Negara lainnya Kanada, Jerman, Suriname, Vietnam, dan Filipina. Karena itu Indonesia keren karena sangat berani meski dengan risiko besar. Taruhannya sangat besar. Sukses belum tentu dipuji, tapi hujatan dan caci maki sudah pasti, dengan risiko jatuh atau terguling.
Sejatinya paket Omnibus Law sedang membuka berbagai pintu masuk bagi oposisi untuk melawan. Tapi tiap pemimpin punya gaya. Kalau hari ini ada demonstrasi besar-besaran ke Istana Presiden, cukup diselesaikan dengan pulang kampung ke Solo atau meresmikan proyek ke tempat lain.
Betapa susahnya memimpin di sebuah negeri yang elite dan rakyatnya rewel dan banyak mau. Diperlukan keahlian tingkat dewa untuk sekadar menyinkronkan di sebuah forum yang hanya dihadiri 11 atau 12 orang pakar.
Lantas bagaimana menjelaskan Omnibus Law kepada sekitar 269 juta orang lebih penduduk Indonesia dalam satu paket hemat. Tapi itulah pekerjaan seorang presiden jadi silakan dinikmati apa adanya. (*)
Editor Sugeng Purwanto