Orang Jawa Mencintai Nabi saw oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Orang Jawa dan kesadaran iman. Ada beberapa yang tak paham. Kreativitas kerap dipadankan bid’ah. Cara pandang sempit karena tak paham pola pikir dan cara pandang.
Apa ada korelasi lomba makan kerupuk, balapan karung dan Maulid Nabi saw. Sebagaimana bingungnya saya memahami bumbu rawon yang terdiri dari kumpulan rempah yang tidak enak bila dimakan sendiri-sendiri atau terpisah. Siapa sangka jika keluwek yang super sepet itu menjadi unsur terpenting dalam bumbu rawon. Orang Jawa memang cerdas termasuk dalam menikmati cara beragama. Memilliki taste dan cita rasa tinggi.
Yang saya pahami dari orang Jawa adalah kesukaannya pada simbol-simbol. Dan itu terbawa saat mereka memahami dan mengamalkan Islam. Lihat saja bagaimana orang Jawa memahami konsep tasyakuran.
Beragam cara bisa dilakukan. bisa kenduri, tumpengan, sepasaran, selapanan atau pendhak. Ini bukan soal teologis tapi tak lebih sekadar kreativitas dan seni memahami rasa syukur kepada Allah tabaraka wataala. Dan tak perlu dalil karena masuk pada wilayah ghairu mahdhah, dan orang Indonesia punya cita rasa tinggi untuk mencintai Nabi Muhammad saw.
Akan halnya Maulid Nabi saw menjadi urgen ketika Islam mulai tenggelam oleh manhaj dan pandangan lain. Islam mulai tertutupi, Nabi Muhammad juga mulai tertandingi. Al-Quran sebagai bacaan kalah bersaing dengan status dan meme. Artinya orang lebih suka baca status dan meme ketimbang al-Quran. Boro-boro dijadikan tuntunan apalagi pedoman hidup. Al-Quran hanya pajangan di rak-rak sempit berdebu.
Wajib Maulid
Realitas umat Islam memprihatinkan. Banyak masjid mewah tapi sepi pengunjung. Beberapa muslim sudah shalat tapi jauh dari perilaku agung Kanjeng Nabi saw bahkan malah berlawanan. Banyak paradoks antara pengakuan Islam dengan realitas umat Islam. Antara ajaran dan realitas kehidupan.
Islam hanya tinggal nama. Al-Quran hanya tinggal suhuf. Muhammad saw hanya pembawa risalah. Anak-anak kecil bahkan remaja lebih tahu hari ulang tahun pacarnya ketimbang hari kelahiran Nabi Muhammad saw.
Melihat realitas umat Islam demikian saya malah berpandangan peringatan Maulid Nabi saw menjadi wajib. Untuk kembali mengenalkan Muhammad saw sebagai uswah atau teladan. Kita bergerak bersama mengampanyekan keteladanan Nabi saw agar tak kalah dengan politisi, artis, pengacara atau lainnya.
Lewat pengajian, halaqah, majelis atau media lainnya. Kita hidupkan kembali sunah-sunahnya yang tertutup oleh tahayul, bid’ah dan khurafat. Kita berpandang bahwa Nabi saw adalah satu-satunya. Kita gelorakan semangat cinta nabi kepada semua umat dari anak-anak hingga orang tua.
Kita ramaikan surau dan masjid kita. Agar musuh Islam bergetar. Dibacakan Sirah Nabi di surau, di masjid, dan di manapun berada. Semoga dengan peringatan maulid ini ghirah umat Islam kembali bangkit bergelora. Meredam konflik akibat selisih kecil-kecil. Kemudian kita akhiri dengan kenduri nasi kuning dan opor ayam dimakan bersama. (*)
Editor Sugeng Purwanto