Jangan Puas Jadi Kepompong sebelum Berubah Kupu-Kupu, kolom ditulis oleh Ichwan Arif guru SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik.
PWMU.CO – Kalau kita sudah merasa puas menjadi kepompong, ibaratnya, maka dalam diri kita sudah kehilangan effort (upaya) menjadi diri sukses menjadi kupu-kupu. Kepompong diibaratkan sebagai ‘produk setengah jadi’ sebelum menjadi kupu-kupu.
Kupu-kupu yang merupakan serangga tergolong dalam ordo Lepidoptera adalah ‘produk berhasil’. Dia telah melakukan proses panjang untuk menjadikan diri memiliki sayap warna-warni. Diri pembelajar harus memiliki mental yang sama dengan proses kepompong menjadi kupu-kupu.
Apa itu? Tidak ada rumus menyerah sebelum yang dicita-citakan, yang diinginkan berada di genggamannya. Tetap bertahan ‘melawan’ tembok bernama kegagalan. Tidak menjadi diri lembek, takut, apalagi mlempem dan baperan ketika di depannya ada tembok penghalang tinggi dan tebal.
Sering kali mental block muncul pertama yang memberikan energi negatif. Muncul penolakan, bentuk penyangkalan sehingga ketakutan, sifat pesimis, maupun menyerah sebelum melakukan apa-apa itu merasuk dalam diri. “Maaf, saya tidak sanggup lagi!” mungkin kalimat yang muncul awal dari kuatnya mental ini meraja dalam diri.
Mental seperti Spongebob
Menjadikan diri tanggung saat gagal itu sangat luar biasa. Kalau karakter itu melekat pada diri kita, super sekali. Karakter ini sangat berat, apalagi ketika gagal dideskripsikan secara rinci sampai keterpurukan dan kerugian finansial segala. “Berat Bro!”
Memang, kegagalan itu menyakitkan. Maka, karakter dirilah yang memiliki peran. Apakah menyerah, bangkit, atau malah dicuekin saja?
Bangkit dari kegagalan harus banyak ‘belajar’ dari film kartun. Tidak ada cerita tokoh kartun yang mati terkena kondisi ekstrim. Meskipun ketiban batu sebesar gunung pun, dia akan bangkit dan hidup lagi. Spongebob, semisal. Meskipun dia dipenyet, digilas, diinjak-injak, dan dibuat babak belur, hanya dengan hitungan detik, dia bangkit kembali.
Kita pun juga harus seperti itu. Tidak dikalahkan dengan kegagalan. Harus memiliki motivasi untuk bangkit. Pilih strategi dan langkah berbeda dan terarah untuk menemukan celah dan pintu agar bisa menemukan jalan sukses.
Ubah Arah Kegagalan
Tidak semua orang pingin gagal. Jadikan prinsip, ketika gagal itu benar-benar dialami, maka, anggap itu sebagai sumber belajar. Orang sukses di luar sana juga pernah mengalaminya walaupun luput dari pantauan, karena kita lebih sering mendengar berita suksesnya semata.
Menjadi diri sukses itu karena berhasil mengubah arah kegagalan. Kompas kegagalan diarahkan ke jalur yang benar. Kegagalan dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk melakukan percobaan ulang dan strategi baru.
Gagal dijadikan sebagai media untuk mengolah dan mengasah kemampuan insting. Melatih mental supaya lebih siap dan yang tidak kalah penting agar tidak salah di tempat yang sama.
Dibutuhkan Orang yang Memarahi
Gagal itu berat, jangan ditanggung sendiri. Lakukan sharing dengan orang lain, terutama dengan mentor yang punya pengalaman. Ketemu dengan mentor tidak harus tatap muka. Bisa dilakukan secara virtual, daring, chatting, atau membaca biografi.
Keberadaan dia sangat dibutuhkan dan membantu. Terutama sebagai imun untuk bangkit dari keterpurukan. ‘Nasihat’ mereka yang bisa menjadi gandengan tangan sekaligus tuntunan untuk bisa kembali jalan, bergerak, maupun berlari.
Selain kehadiran mentor, orang yang memarahi pun kadang dibutuhkan ketika kita ada di bawah. Kehadiran dia bisa menegur dan memberitahu letak kesalahan. Mereka memberikan aba-aba ketika berada di jalur yang salah. Kehadiran dia sangat penting. Marah dan tegurannya bukan semata-mata menjatuhkan tetapi karena sayang.
“Dia adalah partner kita. Sumber kekuatan kita.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.