PWMU.CO – Ni Luh Putu, mualaf dari Jembrana Bali yang memilih berkiprah di Lazismu sebagai jalan ber-fastabiqul khairat disampaikan melalui voice note pada PWMU.CO, Ahad (15/11/20).
Perempuan bernama lengkap Ni Luh Putu Yunita Prihantini (46 Tahun) mulai kecil sampai kelas XI SMA mengikuti agama leluhurnya yakni Hindu. Lahir di Kacamatan Negara Kabupaten Jembrana Bali ini baru pada tahun 2005 berubah kepercayaan menjadi muallaf.
Nita, sapaan akrabnya, saat sekolah di SMA Negeri Negara, mengalami sakit yang tidak biasa yaitu penyakit nonmedis. Sudah dibawa berobat kepada orang sakti di daerahnya.
Kemudian berdasarkan kesepakatan keluarga, Nita dirawat oleh pamannya beragama Muslim. Di sinilah Nita mulai mengenal agama Islam dan sudah mulai tumbuh ketertarikan pada agama Islam. Nita yang sebelumnya tidak tahu apa itu Islam kecuali saat bom Bali sehingga pada saat itu yang diketahui Islam itu adalah teroris.
Mendengar Kumandang Azan
Selama dalam perawatan pamannya itu, keyakinan beragama Nita mulai luntur. Ditambah lagi saat mendengar suara orang mengumandangkan seruan tidak jelas tapi membikin hatinya tenang dan rasanya ingin bersujud. Setelah mendengar seruan itu, Nita bertanya kepada pamannya, seruan itulah yang dikenal dengan azan.
“Pada saat mendengar seruan itu, saya berhenti total dari semua aktivitas dan hanya menikmati suara itu,” ucapnya yang memiliki nama Muslimah: Yulia Hasan.
Tidak berapa lama, penyakit Nita sembuh dan kembali ke rumah orangtua. Sampai ketika lulus SMA dan masuk perkuliahan Nita tidak mengalami hal aneh lagi. Namun, saat kuliah Nita mendapat julukan dukun cantik dari negara, yang menurut sebagian teman, Nita ini aneh sering mengomongkan soal ritual agama Islam yang tentu saja asing di kalangan teman kuliah yang didominasi Hindu.
Usai kuliah, Nita keluar masuk di perusahaan hingga pada tahun 2005 masuk di Perusahaan Daerah Jembrana Bali. Pada saat bekerja di sebuah Perusahaan Daerah, Nita dipercaya perusahaan namun ada hal yang membuat Nita harus pulang ke Negara hal ini karena permintaan orang tua.
Setelah undur diri dari pekerjaan, Nita pulang ke rumah orangtua lagi di Negara. Pada saat itulah Nita sering bermimpi mencium batu hitam legam yang pada saat ditanyakan papanya juga tidak tahu. Akhirnya, pada hari ke-3 mimpinya, papa Nita mencari informasi ke pamannya yang dahulu mengobatinya. Yang akhirnya mendapat jawaban itu adalah batu Hajar Aswad yang ada di Mekkah.
“Mungkin anakmu adalah bagian dari umat Muslim,” kata pamannya.
Mulai Mencari Tahu Islam
Tak berapa lama, Nita kembali bekerja di perusahaan daerah. Namun setelah kejadian itu, dia mulai goyah dengan agama lamanya dan mulai mencari tahu tentang agama Islam dengan membaca dan berdiskusi dengan paman serta seorang ustadz.
“Hingga suatu saat, ketika membaca kitab Hindu ada statement yang membuat janggal di pikiran saya. Statement tersebut mengatakan hanya orang bodoh yang menyembah sesuatu yang tidak Maha Kuasa dan itu berbanding terbalik dengan tujuan umat Hindu, yakni untuk mencapai moksa dalam artian tidak akan kembali ke dunia. Namun, kenapa ada dogma reinkarnasi jika tujuannya adalah moksa,” ujarnya.
Menurut Nita ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Setelah membaca itu, keyakinan Nita semakin goyah dengan agama lamanya.
Dengan bekal sedikit pengetahuan tentang Hindu, Nita mulai sering sharing dengan saudara Hindu untuk menanyakan hal itu. Namun jawaban yang mengecewakan sering didapatkan. Bahkan kakeknya yang seorang mangku di pura keluarga besarnya mengatakan kamu masih kecil dan kamu belum suci. Sebelum membaca kitab tersebut harus mewinten atau pembersihan terlebih dahulu.
“Jika kamu teruskan membaca itu, padahal kamu belum cukup mengetahui dasar-dasar Hindu dengan kuat, bisa gila kamu,” ucap kakek, ditiru Nita.
Mendengar ucapakan tersebut, aneh menurut Nita. Jika kitab suci yang berisi pengetahuan tidak bisa di nalar dengan akal pikiran manusia dan hanya percaya dogma saja.
Mimpi Membawa Mukena
Ketika melakukan sharing dengan saudara yang Muslim, jawaban berbeda dan lebih masuk akal didapatkan. Di antaranya adalah dosa seseorang itu hanya diterima orang tersebut dan kehidupan di dunia ini hanya sementara, yang kekal adalah kehidupan akherat.
Selain itu, diperkenalkannya hal-hal baik sejak kecil antara lain saat bayi sudah mulai didengarkan suara azan dan bacaan kitabnya yakni al-Quran. Pada saat itu, Nita tetap pada agamanya yang semakin goyah dan bimbang.
Karena merasa tidak lagi memiliki keyakinan di Hindu, akhirnya Nita mencari keyakinan di tempat Datuk yang beragama Muslim.
“Selama sepekan di sana saya selalu bermimpi tentang nenek moyang buyut yang datang membawa sesuatu. Di malam pertama mimpi dibawakan mukena, malam kedua dibawakan tasbih, dan malam ketiga ketiga dibawakan al-Quran,” katanya.
Selama di rumah Datuk, Nita mulai belajar kalimat syahadat, Rukun Iman dan Rukun Islam. Pada hari ke-4, setelah Ashar Nita berucap kepada Datuk supaya jangan dilepas dan minta dibimbing untuk menjadi umat Rasulallah.
Akhirnya, setelah Maghrib Datuk mengajak Nita ke rumah seorang ustadz untuk membaca kalimat syahadat. “Saat itu hati dan jiwa saya tenang damai, walau saya tahu orangtua akan sangat kecewa karena posisi saya pindah keyakinan saat masih gadis,” ucapnya sambil terisak-isak.
Karena sesuatu hal, akhirnya Nita meninggalkan Bali untuk bekerja di Bogor. Namun, karena masih ada permasalahan di pedusahaan Daerah maka dia harus kembali ke Jembrana. Kepulangan dari Bogor, Nita tinggal di rumah kakek untuk menjaga dan merawatnya.
Kenapa di Muhammadiyah?
Nita menjelaskan usai kembali dari Bogor dia bertemu seseorang yang dianggap mengerti tentang Islam, yang kebetulan adalah salah seorang pimpinan Muhammadiyah di Jembrana. Karena masih sedikit mengenal Islam, maka kesempatan untuk lebih jauh tahu tentang Islam bisa didapatnya.
“Saya menganggap beliau ini guru spiritual,” ucapnya.
Setelah menikah, hubungan dengan guru spiritual semakin akrab karena merasa nyaman ada suami yang mendampingi.
Sampai pada tahun 2017 saat Lazismu Jembrana berdiri, Nita diminta membantu semampunya. Hal ini karena Nita masih terikat dengan Perusahaan daerah. Di Perusahaan Daerah, Nita menduduki jabatan sebagai Kepala Bagian Tata Usaha dan Personalia. Karena jabatan inilah, Nita kewalahan dan tidak tenang dalam melaksanakan ibadah. Oleh karena itu Nita memilih keluar dari Perusahaan Daerah.
Sampai pada tahun 2018, Nita mengalami cobaan yang berat, suaminya meninggal. Pada saat itu Amil Lazismu berdatangan untuk memberikan support kepada Nita, yang sampai sekarang masih diingatnya.
“Mbak Nita tidak sendiri, ada kami di belakangmu. Ayo berfastabiqul khairat melalui Lazismu.”
Sejak itu, Nita mencurahkan segala yang dimiliki untuk Lazismu.
”Karena tanggung jawab sebagai Kepala Kantor Lazismu itu berat apalagi di daerah yang berpenduduk yang minoritas Islamnya. Saya berjanji siap mengembangkan dan membangun Lazismu Jembrana agar dikenal di seluruh dunia,” ujarnya.
Meskipun sudah menjadi mullaf, Nita tetap menjaga hubungan keluarga yang nonmuslim. Contohkan saat hari raya agama Hindu, dia masih menghadiri sebagai bentuk silaturahim, kendati tidak mengucapkan selamat. (*)
Penulis Hendra Pornama. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.