Guru Penerus Risalah Kenabian, opini M. Shofi, guru Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 3 (Muga) Sumberrejo, Bojonegoro.
PWMU.CO – Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Penetapan HGN oleh pemerintah sebagai bentuk perhatian dan apresiasi terhadap guru. Ini tentu dapat dipahami sebagai komitmen untuk mengangkat derajat guru.
Guru dalam perspektif Jawa biasa dimaknai dengan “digugu lan ditiru” (dipercaya dan diteladani). Maka bisa dikatakan bahwa guru merupakan sosok mulia di bumi. Sosok yang diharapkan mampu menjadi lentera yang mewariskan energi positif bagi anak bangsa, dan melahirkan kader umat dan bangsa yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa.
Guru harus melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran, terutama selama pandemi ini dengan keterbatasan ruang dan waktu. Maka strategi pembelajaran guru menjadi penting dalam penentuan ketercapaian materi ajar.
Di tengah wabah Covid-19, kehadiran dan peranan guru sangat dibutuhkan baik dalam pembelajaran daring, luring, atau blended learning. Agar tujuan pendidikan dapat terwujud dan dirasakan peserta didik.
Dwifungsi Guru
KH Ahmad Dahlan pernah berujar “Jadilah guru sekaligus murid”. Ini bermakna menjadi guru berfungsi menyebarkan gagasan perbaikan hidup berdasarkan Islam kepada semua orang. Sementara dengan menjadi murid, guru harus membuka diri belajar kepada siapa pun dan di manapun untuk menambah ilmu.
Gagasan dwifungsi guru dalam perspektif KH Ahmad Dahlan ini menunjukan guru berperan sebagai subjek sekaligus sebagai objek pendidikan. Maka guru harus aktif dan mengembangkan eksistensinya dalam pendidikan.
Petuah Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara pernah berujar Ing ngarsa sang tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Maka yang harus dilakukan oleh guru, Pertama, memberi keteladanan, membiasakan berkarakter positif, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, dan percaya diri. Serta mampu berinteraksi dalam pergaulan di lingkungannya dan sebagai bagian dari kehidupan sosial manusia.
Di sisi lain, guru adalah seorang public figure, yang harus menunjukan eksistensinya. Dengan begitu seorang guru tidaklah hanya sebagai transfer of knowledge melainkan juga sebagai teladan utama atas segala kebaikan.
Kedua, seorang guru juga diharuskan senantiasa memberikan motifasi kepada peserta didiknya. Guru ibarat matahari, hadirnya menjadi energi yang dibutuhkan seluruh kehidupan, eksplorasinya menjadi lentera yang menerangi alam dan ekspektasinya melahirkan kader yang tangguh untuk umat dan bangsa.
Guru tidak hanya pinter, tapi juga bener. Yakni, tidak sekadar pandai, tapi juga benar dalam bertutur kata dan bersikap sebagai pribadi, dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai implementasi dari ing madya mangun karsa.
Ketiga, seorang guru juga harus menjadi motivator. Sosok yang mampu menumbuhkembangkan segala potensi peserta didiknya, membawanya kepada kebaikan, baik dalam perspektif keilmuan maupun keilahian (kognitif, afektif, dan psikomotorik), sebagai modal anak didiknya untuk hidup di tengah-tengah umat.
Penerus Risalah Kenabian
Maka sangatlah benar jika Islam memandang guru sebagai penerus risalah kenabian, yaitu sosok yang meneruskan dakwah Nabi Muhammad SAW. Sosok yang dalam al-Quran termasuk komunitas yang akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
Seperti yang dijanjikan-Nya dalam surat al-Mujadalah ayat 11: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Maka berbangga dan berbahagialah seluruh guru Indonesia. Karena pada HGN ini, engkau berikan yang terbaik untuk bangsa dengan tetap eksis memberi arti dan warna dalam mencetak generasi bangsa.
Selamat Hari Guru, tetap mengabdi untuk bangsa!
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.