PWMU.CO– Pemikiran al Gazali dalam bukunya Tahaafut al-Falasifah beberapa di antaranya mempunyai kesejajaran dengan teori kuantum. Gagasam kuantum bukanlah gagasan sekuler yang menjauhkan umat dari Allah, melainkan gagasan yang sesuai dengan teologi atau kalam al-Asy’ari.
Demikian dijelaskan Prof Agus Purwanto DSc dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar fisika di Gedung ITS Surabaya, Rabu (25/11/2020).
Orasi ilmiah yang dia bacakan dalam Sidang Terbuka Dewan Profesor ITS berjudul Teori Kuantum: Dari al-Ghazali hingga Einstein, dari Kehendak Bebas Tuhan hingga Teleportasi Multi-Qubit.
Teori kuantum menyebutkan realitas tidak sepenuhnya independen dari pengamatan. Satu fenomena bukan menjadi fenomena sampai ada yang menafsirkannya.
Teori ini dikembangkan oleh Albert Einstein pada abad 20, menurut Agus Purwanto, sebenarnya telah didahului oleh al-Ghazali dan Abu Bakar al-Baqillani sembilan abad yang lalu sebelum para fisikawan Eropa menemukan gagasan dunia kuantum.
”Dengan penjelasan ini diharapkan umat Islam yang mayoritas muslim sunni pengikut kalam al-Asy’ariy menjadi tertarik pada ilmu pengetahuan khususnya fisika kuantum,” ujar dosen Departemen Fisika Fakultas Sains dan Analitika Data ITS Surabaya ini.
Menolak Hukum Sebab Akibat
Buku Tahaafut al-Falasifah yang berarti kesesatan kaum filsuf ditulis oleh Imam al-Ghazali untuk menolak pemikiran neo-Platonik dan Aristotelian yang dipakai dasar filsuf muslim di abad 11. Aliran filsuf Yunani ini menentang teologi ortodoks Islam.
Al-Ghazali yang dikenal sebagai pengikut sekaligus juru bicara kalam al-Asy’ariy menolak keberadaan hukum sebab-akibat, kausalitas yang dianut para filsuf Platonik dan Aristotelian.
”Menurut al-Gazali, yang selama ini diyakini sebagai sebab dan akibat tidaklah niscaya atau kepastian. Keduanya saling bebas, yang satu tidak meniscayakan yang lain. Ini tidak meniscayakan itu dan itu pun tidak meniscayakan ini. Keberadaan sesuatu tidak meniscayakan keberadaan yang lain, pun ketakberadaan yang satu tidak meniscayakan ketakberadaan yang lain,” jelas Gus Pur, panggilan akrab Agus Purwanto.
Dia menjelaskan, lebih gamblangnya menurut pemikiran al Gazali, tidak ada hubungan antara haus dan minum, kenyang dan makan, kebakaran dan bersentuhannya api, cahaya dan terbitnya matahari, kematian dan terpenggalnya leher, kesembuah dan minum obat dan sebagainya hingga semua yang tampak berhubungan dalam kedokteran, astronomi, rekayasa dan seni.
”Artinya, orang bisa hilang dahaga tanpa minum, bisa kenyang tanpa makan, bisa terbakar tanpa bersentuhan dengan api dan sebaliknya bisa tidak terbakar meski bersentuhan dengan api. Api tidak membakar. Makhluk bisa hidup meski terpenggal lehernya. Tidak ada sebab akibat,” jelas wakil ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Bila kita simak dengan seksama, sambung dia, ketiadaan kausalitas ala al-Ghazali ini menemukan relevansinya di dalam fisika kuantum. Keadaan pasti sistem kuantum tidak dapat diketahui dengan pasti kecuali kemungkinannya.
Seperti contoh terdahulu, posisi elektron atom hidrogen tidak dapat diketahui dan hanya diketahui kemungkinannya yang terepresentasi melalui kabut elektron. Prinsip ketaktentuan Heisenberg tidak memungkinkan keadaan saat ini suatu sistem diketahui secara pasti dan bersamaan, demikian pula keadaan di masa mendatangnya.
Tuhan Berkehendak Bebas
”Tidak ada kausalitas deterministik. Semua itu terkait sebagai akibat dari takdir Allah yang mendahului eksistensinya. Jika yang satu mengikuti yang lain itu disebabkan Allah telah menciptakan keduanya dalam pola keterkaitan, bukan karena hubungan itu dalam dirinya sendiri merupakan keharusan. Api hanya akan membakar kapas jika Allah menghendaki api membakar. Allah pun dapat menciptakan rasa kenyang tanpa makan, hilang dahaga tanpa minum,” tuturnya.
Menurut pemikiran al-Asy’ari, dorongan hebat di balik tindakan Tuhan adalah ”apa yang diinginkan-Nya” dan ”karena kehendak-Nya”. Penerapan prinsip ”karena kehendak-Nya” pada aktivitas Tuhan di alam melahirkan gagasan occasionalism yang didefinisikan sebagai kepercayaan akan kemahakuasaan Tuhan dalam kesendirian-Nya.
”Tuhan terlibat langsung dalam penyelenggaraan alam semesta, dan keterlibatan langsungnya pada peristiwa-peristiwa di alam semesta dipandang sebagai manifestasi lahiriah kesempatan-Nya (occasion),” kata dia menerangkan.
”Implikasi occasionalism ini adalah segala sesuatu dan segala peristiwa di alam semesta secara substansial bersifat terputus-putus dan saling bebas. Tidak ada kaitan antara satu peristiwa dan peristiwa lain kecuali melalui kehendak ilahi. Di dalam perspektif kesewenang-wenangan Tuhan ini bila persitiwa A terkait atau berhubungan dengan peristiwa B, hubungan ini tidak terjadi secara alamiah tetapi karena Tuhan menghendaki demikian,” ucapnya.
Menghidupkan Ilmu Agama dan Sains
Dikatakan, pemikiran al Ghazali ini berikhtiar menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama (naqli) yang terancam oleh ilmu-ilmu rasional (‘aqli). Tahaafut al-Falasifah menolak tiga pandangan yang divonis sesat dan kafir oleh Gazali. Tiga pandangan itu adalah keabadian alam, ketidaktahuan Tuhan pada juz’iyah (particular) dan kebangkitan jasmani.
Pemikiran al Gazali ini akhirnya menjadi dominan dalam pengembangan ilmu hingga saat ini. Tudingan kafir al-Ghazali kepada para filsuf membangkitkan antipati bahkan permusuhan umat pada filsafat dan ilmu-ilmu rasional lainnya seperti fisika, metafisika, psikologi dan sebagainya.
”Filsafat tidak lagi dilihat kecuali dengan rasa curiga. Di beberapa tempat filsafat bahkan dilarang. Singkat kata, ikhtiar al-Ghazali menghidupkan ilmu agama sangat berhasil, tetapi dibarengi dengan sirnanya disiplin ilmu filsafat dan cabang-cabangnya serta diikuti melorotnya tradisi keilmuan rasional yang menyertainya,” katanya.
Menurut Agus Purwanto, perlu ikhtiar menghidupkan kembali ilmu-ilmu rasional juga harus menggunakan pendekatan dan argumen agama. Ilmu-ilmu rasional astronomi, biologi, fisika, kimia dan terapannya bukanlah ilmu profan (sekuler) melainkan pesan dan tugas keagamaan. Ikhtiar mempertemukan sains khususnya fisika teori dan agama atau membahas sains dengan bahasa dan pendekatan agama.
Gagasan ini dia tulis dalam buku Ayat-ayat Semesta dan Fisika Kuantum. Kemudian direalisasi dalam bentuk pesantren sains Trensains di SMA Muhammadiyah Sragen dan SMATrensains Jombang yang memadukan kurikulum pesantren dengan ilmu sains. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto