PWMU.CO – Self Study, cara mudah tingkatkan belajar siswa. Hal itu diungkapkan oleh Associate Professor pada STEM Education Research Centre (SERC), Faculty of Education University of Canberra Australia Sitti Maesuri Patahuddin PhD.
Sitti menyampaikannya saat menjadi Keynote Speach pada Universitas Muhammadiyah Gresik
Engineering, Social Science and Health International Conference (UMGESHIC) 2020 yang digelar secara virtual, Rabu (9/12/2020).
Menurut Sitti, sapaan akrabnya, dengan adanya pandemi Covid-19 yang tidak kunjung mereda, dunia pendidikan menghadapi tantangan yang cukup besar.
“Materi penelitiannya saya berjudul Using Self-Study as a Eeflective Tool to Improve Instructions and Students Learning. Saya melakukan penelitian pada self-study atau pembelajaran mandiri dengan latar belakang pandemi Covid-19,” ujarnya.
Salah satunya, lanjutnya, adalah pengalaman atau metode penelitian pada kelas yang harus digunakan pada masa pandemi, yang mana memaksa untuk segala aktivitas pembelajaran dilakukan secara
online.
“Pemerintah Australia sangat berhati-hati selama masa pandemi. Informasi terkait Covid-19 pun sudah sangat terstruktur dan terpusat, termasuk dari
pemerintah pusat, pemerintah negara bagian maupun pihak universitas. Sehingga seluruh kegiatan ataupun proses pembelajaran harus dilakukan secara online,” jelasnya.
Tantangan Daring di Australia
Menurutnya ada beberapa masalah yang dihadapi ketika pembelajaran online ini. Masalah pertama adalah tidak adanya atau kurangnya hubungan antara dosen dengan mahasiswa.
“Padahal hal yang paling utama atau prioritas ketika kita melakukan pengajaran adalah kepercayaan, koneksi antara pengajar dan mahasiswa. Dan itu hilang selama melakukan pembelajaran online,” ungkapnya.
Masalah kedua, sambungnya, yakni akses yang terbatas dalam menggunakan alat peraga.
“Pembelajaran luring atau tatap muka saya selalu menggunakan alat peraga, terlebih karena saya adalah dosen matematika. Menjadi sangat sulit mengajar tanpa adanya kebebasan dalam mengakses alat peraga,” terangnya.
Masalah selanjutnya yakni dalam mengatur kelompok. Dengan melakukan kelas secara online, hubungan antar mahasiswa yang diperlukan dalam kelas sehingga terbentuk komunitas belajar yang baik menjadi hilang.
“Sangat sulit bagi saya untuk membagi kelas dalam
kelompok dimana mahasiswa dapat bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dalam kelas,” ujarnya.
Masalah yang lainnya yakni terkait dengan waktu mahasiswa di depan layar ataupun screentime serta permasalahan teknologi lainnya.
Peluang Pembelajaran Daring
Selain tantangan, menurutnya, pandemi ini sebetulnya juga memunculkan peluang-peluang baru yang bisa jadi baik bagi dunia pendidikan ke depannya.
“Salah satunya adalah dengan menggunakan metode ataupun model pengajaran yang baru. Mahasiswa akan tau apa yang mereka hadapi di masa yang akan datang. Terlebih bagi mahasiswa pendidikan yang mana merupakan calon guru,” tegasnya.
“Kita punya peluang untuk memberi pandangan bagi mahasiswa bahwa inilah yang akan kita hadapi di masa depan. Dimana mungkin semua kegiatan sudah dilakukan dengan menggunakan teknologi,” tambahnya.
Selain itu, para dosen juga bisa sedikit keluar dari kebiasaan yang biasa mereka lakukan dalam proses belajar-mengajar.
“Mereka bisa menciptakan atau mengkreasikan model pembelajaran baru yang mungkin bisa diterapkan pada siswa. Serta memberi potensi bagi para dosen untuk mengeksplorasi kecanggihan teknologi masa kini yang bisa digunakan dalam proses pengajaran,” paparnya.
Self Study Pembelajaran Matematika
Dalam penelitiannya terkait self-study ini, Sitti mengambil contoh salah satu mata kuliah yang diampunya, yakni Teaching Mathematics for Understanding. Ini merupakan mata kuliah matrikulasi bagi para mahasiswa yang sudah memiliki gelar baik sarjana, magister maupun doktor di bidang matematika namun tidak memiliki latar belakang dalam bidang pendidikan atau pengajaran.
“Pada mata kuliah ini diharapkan agar para mahasiswa tersebut mampu memahami teori pengajaran dan pembelajaran, terbiasa dengan kurikulum
pengajaran di Australia terutama pada mata pelajaran matematika pada siswa sekolah dasar. Juga mampu memilih metode pengajaran yang baik dan dapat membantu anak untuk memahami matematika. Serta mampu mendesain, memberikan dan mengevaluasi proses pembelajaran,” urainya.
Dalam mata kuliah ini, Sitti telah menyediakan semua yang dibutuhkan oleh mahasiswanya. Baik itu modul pembelajaran, video penjelasan, jurnal yang dapat membantu mahasiswa, serta buku-buku referensi yang dirasa perlu.
Seluruh absensi, kuis dan evaluasi, serta presentasi mahasiswa telah terekam dalam sistem. Dengan menggunakan metode self-study, Sitti menganalisis apakah mahasiswanya sudah menggunakan semua yang telah ia siapkan.
“Sebelum pengajaran, saya melakukan perancangan yang cukup eksplisit. Saya juga melakukan refleksi setiap pertemuan, yakni meminta feedback secara berkelanjutan dari mahasiswa. Apa yang perlu saya perbaiki dan apa yang perlu saya pertahankan yang sudah bagus menurut mahasiswa. Kita harus terbuka,” jelasnya.
Tujuan Perbaiki Praktik Pengajaran
Hal ini, lanjutnya, karena tujuan dari metode self-study ini sendiri adalah untuk perbaikan. Untuk memperbaiki praktik pengajaran yang dilakukan di dalam kelas.
“Setelah saya cek, kira-kira pada pekan ke-6, hanya sekitar 50 persen mahasiswa melihat recorded lecture yang saya siapkan. Sehingga yang saya lakukan adalah berhenti mengunggah penjelasan saya. Namun saya menggantinya dengan off-screen time di
tengah-tengah pembelajaran kami,” ujarnya.
Di mana, lanjutnya, mahasiswa saya beri tugas yang bisa mereka cetak. Mereka harus mengerjakan tugas tersebut serta mengunggah atau melaporkannya dalam waktu 30 menit. Dan selama mengerjakan tugas tersebut mahasiswa bisa melakukan apapun yang mereka inginkan.
Dengan mengganti kegiatan dalam pembelajaran ini, menurutnya, dapat membantu dirinya untuk mengontrol mahasiswa agar tetap fokus pada pembelajaran. Selain itu, diakuinya menurut hasil pengamatannya, penggantian kegiatan seperti ini juga baik untuk mengembangkan kreatifitas mahasiswa.
“Hal tersebut terlihat dalam hasil penelitian saya yang
menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam memahami materi serta mengerjakan tugas yang diberikan meningkat dari yang sebelumnya turun pada pekan ke-6,” ungkapnya.
Modeling Penting dalam Pembelajaran
Pada kesimpulannya, Sitti mengatakan bahwa salah satu hal yang ia dapatkan dari menggunakan self-study adalah modeling sangatlah penting dalam pembelajaran.
“Jika dosen ingin mahasiswa mampu merancang lesson plan yang baik maka dosen harus memodelkan atau mendemonstrasikan kepada mahasiswa cara membuat lesson plan yang baik,” pesannya.
Jika dosen menginginkan mahasiswa nantinya akan melibatkan siswanya untuk berpikir secara matematis, maka dosen pun harus mencontohkan itu. Pun
ketika melakukan evaluasi dan refleksi, dosen juga harus mendemonstrasikan bagaimana untuk menjadi terbuka, apa kelemahan dan kekuatan mereka dalam kelas. Sehingga nantinya mereka mampu mengimplementasikan hal tersebut pada kelas mereka.
“Teaching is a never-ending job. Tidak pernah mudah bagi seorang pengajar, mau yang baru mengajar ataupun sudah bertahun-tahun mengajar. Maka kita harus selalu mengevaluasi cara mengajar kita, apa sudah baik atau perlu dibenahi. Menggunakan
self-study ini terbukti cukup membantu sebagai alat refleksi dalam meningkatkan instruksi maupun pembelajaran dalam proses belajar mengajar,” tuturnya.
Self Study, cara mudah tingkatkan belajar siswa. (*)
Penulis Riska Widianita Batubara. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.