PWMU.CO – Sekolah yang maju harus membantu sekolah yang lemah. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah PWM Jatim Dr M Saad Ibrahim MA.
Saad Ibrahim menyampaikannya pada pembukaan Muhammadiyah Education (ME) Award Special Edition 2020 yang digelar secara virtual oleh Majelis Dikdasmen PWM Jatim, Selasa (15/12/2020).
Menurut Saad Ibrahim acara seperti ini adalah bagian dari proses-proses untuk tidak saja meletakkan proyeksi ke depan tapi bahkan juga bagian dari langkah-langkah ketika proyeksi itu jauh dan jauh,
“Jika ini tidak kita letakkan atau kita proyeksikan, tentu saja lepas dari dasar-dasar terutama yang sering kita baca tentang fastabiqul khairat yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 148,” ujarnya.
Bukan Piala, tapi Ridha Allah
Dia mengawali dengan ayat ini untuk mengaitkan dengan ME Award 2020. Pertama tentang proses ini juga proses-proses perlombaan. Ada proses-proses istibak.
“Tetapi jangan lupa bahwa sekalipun kita meletakkan proyeksi yang paling dekat dengan kita bersifat materi, kalian para peserta akan mendapatkan piala dan sebagainya, tapi dibalik yang material itu ada arah yang jelas yang bersifat teologis. Semua dimaksudkan adalah untuk mendapatkan ridha Allah,” ungkapnya.
“Dari wajah kalian, arah tindak kalian, cara berpikir kalian itu semuanya harus menuju kepada Allah. Maka bagaimana kemudian proses itu dengan al-amal as- shalihah, dengan perbuatan-perbuatan yang sholih,” tambahnya.
Al-khairaat dalam fastabiqul khairat, lanjutnya, bisa bermakna kualitatif dan bisa kuantitatif. Kalau bermakna kualitatif seperti terjadi pada perlombaan ini. Masing-masing yang dilombakan adalah satu, kuantitasnya satu, tetapi nanti kemudian capaian-capaian itu bertingkat-tingkat. Capaian-capaian itulah yang kemudian kita bicara mengenai kualitatif.
“Tetapi juga al-khairat bisa dimaknai kebaikan-kebaikan yang bersifat kuantitatif. Maknanya kita saling berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan A, yang lain kemudian berbuat untuk kebaikan B dan yang lain berbuat kebaikan C. Dan akhirnya ketika semua sampai pada kualitas tertinggi dari masing-masing kuantitas itu maka ada perpaduan antara kualitatif dan kuantitatif,” paparnya.
Bersaing Nasional dan Global
Dalam kaitan ME Award, ujarnya, maknanya tentu semakin ke depan semakin penting kita membuat varian-varian yang lebih banyak mengenai yang dilombakan. Bersamaan dengan itu setiap bagian-bagian itu harus setiap tahun memberikan hasil kuantitatif yakni kualitas yang lebih baik dan lebih baik.
“Dalam konteks itu ukurannya kalau kita mengikuti ME Award maka kemudian dibawa ke lingkungan keluar. Pertama yang bersifat lokal seperti Provinsi Jatim, kemudian dibawa ke tingkat nasional dan kemudian dibawa ke tingkat global,” pesannya.
Menurutnya garis seperti inilah yang didapatkan, etos atau bahkan semangat atau arah dari ayat tersebut meskipun secara spesifik berbicara mengenai sholat. Haruslah kemudian selalu melahirkan dan melahirkan yang terbaik.
“Insyaallah kalau paradigma teologis ini telah kita miliki sebagai virus need of achievement, dan itu dibalut bahkan diberikan ruh dengan ruh teologis, yang dituju adalah ridha Allah, maka kemudian kebaikan yang kita dapatkan, prestasi yang ditorehkan, itu akan punya makna bagi kebaikan umat di dunia,” jelasnya.
“Kita berharap seluruhnya menghantarkan kita semakin dekat dengan ridha Allah, pada maghfiroh dan surga-nya. Maka dimensi seperti inilah yang harus terus-menerus kita tempuh,” imbuhnya.
Jangan Lupa Ego Komunal
Pendidikan yang menghasilkan capaian-capaian atau prestasi-prestasi, tetapi kemudian prestasi itu tidak diberikan dasar-dasar yang kuat dimensi teologis, maka prestasi-prestasi itu hanya bersifat pajangan-pajangan,
“Itu hanya untuk kepentingan hari ini, bukan untuk hari-hari di belakangnya. Semoga arah yang kita tuju akhirnya mengantarkan kita pada ridha Allah. Selamat kepada seluruhnya dan apresiasi kepada jajaran PWM Jatim, Majelis Dikdasmen dan juga kepada seluruh sekolah sekolah kita,” tuturnya.
Di ajang ME Award, lanjutnya, ada perlombaan terus-menerus yang tidak dibatasi waktu. Hendaknya sekolah itu saling ke depan membangun ego sektoralnya setinggi-tingginya. Tetapi jangan lupa juga punya kewajiban utama yaitu membangun ego komunal.
“Kalau ada sekolah yang lemah maka sekolah-sekolah yang kuat kemudian harus berpartisipasi terhadap sekolah-sekolah yang lemah. Ini sejak lama saya bersifat menghimbau. Namun saya berpikir ke depan tidak lagi berupa imbauan, tetapi kita buatkan instruksi tertulis. Sehingga sekolah yang telah maju punya kewajiban untuk membawa sekolah yang lain untuk sama yaitu sama-sama mencapai kemajuan,” harapnya.
“Ini bagian dari fastabiqul khairat, terutama dalam konteks kualitatif. Maka melalui ini saya menyatakan bahwa kalau dengan himbauan itu kemudian masih belum efektif maka kita akan membuat instruksi,” tegasnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.