PWMU.CO – Visi-Misi Muhammadiyah dan Aisyiyah Abad Kedua disampaikan dalam Sekolah Ideologi Kader yang digelar Majelis Pembinaan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Lamongan, melalui Zoom Clouds Meeting. Sabtu (30/1/2021).
Materi tentang Visi-Misi Muhammadiyah dan Aisiyah Abad Kedua disampaikan oleh Ketua PDA Lamongan Summu Zanarofah. Ia mengupas visi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berlandaskan al-Quran, sunah, dan tajdid. Yakni melaksanakan dakwah amar makruf nahi mungkar di semua bidang sebagai upaya mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin, mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
“Misi Muhammadiyah mengukuhkan diri sebagai gerakan tajdid sebagai ruh persyarikatan. Berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan, komitmen NKRI yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dan wawasan kemanusiaan Islam sebagai rahmatan lil alamin,” jelasnya
Dia menjelaskan, visi Aisyiyah abad kedua berkaitan dengan berkembangnya Islam berkemajuan dalam kehidupan masyarakat khususnya lingkungan umat Islam di mana Aisyiyah berada.
Visi tersebut adalah berkembangnya gerakan pencerahan yang membawa proses pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan dalam kehidupan keumatan dan kebangsaan. Lalu berkembangnya perempuan berkemajuan di lingkungan ummat Islam dan bangsa Indonesia maupun ranah global sebagai insan pelaku perubahan menuju peradaban utama yang cerah dan mencerahkan.
Menurutnya, dengan visi itu, Aisyyah memiliki modal sosial yang terbentuk selama seabad silam. Modal sosial ditopang dengan amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.
“Sedangkan misi Aisyiyah abad kedua adalah lima gerakan yang perlu dilakukan oleh Aisyiyah. Kelima gerakan tersebut adalah gerakan yang berorentasi pada kesejahteraan, kemandirian dan kelestarian, advokasi dan perubahan sosial, kebijakan publik dan gerakan sosial, sosial baru yang bersifat multikultural dan terintregitas,” jelasnya.
Manhaj Muhammadiyah
Materi Manhaj Muhammadiyah disampaikan oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan H Shodikin. Dia menyampaikan manhaj gerakan Muhammadiyah dalam makna dan fungsi yang sesungguhnya menuju tercapainya tujuan Muhammadiyah.
“Yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan lebih luas lagi untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil`alamin di muka bumi ini,” ujarnya.
Dia menegaskan, pemikiran-pemikiran formal Muhammadiyah yang bersifat ideologis, khittah, dan langkah secara keseluruhan dimaksudkan untuk menjadi landasan atau fondasi.
“Ciri khas, pedoman, peneguhan, penguatan, arahan, dan bingkai gerakan menuju pencapaian tujuan Muhammadiyah,” jelasnya.
Secara umum, sambung dia, pemikiran-pemikiran formal dan mendasar yang dimiliki Muhammadiyah tersebut sangat memadai sebagai fondasi, pedoman, dan arah gerakan.
“Kendati ke depan perlu disistematisasi lebih menyatu dalam satu bangunan pemikiran yang utuh dan menyeluruh,” harapnya.
Kini, ujarnya, berpulang kepada seluruh warga lebih khusus para kader dan pimpinan persyarikatan di segenap struktur dan lini organisasi—termasuk amal usaha Muhammadiyah—untuk menjadikan manhaj Muhammadiyah sebagai pedoman.
Fikih Al-Maun
Selanjutnya materi Fikih Al-Maun, disampaikan oleh Wakil Ketua PDA Lamongan Diyana Mufidati. Dia menerangkan Fiqih Al-Maun dalam perspektif kebencanaan dilandasi tujuh hal.
Yaitu mengutamakan panggilan kemanusiaan, prioritas bantuan berdasarkan kebutuhan korban, bantuan berlandaskan kerelaan dan berharap ridho Allah SWT.
Tidak menyakiti perasaan si penerima, tetap menghormati budaya dan adat setempat, mendelegasikan penyalur bantuan yang amanah, dan tetap memperlakukan para korban bencana sebagai manusia yang bermartabat.
“Secara ideologis, Islam berkemajuan merupakan bentuk transformasi dari surat al-Maun untuk menghadirkan dakwah dan tajdid secara aktual dalam kehidupan keumatan kebangsaan dan kemanusiaan,” jelas Diyana Mufidati. (*)
Penulis Fathurrahim Syuhadi. Editor Mohammad Nurfatoni.