Syafaat yang Ini Bisa Menjadi Riba ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Syafaat yang Ini Bisa Menjadi Riba ini berangkat dari hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ شَفَعَ لِأَخِيهِ بِشَفَاعَةٍ فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً عَلَيْهَا فَقَبِلَهَا فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيمًا مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا. رواه أحمد و أبو داود
Dari Abu Umamah dari Nabi SAW, beliau bersabda: ‘Barangsiapa memohonkan (syafaat) untuk saudaranya dengan sebuah permohonan, kemudian saudaranya tersebut memberikan hadiah kepadanya lantaran permohonan tersebut lalu ia menerimanya, maka sungguh ia telah mendatangi salah satu pintu besar di antara pintu-pintu riba.’
Makna Syafaat
Syafaat, di antaranya, didefinisikan dengan waasitahtun liqadla il hajah. Yakni perantara untuk mendapatkan kebutuhan atau keinginan atau harapan.
Jadi syafaat merupakan bentuk pertolongan dari yang memiliki kemampuan untuk membantu atau menolong. Dalam hal ini dapat berupa untuk mencapai kebaikan atau kemaslahatannya atau untuk menolak bahaya atau kemudharatannya.
Setiap manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dengan kesadaran demikian semua manusia pasti akan membutuhkan berinterkasi yang baik kepada sesama. Hal ini disebabkan kemampuan masing-masing sangat terbatas, sehingga dibutuhkan sinergi agar secara bersama-sama dapat memperoleh apa yang menjadi harapan bersama.
Keikhlasan Memberi Pertolongan
Khusus masalah syafaat ini, sebagaimana dalam hadits di atas, adalah berkaitan dengan bantuan atau pertolongan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas kepada orang lain yang memintanya.
Kemudian setelah ada keberhasilan atau kesuksesan dari orang yang meminta pertolongan tersebut si penolong mendapat hadiah. Maka ketika ia mau menerima hadiah tersebut, diperumpamakan dengan telah membuka pintu riba. Dengan kata lain hal tersebut dilarang dan diharamkan.
Memberikan pertolongan untuk mengantarkan seseorang dapat meraih kesuksesan atau untuk menghindari kerusakan atau kerugian adalah perbuatan yang baik. Maka seyogyanya hal itu dilandasi dengan keikhlasan tanpa berharap hadiah atau balasan. Semata-mata adalah berharap ridla Allah dan balasan yang terbaik adalah dari Allah SWT.
Sia-siakan Pahala
Dan indikasi dari hadits di atas, walaupun tidak mengharapkan tetapi saat diberi hadiah dan dia merimanya maka hal itu sudah dilarang. Tentu apalagi jika kemudian ditentukan tarip di awal sebelum seseorang itu melakukan konsultasi, hukumnya menjadi jelas.
Mengapa disamakan dengan riba? Hal ini disebabkan karena sama dengan menyia-nyiakan pahalanya sebagaimana riba mengubah dari kehalalannya.
Allah mengingatkan agar memberikan bantuan dengan yang baik-baik saja.
مَّن يَشۡفَعۡ شَفَٰعَةً حَسَنَةٗ يَكُن لَّهُۥ نَصِيبٞ مِّنۡهَاۖ وَمَن يَشۡفَعۡ شَفَٰعَةٗ سَيِّئَةٗ يَكُن لَّهُۥ كِفۡلٞ مِّنۡهَاۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ مُّقِيتٗا
“Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (an-Nisa’: 85)
Kriteria Syafaat
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang batasan seseorang penolong tidak boleh menerima hadiah. Di antaranya ada yang berpendapat yang dilarang itu adalah yang bersifat wajib jika tidak dibantu akan berbahaya. Maka membantu dalam hal demikian dilarang menerima hadiah, apalagi hal itu sangat mudah baginya untuk memberi pertolongannya.
Sedangkan yang bersifat mubah maka sebagian berpendapat boleh menerima hadiah itu, apalagi jika dalam hal pertolongannya itu membutuhkan curahan tenaga dan pikiran bahkan harta dari yang memberi pertolongan. Maka menerima hadiah dalam hal tidak masalah.
Dan lebih tegas lagi ada yang berpendapat baik pada persoalan wajib atau mubah maka tetap tidak boleh menerima hadiah, melihat keumuman dari teks hadits tersebut. Wallahu a’lam.
Asy Syafaatul Udhma
Asy-syafaatul udhma atau asy-syafaatul akbar adalah syafaat yang berasal dari Nabi SAW. Setiap hamba akan merasa tidak percaya diri terhadap kesempurnaan pahalanya, dan juga ketiadaan dosa-dosanya, maka harapan itu adalah disandarkan pada syafaat dari Rasulullah SAW di hari Kiamat.
Syafaat saat itu dibutuhkan setiap hamba mulai dari di dekatnya matahari di atas kepala, sampai ketika telah dimasukkan ke dalam neraka. Rasulullah SAW memiliki empati yang sangat luar biasa kepada umatnya, maka beliau terus berupaya memohon kepada Allah untuk diberi ijin memberi syafaat atau pertolongan kepada umat beliau, sehingga Allah mengizinkannya.
يَوۡمَئِذٖ لَّا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَٰنُ وَرَضِيَ لَهُۥ قَوۡلٗا
Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya. (Thaha: 109)
Orang musyrik hanya berangan-angan bahwa akan diberikan syafaat oleh yang dianggapnya mampu atau hebat sewaktu di dunia.
وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّئُونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata:
‘Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah’. Katakanlah: ‘Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?’ Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (Yunus: 18)
Urgensi Tolong-menolong
Urgensi tolong-menolong adalah saling memperkuat untuk istikamah di jalan kebenaran dan terhindar dari jalan yang sesat. Maka tolong-menolong tentunya harus dilandasi karena Allah semata, untuk kemaslahatan bersama demi izzul Islam wal Muslimin.
Sudah sepatutnya kaum Muslimin bersinergi dengan segala potensinya masing-masing berbuat yang terbaik demi agama ini.
..وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (al-Maidah: 2). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Syafaat yang Ini Bisa Menjadi Riba adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 24 Tahun XXV, 5 Maret 2021/21 Rajab 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik