PWMU.CO – Ternyata Iqro Pernah Diteliti Profesor Jepang, Mitsuo Nakamura. Hal itu terungkap dalam bukunya: Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin. Suara Muhammadiyah yang menerbitkan buku dengan sub judul Studi tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede sekitar 1910-2010 tersebut.
Iqro’ adalah metode cepat membaca al-Quran. Metode ini ditemukan oleh KH As’ad Humam. Metode yang lahir di awal tahun 1990-an ini sangat populer hingga sekarang dan bersanding dengan metode lainnya, yang lahir sebelum dan sesudahnya.
Seperti Al Barqy ciptaan ulama Muhammadiyah dari Jatim KH Muhadjir Sulton (alm). Ada juga metode Qiraati, Tilawati, Ummi, Tajdied, dan sebagainya. Metode-metode itu merupakan alternatif dari metode membaca huruf Hijaiyah bernama Baghdadiyah alias Turutan yang puluhan sebelumnya menjadi satu-satunya pedoman belajar membaca al-Quran.
Ada beberapa hal menarik yang ditulis Mitsuo Nakamura dalam buku terjemahan Edisi Revisi Ditambah Bagian Dua (2017) setebal 488 plus Ixvii (67) halaman itu.
Pertama, sesuai judul penelitian, metode Iqro’ ini berkaitan erat dengan Kotagede, Yogyakarta, yang memiliki ikon pohon beringin tua. Karena lahir di Kotagede—yang menjadi pusat gerakan Muhammadiyah—itulah Iqro’ menjadi bagian dari penelitian Prof Mitsuo Nakamura PhD.
Metode Iqra’ sangat terkait dengan Angkatan Muda Masjid dan Mushala (AMM) di Kotagede yang dibidani Pak As—begitu peneliti Jepang itu menyebut KH As’ad Humam—dan Jazir Asp.
Menurut Nakamura, AMM ini adalah dakwah dengan ‘pendekatan budaya’ setelah Jazir Asp—yang pada tahun 1970 adalah aktivis mahasiswa anti-Soeharto—ditangkap dan dipenjara beberapa tahun.
Pendekatan budaya diambil guna mewujudkan pembaruan atas dasar Islam dengan merawat kekuatan-kekuatan sosial daripada kembali melakukan serangan politik yang frontal.
Pada tahun 1983, Pak As dan timnya menggelar Tadarus AMM, berkerja sama dengan kolega-kolega muda, terutama mahasiswa, yang direkrut oleh Jazis Asp. Melalui jaringan organisasi-organisasi mahasiswa itu pula, sejumlah mahasiswi direkrut AMM menjadi guru mengaji al-Quran bagi anak-anak usia prasekolah.
Pendekatan budaya dengan gerakan pendidikan al-Quran oleh AMM ini menemukan momentumnya karena setahun sebelumnya, tahun 1982, Departemen Agama—kini Kementerian Agama—memulai kampanye untuk menciptakan generasi Qurani dan memberantas buta huruf dalam membaca dan menulis al-Quran.
“Jadi, suasana politik dan sosial yang dihadapi Tim Tadarus AMM pun menjadi menguntungkan,” tulis Nakamura.
Akhirnya pada tahun 1988, TK Al-Quran yang pertama dibuka di Kotagede dengan persetujuan resmi dai Kantor Wilayah Depag Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejak saat itu TK Al-Quran—mungkin maksudnya Taman Pendidikan Al Quran (TPA)—menyebar ke berbagai tempat di Yogyakarta dan juga tempat-tempat lain di Indonesia. Buklet-buklet teks Iqro’ yang ditulis Pak As mulai diterbitkan bersama-sama dengan kaset tape yang menyertainya dan didistribusikan dalam jumlah besar ke berbagai tempat di Indonesia.
Setelah itu metode Iqro’ menjadi terkenal tak hanya di Indonesia, tapi juga di Singapura, Malaysia, dan Brunei. Karena buku teks ini mempunyai hak cipta, tulis Nakamura, penjualannya secaranasional dan internasional membawa keuntungan besar bagi Tim Tadarus AMM.
Maka dibagunlah sebuah aula pertemuan untuk pengajian dan perkumpulan sosail di Selokraman. Namanya: Gedung Dakwah Al-Quran Team Tadarus AMM Yogyakarta.
Hubungan Iqro’ dengan Muhammadiyah?
Kedua, meskipun Iqro tergolong independen dan tidak punya hubungan organisatoris dengan Muhammadiyah, tapi dua pendirinya: Pak As dan Jazir Asp, adalah tokoh Muhammadiyah.
Pak As yang lahir pada tahun 1933 adalah generasi kedua keluarga Muhammadiyah, H Humam Siradj, seorang pebisnis sukses di Selokraman.
Pak As mengenyam pendidikan di SD Muhammadiyah Kleco dan kemudian ke Mu’alliminn serta SMP Negeri di Ngawi, Jawa Timur. Ia kembali ke Yogyakarta dan masuk Sekolah Guru Agama (SGA) Muhammadiyah.
Pada tahun 1963 ia terserang penyakit yang menyebabkan tulang punggungnya mengalami pengapuran sehinga dirawat di rumah sakit selama satu setengah tahun. Penyakit itu akhirnya membuat Pak As cacat seumur hidup.
Ia lalu berhenti dari pendidikan formal namun terus mendapat pelajaran dari banyak orang di sekitarnya, termasuk ayahnya seorang guru di SD Muhammadyah Kleco dan mubaligh ternama.
Pak As tidak hanya menimba ilmu agama dari kalangan Muhammadiyah, tetapi juga dari lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Ia pernah menghabiskan waktu selama dua tahun di Pesantren Al-Munawir, Krapyak, Yogyakarta, yang terkenal karena keunggulannya dalam pengajaran al-Quran.
Menurut Nakamura, Pak As aktif mengorganisasi pengajian anak-anak di Kotagede bersama anggota Muhammadiyah lainnya. Termasuk Jumanuddin, adik Pak As anggota aktif Muhammadiyah, yang bertugas melatih para mahasiswa menjadi guru-guru Iqro’.
Menurut Nakamura, generasi anak-anak kecil yang dulu belajar al-Quran dengan metode Iqro’, dan telah bertumbuh menjadi orang dewasa pada tahun 2000-an banyak yang aktif di Muhammadiyah, induk getakan AMM. Meski banyak pula yang masuk ke lingkaran PKS (Partai Keadilan Sejahtera), dan beberapa di antaranya menyeberang ke NU.
Diakui oleh Nakamura, secara keseluruhan, gerakan TK al-Quran dengan metode Iqro’ mampu memperdalam proses Islamisasi di Indonesia. (*)
Penulis/Editor Mohamamd Nurfatoni