PWMU.CO– Sidang HRS (Habibi Rizieq Shihab) dan aktivis KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) secara virtual dinilai mengabaikan hak terdakwa mendapatkan keadilan dan transparansi.
Hal itu disampaikan Presidium KAMI Prof Dr Din Syamsuddin dalam rilisnya yang dikirim, Senin (22/3/2021). ”Ada rona ketidakadilan dalam persidangan kaum kritis terhadap penguasa ini,” kata Din.
HRS dibawa ke pengadilan dengan tuduhan banyak pasal. Sidang online pertama ini dituduh menyebar kebohongan soal hasil tes swab di RS Ummi Bogor. Sedangkan aktivis KAMI seperti Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana dituduh menyebarkan hasutan.
”Menyimak dan mencermati secara seksama proses persidangan Habib Rizieq Shihab dan ketiga aktivis KAMI, rasa keadilan saya terusik karena persidangan tersebut menampilkan rona ketakadilan,” ujar Din Syamsuddin yang pernah menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015.
Teror Fisik dan Mental
Menurut Din Syamsuddin, permintaan terdakwa untuk sidang berhadapan langsung dengan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum bukan secara online seperti diributkan beberapa hari ini, tentu lebih baik dari segi keterbukaan dan transparansi.
”Adalah hak yang harus diberikan baik oleh hakim maupun jaksa. Memaksa terdakwa untuk hadir secara online dari sel penahanannya dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi dan teror mental terhadap terdakwa,” tandas Din yang juga pernah menjabat Utusan Khusus Presiden untuk Perdamaian Dunia.
Dia mengingatkan para penegak hukum seperti jaksa, hakim, polisi tentang pertanggungjawaban di akhirat. ”Sebagai insan beragama para penegak hukum harus menyadari bahwa ada Hakim Yang Maha Tinggi dan Maha Adil, maka jangan bermain-main dengan penegakan hukum,” tandasnya.
Seperti diberitakan, sidang HRS di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ribut karena tim pengacara dan terdakwa walk out sebab permintaan agar HRS dihadirkan dalam ruang sidang ditolak hakim.
Sidang kedua makin rusuh karena HRS yang ditahan di ruang Bareskrim Polri dihadirkan dengan paksaan fisik agar hadir di ruang online. HRS merasa terhina dan dilanggar hak asasinya. Sementara di ruang sidang, sejumlah pengacara HRS ditolak masuk oleh polisi yang menjaga pintu gerbang. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto