Puasa Batin Versi Kejawen dan Al Ghazali oleh Dr H Syamsudin MAg, dosen UIN Sunan Ampel, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO– Dalam mistik Islam Kejawen, tradisi megengan merupakan ikhtiar spiritual guna meraih hasil maksimal dari puasa Ramadhan yang akan dijalani. Tradisi ini memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dengan megeng babahan howo songo.
Konsep kebatinan Jawa itu bisa dijelaskan sebagai pengendalian hawa nafsu yang keluar dari sembilan lubang manusia. Meliputi dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, satu mulut, satu lubang dubur dan lubang qubul (kemaluan).
Keberhasilan manusia mengendalikan hawa nafsunya bergantung pada kemampuannya menjaga kesucian sembilan lubang tersebut.
Pengamat Kejawen Simuh menjelaskan, orang Jawa dikenal percaya pada mistik. Mereka gemar melakukan puasa atau tapa yang berhubungan dengan anggota badan. Dijelaskan oleh Simuh, bahwa mata, tapanya mengurangi tidur, zakatnya tidak menginginkan sesuatu yang sudah dimiliki orang lain.
Telinga, tapanya mencegah hawa nafsu, zakatnya menghindari mendengar segala perbantahan. Hidung, tapanya mengurangi minum, zakatnya tidak suka mencela keburukan orang lain. Lisan, tapanya mengurangi makan, zakatnya menghindari menggunjing keburukan orang.
Aurat, tapanya menahan syahwat, zakatnya menghindari zina. Tangan, tapanya mencegah perbuatan mencuri dan kemungkaran lainnya, zakatnya lumuh mara tangan atau tidakmemukul orang lain.
Kaki, tapanya tidak untuk berjalan atau melangkah menuju keburukan, zakatnya suka berjalan untuk bertirakat. (Simuh, 1988: 344-345)
Dijelaskan juga, kesucian mata adalah melihat objek-objek yang diridhai Allah. Kesucian telinga adalah mendengar kalimat yang diridhai Allah. Kesucian mulut adalah bertutur kata dengan kalimat yang diridhai Allah.
Kesucian hidung adalah bernafas dalam ridha Allah. Kesucian dubur adalah mengeluarkan kotoran dan segala sesuatu yang tidak lagi diperlukan oleh tubuh. Kesucian lubang qubul adalah menyalurkan hasrat kemakhlukan melewati hubungan yang sah.
Keberhasilan mengendalikan babahan howo songo juga berdampak pada ketenangan panca indera. Sebaliknya, kegagalannya berdampak pada kegelisahan panjang oleh gejolak hawa nafsu. Itulah yang disebut puasa batin.
Puasa Tasawwuf
Paparan tentang megeng babahan howo songo dalam mistik Islam Kejawen sebenarnya tidak jauh beda atau ada kemiripan dengan ajaran tasawwuf. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan di antara keduanya. Seperti soal puasa batin itu.
Puasa batin menurut Al-Ghazali disebut di kitabnya Ihya Ulumuddin. Dia menerangkan tingkatan dalam berpuasa. Ia sebut adanya shaum al-umum, shaum al-khusus, dan shaum khususilkhusus.
Ketiganya bagaikan tingkatan tangga yang menarik orang-orang yang berpuasa untuk bisa mencapai tingkatan yang paling puncak, yaitu khususilkhusus.
Pertama, shaum al-umum adalah puasa orang awam atau orang kebanyakan. Yaitu menahan diri dari makan minum, dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Tingkatan puasa ini adalah tingkatan yang paling rendah. Karena hanya mampu menahan dari dari makan minum, dan hubungan intim. Belum mampu mencegah kemaksiatan seluruh anggota badannya.
Puasa model seperti ini dikuatirkan masuk dalam puasa yang dikritik oleh Rasulullah saw, sebagaimana sabdanya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Dari Abu Hurairah ra berkata Rasulullah ﷺ bersabda,”Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan perbuatan keji, maka Allah tidak butuh pada orang tersebut untuk meninggalkan makan dan minumnya.” (Shahihal-Bukhari: 1770)
ربَّ صائمٍ ليسَ لَه من صيامِه إلَّا الجوعُ وربَّ قائمٍ ليسَ لَه من قيامِه إلَّا السَّهرُ
Banyak orang puasa, namun puasanya yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali rasa lapar. Banyak orang yang shalat tahajud, namun tahajudnya tidak menghasilkan apa-apa kecuali sekadar bangun di tengah malam. (Shahih Ibnu Majah: 1380)
Puasa Khusus
Kedua, puasanya orang khusus. Yaitu puasa yang tidak semata-mata menahan diri dari makan dan minum serta syahwat, tetapi juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk kemaksiatan.
Puasa model ini sering disebut dengan shaum ash-shalihin atau puasanya orang-orang saleh. Al-Jurjawi menjelaskan, seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam puasa tingkat kedua ini kecuali setelah ia melewati enam hal sebagai prasayaratnya.
a. Menahan pandangan dari segala hal yang mengganggu kalbunya dari dzikir kepada Allah dan kehidupan akhirat. Dalam hadis qudsi yang diriwayatkan oleh al-Hakim, Nabi saw menyampaikan firman Tuhan:
إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، مَنْ تَرَكَهَا من مَخَافَتِي أَبْدَلْتُهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ
Sesungguhnya pandangan itu panah iblis yang beracun, barangsiapa yang memalingkannya karena takut kepadaKu, maka Aku akan menggantinya dengan iman, yang manisnya bersemayam dalam hatinya.
b. Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia. Semisal, kalimat keji dan munkar, dusta, mengumpat, dan ghibah. Sedapatnya tidak banyak bicara, tidak masuk dalam pergaulan ahli kebatilan, lebih banyak diam, dan menggunakan waktunya untuk berzikir kepada Allah serta membaca al-Quran.
Menjaga Pendengaran
c. Menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik. Dalam al-Quran Allah swt, menyandingkan orang yang suka mendengarkan kalimat-kalimat dusta dengan orang yang suka makan barang haram. Yaitu surat al-Maidah (5): 42. ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.”
Juga surat al-Maidah (5): 63. ”Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.”
d. Mencegah anggota tubuh dari perbuatan dosa. Di antaranya adalah tidak berbuka dengan makanan yang syubhat, apalagi yang haram.
e. Tidak berlebihan pada saat berbuka, sehingga perutnya penuh makanan. Mengingat salah satu hikmah puasa adalah tampil beda dengan binatang yang hidupnya hanya fokus untuk makan.
f. Hatinya senantiasa diliputi rasa cemas (khauf) dan harap (raja’) karena tidak diketahui apakah puasanya diterima atau tidak oleh Allah.
Puasa Khususilkhusus
Ketiga, puasanya orang yang paling khusus. Yaitu puasanya hati, dari kepentingan jangka pendek dan sesaat, serta pikiran-pikiran duniawi. Bahkan menahan diri segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah swt. Inilah puasa batin menurut tasawwuf.
Intinya, puasa model ini adalah puasanya orang-orang yang bisa melepaskan diri dari ikatan-ikatan selain Allah. Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi, shiddiqiin, dan muqarrabin.
Sebagaimana ia tulis dalam karya monumentalnya Ihya Ulumiddin.
إعلم أن الصوم ثلاث درجات صوم العموم وصوم الخصوص وصوم خصوص الخصوص: وأما صوم العموم فهو كف البطن والفرج عن قضاء الشهوة كما سبق تفصيله، وأما صوم الخصوص فهو كف السمع والبصر واللسان واليد والرجل وسائر الجوارح عن الآثام، وأما صوم خصوص الخصوص فصوم القلب عن الهضم الدنية والأفكار الدنيوية وكفه عما سوى الله عز وجل بالكلية ويحصل الفطر في هذا الصوم بالفكر فيما سوى الله عز وجل واليوم الآخر
Artinya, ketahuilah bahwa puasa ada tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus, dan puasa paling khusus. Yang dimaksud puasa umum ialah menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat, sebagaimana telah dirinci sebelumnya.
Puasa khusus ialah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari dosa. Sementara puasa paling khusus adalah menahan hati dari hasrat duniawi, dan pikiran-pikiran duniawi.
Juga menjaga hati dari segala ikatan selain Allah swt. Untuk puasa yang ketiga ini (shaumu khususilkhusus) dianggap gagal bila terlintas dalam hatinya pikiran selain Allah azza wa jalla dan hari akhir. (*)
Editor Sugeng Purwanto