Toko Melati Melawan Bisnis Online oleh Abu Nasir, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Toko Melati di Jl. Cemara, Bugul Lor Kecamatan Bugul Kidul Kota Pasuruan bukan sekadar jualan sembako. Ada cita-cita tinggi melambung di atasnya. Ingin membangun bisnis dan memberdayakan umat. Dengan modal kecil.
Toko ini berdiri tahun 2017. Modal awalnya urunan Rp 500 ribu. Patungan antara Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) dan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Pasuruan. Setelah itu terkumpul Rp 4,5 juta.
Dengan uang itu dibukalah Toko Melati. Melayani pasar warga Muhammadiyah sebagai konsumen utama. Kini omsetnya sudah mencapai Rp 50 juta. Alhamdulillah. Ini baru terbatas merebut pasar internal.
Ingin dikembangkan lagi melayani masyarakat lebih luas. Tapi butuh modal besar untuk melengkapi barang-barangnya seperti supermarket. Meski susah tetap patut bersyukur, toko ini sudah bertahan tiga tahun.
Jika dibandingkan dengan toko online seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee dan sejenisnya memang bukan tandingannya. Toko-toko online itu begitu mudah mendapat suntikan modal dari investor hingga triliunan. Dalam waktu singkat langsung melesat.
Toko online itu sudah masuk bisnis era Revolusi Industri 4.0 hingga 5.0. Mendunia. Barang-barangnya pun dari Cina. Bahkan dikirim langsung dari sana. Gratis ongkir. Karena itu bisa banting harga. Membuat toko-toko pracangan klepek-klepek nafasnya.
Derita Globalisasi
Inilah globalisasi. Yang dulu sering disebut dengan bangga. Sekarang pedagang kecil merasakan dampaknya. Mati pelan-pelan. Toko pracangan maupun kelontong sangat jauh dengan Revolusi Industri 4.0 yang era digital. Lha wong laporan keuangan saja masih ditulis di buku bergaris.
Bisnis digital di era teknologi informasi didasarkan enam pilar utama. Yaitu masyarakat digital, energi berkelanjutan, mobilitas cerdas, hidup sehat, keamanan sipil, dan teknologi di tempat kerja.
Era ini menimbulkan kegaduhan dan shock bagi orang yang gagap teknologi. Kini sedang dikolaborasikan kecanggihan konsep Society 5.0. Makin terasinglah pedagang pracangan.
Konsep Revolusi Industri 4.0 menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang segala sesuatunya berbasis data digital dan mengandalkan tenaga mesin alias robot.
Di Cina dan Jepang, menimbulkan masalah karena menyebabkan pengangguran. Penyerapan tenaga kerja berkurang padahal jumlah penduduknya yang berjibun butuh kerja. Di era ini manusia seperti kehilangan manusiawinya. Ikut-ikutan jadi robot.
Society 5.0
Anti tesis dari teknologi 4.0 adalah Model Bisnis 5.0 atau Hybrid Business Model. Temuan model bisnis yang bisa mengembalikan peran manusia.
Dikutip dari Cao.go.jp, Society 5.0 adalah revolusi industri yang dirumuskan oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada bulan Maret 2017 di pameran CeBIT, Hannover, Jerman untuk menangani segala permasalahan yang terjadi di Jepang. Kemudian diresmikan pada 21 Januari 2019.
Dasar pemikirannya, Jepang mengalami tantangan berkurangnya populasi yang membuat pekerja usia produktif berkurang. Jepang berusaha memperbaiki kondisi tersebut dengan menerapkan Society 5.0.
Angga Wibowo, Project Manager Moving Towards Society 5.0 mengatakan, pada dasarnya, Society 5.0 ini dibuat untuk melayani kebutuhan manusia. Supaya masyarakat bisa menikmati hidup dan merasa nyaman.
Sinergi manusia dan teknologi bisa terwujud agar masyarakat semakin sejahtera, terlayani secara mudah, tidak ribet dan cepat.
Rheinald Kasali menjadikan 5.0 sebagai industri yang memanjakan manusia dan Jack Ma meletakkan pelanggan sebagai komponen penting yang dilibatkan pertama kali dalam setiap pengambilan keputusan bisnis .
Namun begitu dalam dunia industri post modern segala hal yang berkaitan dengan bisnis wajib menggunakan data di dunia maya untuk melakukan inovasi produk dan memanfaatkan sosial media untuk melayani pelanggan.
Inti dalam narasi ini adalah terletak pada service, pelayanan yang menggabungkan pelaku usaha dan pelanggannya dalam situasi simbiosis mutualisme. Dalam perspektif ini sebenarnya ’pelanggan adalah raja’ tetap berlaku.
Target Bertahan
Society 5.0 tetap memperhitungkan dengan cermat produk dan kemasan. Produk tanpa kemasan yang bagus akan tidak maksimal. Kemasan tanpa produk yang baik akan sia-sia.
Di tengah dunia serba canggih itu, Toko Melati harus mampu menyisir inti dari dunia industri 4.0 dan 5.0. Tidak perlu menyelam karena akan tenggelam. Juga tidak perlu mendalami karena akan ketinggalan.
Kita tekuni saja bisnis dengan sebatas modal ini. Kita sisir saja hiruk-pikuk dunia asing itu dengan membidik intinya: produk bagus, harga murah, pelayanan sigap, mudah dan, cepat serta jemput dan antar pesanan.
Testimoni pelanggan bahwa Toko Melati barangnya bagus, harganya murah dan pelayanan cepat harus bisa dikapitalisasi menjadi promosi yang tepat dan efektif mengembangkan toko ini.
Editor Sugeng Purwanto