Nuzulul Quran Terjadi pada Hari Senin ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Nuzulul Quran Terjadi pada Hari Senin ini berangkat dari hadits berikut.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ. رواه مسلم
“Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, maka beliau pun menjawab: ‘Di hari itulah saya dilahirkan, dan pada hari itu pula, wahyu diturunkan atasku.””
Nuzulul Quran
Pertama kali al-Quran diturunkan kepada Rasulullah pada hari Senin, sebagaimana penjelasan hadits di atas. Yaitu bersamaan dengan hari kelahiran beliau. Saat itu usia beliau 40 tahun. Dan itulah yang menyebabkan beliau berpuasa pada hari itu, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas limpahan rahmat-Nya. Sekaligus memberikan keteladanan kepada umat beliau.
Apakah saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan? Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Ada yang berpendapat memang di bulan suci Ramadhan dan ada pula yang berpendapat di bulan Rabiul awal.
Dan yang disepakati adalah bahwa al-Quran diturunkan oleh Allah dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia secara utuh, hal ini terjadi pada bulan suci Ramadhan dan bertepatan dengan Lailatul Qadar, sebagimana banyak ayat yang menjelaskan.
Kemudian berangsur-angsur diturunkan memalui Malaikat Jibril selama 23 tahun semenjak beliau diutus menjadi Rasul sampai beliau wafat yaitu 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Diturunkan secara bertahap—baik berdasar sebab tertentu atau tidak—di tiga tempat yaitu Makkah al-Mukarramah, Madinah al-Munawwarah dan di Baitul Maqdis.
Awal Mula Diturunkannya Al-Quran
Awal mula diturunkannya al-Quran adalah sebagaimana dalam Riwayat Imam Muslim dalam kitab shahihnya.
“Telah menceritakan kepada kami Urwah bin az-Zubair bahwa Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, telah mengabarkan kepadanya bahwa, dia berkata, “Wahyu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang pertama kali terjadi adalah dalam bentuk mimpi yang benar dalam tidur beliau. Tidaklah beliau mendapati mimpi tersebut melainkan sebagaimana munculnya keheningan fajar subuh, kemudian beliau suka menyepi sendiri. Beliau biasanya menyepi di gua Hira’.”
Di sana beliau menghabiskan beberapa malam untuk beribadah kepada Allah sebelum kembali ke rumah. Untuk tujuan tersebut, beliau membawa sedikit perbekalan. (Setelah beberapa hari berada di sana) beliau pulang kepada Khadijah, mengambil perbekalan untuk beberapa malam. Keadaan ini terus berlarut, sehingga beliau dibawakan wahyu ketika beliau berada di gua Hira’.
Wahyu tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan berkata, ‘Bacalah wahai Muhammad! ‘ Beliau bersabda: “Aku tidak pandai membaca.” Rasulullah bersabda: “Lalu malaikat memegang dan memelukku erat-erat, ketika aku merasakan kepayahan ia pun melepasku.
Kemudian dia berkata, ‘Bacalah wahai Muhammad! ‘ Beliau bersabda: ‘Aku lalu menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca’. Beliau melanjutkan: ‘Jibril kemudian memegang dan memelukku erat-erat lagi, hingga ketika aku merasakan kepayahan ia pun melepasnya kembali.
Kemudian ia berkata, ‘Bacalah wahai Muhammad! ‘ Beliau bersabda: “Aku lalu menjawab: ‘Aku tidak pandai membaca.’ Beliau melanjutkan: ‘Jibril kembali memegang dan memelukku erat-erat, sehingga ketika aku merasakan kepayahan, ia pun melepaskanku. Kemudian dia membaca firman Allah:
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (al Alaq; 1-5)
Pulang ke Rumah dengan Rasa Takut
Setelah kejadian itu beliau pulang dalam keadaan ketakutan hingga menemui Khadijah, seraya beliau berkata: ‘Selimutilah aku! Selimutilah aku.’ Lalu Khadijah memberi beliau selimut hingga hilang rasa gementar dari diri beliau. Beliau kemudian bersabda kepada Khadijah: ‘Wahai Khadijah! Apakah yang telah terjadi kepadaku? ‘
Beliau pun menceritakan seluruh peristiwa yang telah terjadi. Beliau bersabda lagi: ‘Aku benar-benar khawatir pada diriku.’ Khadijah terus menghibur beliau dengan berkata, ‘Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah!
Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, menjamu tamu dan sentiasa membela faktor-faktor kebenaran.’
Menemui Waraqah
Khadijah beranjak seketika menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, sepupu Khadijah. Dia pernah menjadi Nashrani pada zaman Jahiliyah. Dia suka menulis dengan tulisan Arab dan cukup banyak menulis kitab Injil dalam tulisan Arab. Ketika itu dia telah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya, ‘Paman! (paman adalah panggilan yang biasa digunakan oleh bangsa Arab bagi sepupu dan sebagainya karena menghormati mereka atas dasar lebih tua).
Dengarlah cerita anak saudaramu ini.’ Waraqah bin Naufal berkata, ‘Wahai anak saudaraku! Apakah yang telah terjadi? ‘ maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan semua peristiwa yang beliau telah alami.
Mendengar peristiwa itu, Waraqah berkata, ‘Ini adalah an-Namus yang dahulu pernah diturunkan kepada Nabi Musa. Alangkah baik seandainya aku masih muda di saat-saat kamu dibangkitkan menjadi Nabi. Juga alangkah baik kiranya aku masih hidup di saat-saat kamu diusir oleh kaummu.’
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: ‘Apakah mereka akan mengusirku? ‘ Waraqah menjawab, “Ya, tidaklah setiap Nabi yang bangkit membawa tugas sepertimu, melainkan pasti akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup di zamanmu, niscaya aku akan tetap menolong dan membelamu’.” (HR Muslim)
Al-Quran GPS bagi Muslim
Setiap shalat kita selalu berdoa untuk diberikan hidayah atau petunjuk, sebagaimana yang kita baca dala surah al Fatihah. Dan Allah menjelaskan bahwa al-Quran itu diturunkan dalam rangka memberi petunjuk itu, dan itulah istilah sekarang adalah GPS (global positioning system) sebagai alat navigasi menuju alamat tertentu.
Akan tetapi GPS dunia seringkali dilewatkan jalan-jalan yang tidak semestinya, tetapi al Quran ibarat GPS memberikan jalan yang pastil urus (shirathal mustaqim).
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (al-Quran) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (al-An’am 153) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Nuzulul Quran Terjadi pada Hari Senin, Ini Fakta Menarik Lainnya ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 31 Tahun XXV, 30 April 2021/18 Ramadhan 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.