PWMU.CO – Islam Meluruskan Mitos-Mitos Seputar Gerhana. Mitos-mitos itu muncul karena nenek moyang kita menganut animisme dan dinamisme.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Situbondo Dr H Munawar saat khutbah shalat gerhana bulan di Masjid Al-Manar yang berada di Kompleks Perumahan Panji Permai Desa Mimbaan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Rabu (26/5/2021).
Mengawali khutbahnya Munawar mengajak semua jamaah untuk bersyukur kepada Allah karena sampai saat ini dapat menyaksikan fenomena alamiah yaitu gerhana bulan total.
Menurutnya pada zaman dahulu nenek moyang kita menganut keyakinan animisme dan dinamisme. Ketika terjadi gerhana baik gerhana bulan ataupun gerhana matahari maka yang dilakukan adalah memukul semua benda yang ada untuk dibangunkan.
“Dalam ajaran animisme semua benda itu mempunyai ruh dan memiliki kekuatan maka dibangunkanlah kekuatan itu. Mengapa? Karena sedang terjadi gerhana tersebut dan pada ajaran Hindu ada makhluk yang bernama Batharakala,” ujarnya.
Ibu Hamil di Kolong Tempat Tidur
Batharakala, ungkapnya merupakan makhluk raksasa yang memiliki kekuatan gaib. Karena memiliki kekuatan tersebut maka bulan atau matahari itu akan dimangsa sehingga cahayanya hilang. Agar tidak dimangsa maka semua makhluk yang ada ramadhan tahun ubih disuruh berteriak atau protes dan demo besar-besaran.
“Dan jika tidak mau melakukannya maka akan celaka. Jadi semuanya dipukul. Pohon dipukul, tembok dipukul, ada alat musik dibunyikan, alat-alat dapur yang terbuat dari alumunium pada umumnya juga bisa dipukul-pukul kecuali yang terbuat dari tanah,” jelasnya
Hati-hati, lanjutnya, ketika mempunyai anak hamil atau ibu hamil. Tidak boleh keluar rumah dan jika melanggar akan dimakan oleh Batharakala
“Dan itu juga tidak cukup berdiam diri di rumah. Bahkan ada yang menyerukan untuk bersembunyi dalam kolong tempat tidur. Dengan itu raksasa yang bernama Batharakala tidak bisa masuk,” kisahnya.
Saling Menghalangi Cahaya
Jadi sekarang, ujarnya, umat Islam sudah mengetahui dan sangat jelas ajarannya. Sesuai dengan hasil penelitian ilmiah yaitu penelitian astronomi (ilmu hisab).
Dalam surat Yunus ayat 5 Allah berfirman:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
“Artinya Dialah Allah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui,” sitirnya.
Matahari, bulan dan bintang-bintang serta semuanya, sambungnya, oleh Allah telah ditentukan jalurnya. Maka suatu saat mereka satu sama lainnya menghalangi cahayanya. Ketika terjadi saling menghalangi itu maka akan terjadi yang namanya gerhana, baik gerhana matahari ataupun gerhana bulan.
“Intinya kita sudah paham kenapa terjadi gerhana. Itu dikarenakan Allah yang mengatur. Diawali dengan penjelasan matahari, bulan dan lain-lain Allah yang menciptakan. Allah menciptakan gerhana dengan kebenaran dan bukan sesuatu yang tidak berguna,” urainya.
Gerhana Tidak Terkait Kelahiran atau Kematian
Bahkan pada masa Nabi telah terjadi selama 8 kali gerhana, yakni 3 kali gerhana matahari dan 5 kali gerhana bulan. Pernah ketika terjadi gerhana Nabi itu sedang menerima musibah dan Nabi sangat sedih dengan musibah tersebut.
“Maka orang-orang berkesimpulan semua makhluk termasuk matahari berduka karena telah meninggal putera laki-laki kesayangan Nabi yang namanya Ibrahim. Akan tetapi Nabi tetap melaksanakan dan mengajak untuk Sholat gerhana,” ungkapnya.
Kemudian selesainya sholat gerhana dalam khutbahnya Nabi bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah,” paparnya mengutip hadits riwayat Bukhari nomor 1044.
Dia menyatakan semuanya menyadari besarnya karunia Allah sehingga diberikan kesempatan untuk melaksanakan shalat gerhana. Dan langkah syukur kita adalah dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Tingkatkan ibadah dan amal saleh.
“Ibadah itu mendekatkan diri kepada Allah. Lebih-lebih saat ini kita berada di bulan Syawal atau pemutihan. Bukti bahwa bulan Ramadhan yang sudah kita lalui itu dapat meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah swt,” tuturnya. (*)
Penulis Pandu Anom Nayaka. Editor Sugiran.