Sains Bukan Sulapan oleh Agus Purwanto, Guru Besar ITS
PWMU.CO– Sebagai orang yang bergelut dalam sains dan pengajarannya serta bergelar formal doctor of science ditambah masuk dalam dakwah dengan materi sains, rasanya saya sudah sangat menyelami kadar sains masyarakat.
Guru sains harus bekerja lebih keras lagi dan lebih sabar lagi. Singkat cerita, aku sudah sangat paham masalah tersebut. Meskipun demikian, tetap saja kutemukan kejutan yang seolah aku belum tahu banyak tentang pengetahuan masyarakat tentang sains.
Rabu (26/5/2021) malam, saat gerhana aku kebagian tugas sebagai khatib. Sesuai kesepakatan, khutbah kubagi dua. Khutbah formal di mimbar setelah shalat khusuf yang kusampaikan cukup singkat. Setelah itu kuliah gerhana dengan media power point yang panjang lebar.
Kupaparkan posisi relatif matahari-bumi-bulan dan fase bulan yang teramati dari bumi. Gerhana bulan terjadi pada fase bulan fullmoon. Sedangkan gerhana matahari terjadi pada fase newmoon.
Posisi konjungsi yang disebut sebagai newmoon oleh astronom tetapi tidak serta merta diterima sebagai new month oleh umat Islam, kujelaskan dengan gambar yang menarik. Kutampilkan pula beberapa lingkaran yang mewakili area umbra dan panumbra serta bulan. Dari lingkaran ini kuuraikan bagaimana gerhana bulan total serta waktu awal dan waktu akhirnya.
Demikian pula gerhana bulan sebagian dan waktu awal dan akhirnya. Tentu juga gerhana panumbra yang oleh Majelis Tarjih dan Tajdid ditetapkan untuk tidak dilaksanakan shalat gerhana saat ada gerhana jenis ini.
Terakhir, kulengkapi dengan konsep yang masih berkembang di kalangan mufasir yakni bumi datar atau flat earth. Kujelaskan tahap demi tahap tentang posisi dan bentuk matahari agar di bumi terjadi siang dan malam.
Flat Earth
Setelah cukup, selanjutnya menempatkan bulan dan di mana pun kita menempatkan bulan di atas bumi datar kita tetap tidak dapat menjelaskan gerhana bulan. Artinya, flat earth tidak memadai atau tidak dapat menjelaskan fenomena gerhana bulan yang malam itu kita saksikan. Jamaah termasuk ibu-ibu tampak antusias serius nyimak serta excited.
Begitu selesai presentasi, beberapa orang langsung mendekat dan ngobrol santai beberapa hal yang sempat kusingung seperti sidang itsbat dan kalender global. Ada juga yang minta copy PPT materi.
Di antara semua ini, yang paling menarik adalah jamaah depan yang pertama mendekat dan bertanya kepada saya. Jamaah ini bertanya dengan ceria,”Ustadz, kalau begitu di Amerika sekarang terjadi gerhana matahari ya?”
Thiyeeeeeeeennnggggg …..kuaget aku …kuaget poll.
Hayo yo opo nek sampeyan sing jadi gurune … wis merasa menjelaskan dengan lugas, sederhana, full ilustrasi, pendengar nyimak dengan antusias sehingga kita sebagai guru merasa bahwa pesan tertangkap dengan baik …tibaknya ada pertanyaan seperti itu.
Begini. Seperti yang saya jelaskan tadi gerhana matahari itu terjadi jika posisi bulan itu berada di antara bumi dan matahari. Sehingga kalau pun memang terjadi gerhana matahari ya baru dua pekan lagi dari sekarang.
Sekarang ini posisinya adalah bumi di antara matahari dan bulan yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan, hanya gerhana bulan. Memang di Amerika saat ini siang hari berbeda dari kita yang saat ini malam. Artinya, wilayah Amerika tidak mengalami atau dilalui gerhana bulan sehingga umat Islam di sana tidak shalat khusuf seperti kita di Indonesia ini.
Singkat cerita guru sains harus lebih sabar lagi dan harus berkerja keras lagi mengajarkan sains kepada masyarakat. Jangan sampai putus asa dan tidak mengajarkannya. Ingat no science no future. Optimistis kita bisa. Memang sains bukan sulapan yang dengan mantra sim salabim semua terjadi seperti yang diinginkan pesulap .
Editor Sugeng Purwanto