PWMU.CO– Masjid Gedhe Padang Mahsyar tampak mencolok saat memasuki kampung Talangrejo Desa Gunungsari Kec. Bumiaji Kota Batu di deretan Gunung Panderman, Arjuno, dan Welirang.
Lokasinya lebih tinggi dari jalan. Seluruh konstruksi masjid terbuat dari kayu jati sehingga kontras dengan bangunan rumah di sekitarnya yang terbuat dari tembok.
Untuk masuk melewati pintu gerbang berundak dari bata merah dengan cungkup segitiga. Di cungkup itu ada logo Muhammadiyah. Sepintas gapura ini mirip gerbang candi dengan simbol Surya Majapahit.
Dari pintu gerbang menuju tempat wudhu di sebelah kiri masjid. Tempat wudhu juga dibangun dari bata merah dengan dinding berhias batu kali.
Masjid Gedhe Padang Mahsyar yang berbentuk joglo dan berhalaman luas ini dibangun oleh Nurbani Yusuf, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Gunungsari. Ini satu-satunya masjid kayu di kota ini.
”Dulu di tanah ini ada masjid yang dibangun tahun 1954. Juga ada rumah kakek saya,” kata Nurbani Yusuf saat ditemui Selasa (1/6/2021). ”Masjid dan rumah dibongkar lantas dibangun kembali masjid lebih besar untuk menampung jamaah shalat Jumat yang penuh,” sambungnya.
Habiskan 108 Kubik Kayu
Dibangun kembali mulai tahun 2015 dengan ukuran masjid 20 x 19 meter di atas tanah seluas 770 meter persegi. Pilar, dinding, dan lantai dari kayu jati. Di beberapa bagian diberi hiasan ukiran corak Jepara.
Atap joglonya ditopang oleh pilar soko guru empat buah setinggi 7 meter dari kayu gelondongan. ”Saya mendatangkan 108 kubik kayu jati dari Saradan, Madiun,” ujar Nurbani yang pernah menjadi Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Batu.
Dikerjakan dua tukang kayu dan ukir dari Jepara dibantu tiga tukang kayu dari Kota Batu. Ukiran motif bunga dihiaskan di pintu masuk, mihrab, ornamen dinding, dan pilar.
Untuk menyambung antar kayu dipakai patek bukan paku. Begitu juga engsel pintu dan jendela pakai sistem kayu. Selot kunci pintu memakai palang.
Tahun 2019 masjid selesai. Menghabiskan dana Rp 1,8 miliar. Bisa menampung 300 jamaah. Namanya berubah menjadi Masjid Gedhe Padang Mahsyar. Sebelumnya bernama Masjid Al-Hikmah.
”Nama Padang Mahsyar mengingatkan kehidupan sesudah kematian. Sebuah tempat berkumpul manusia di akhirat menunggu keputusan masuk surga atau neraka,” cerita Nurbani yang juga direktur Agropolitan TV Kota Batu.
Jamaah Masjid
Masjid ini satu-satunya di Desa Gunungsari. Untuk shalat rawatib dan shalat Jumat warga desa. Kegiatannya ada Taman Pendidikan Quran untuk anak-anak dan jamaah pengajian Padang Mahsyar untuk orang dewasa.
Pengajian Padang Mahsyar juga membangun padepokan di pinggir desa dekat sawah di atas tanah 2.000 meter persegi. ”Di situ jamaah bisa ngaji, ngopi, dan ngudut (merokok),” tuturnya sambil tertawa.
Selama berdakwah di Kota Batu, Nurbani menyampaikan perlunya pendekatan budaya masyarakat. Misalnya, masjid Muhammadiyah harus punya tanda yang mudah dikenali sebagai masjid. Dia membandingkan masjid yang memperdengarkan shalawat menjelang shalat ternyata itu efektif menunjukkan orang luar tahu bahwa di situ ada masjid.
Dia bercerita, di belakang masjidnya ini ada balai desa. Suatu hari Jumat ada rapat orang banyak di situ. Saat bubar mau shalat Jumat, mereka menuju masjid di desa sebelah yang terdengar shalawatannya.
”Mereka tidak tahu kalau dekat balai desa ada masjid karena sepi-sepi saja,” ujarnya dengan tawa. ”Baru waktu Ashar mereka mendengar ada adzan lalu datang shalat ke sini. Mereka pada omong, ternyata di sini ada masjid, gitu tadi cari masjid yang jauh.”
Nurbani juga berkisah saat awal pandemi Covid-19 masjid ini harus tutup mengikuti maklumat PP Muhammadiyah. Ternyata jamaahnya tetap shalat di masjid lain.
“Waktu berangkat shalat Jumat mereka menyapa saya, halo Nur, Jumatan dhisik, yo, sambil tertawa,” tuturnya. “Para jamaah bilang, mereka ini wong ndeso gak pernah ke mana-mana selain ke tegalan dan sawah mosok gak boleh berjamaah. Yang diisolasi itu semestinya yo wong kutho yang sering ke mana-mana.”
Bersyukur kondisi pandemi sudah longgar sehingga sekarang masjid dibuka dan bisa berjamaah lagi. Warga Desa Gunungsari adalah petani bunga. Sebagian lagi peternak sapi susu. Nurbani Yusuf menjadi ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Selama pandemi Covid-19 bisnis bunga hancur. Kebun-kebun bungapun telantar.
Pertahankan Masjid
Masalah lainnya dia minta takmir masjid Muhammadiyah tegas menjaga masjidnya. Jangan sampai diambil alih kelompok lain. ”Kalau ada kelompok lain menawarkan ustadznya untuk mengisi khutbah Jumat atau pengajian, lebih baik ditolak, karena itulah awal mula pintu masuk mendominasi lalu menguasai,” papar dia.
Kalau sudah telanjur dominan, kata dia, ketua takmir harus berani dan tegas mengganti dengan ustadz Muhammadiyah. Minta bantuan Majelis Tabligh untuk menjadwal khotib. ”Kalau mereka ngajak gegeran, kita harus berani menghadapi, kerahkan pendekar Tapak Suci,” tandas Nurbani yang juga pernah menjabat pimpinan MUI Kota Batu.
Jika mereka berdalih masjid adalah milik Allah, siapapun boleh memakainya, sambung dia, maka balaslah dengan logika yang sama bahwa istrimu itu juga milik Allah maka siapapun boleh memakainya.
”Saat dia marah-marah maka terangkan bahwa istri orang disahkan dengan ijab kabul dan surat nikah, maka masjid pun juga disahkan oleh sertifikat karena itu jangan asal main ambil padahal gak ikut membangun,” ujarnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto