Profesor Kehormatan untuk Apa? oleh Daniel Mohammad Rosyid, guru besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO– Jumat 11/6/2021 pekan ini Universitas Pertahanan akan menggelar orasi ilmiah pengukuhan Dr (HC) Megawati Soekarnoputri. Setelah memperoleh gelar akademik doktor kehormatan, kali ini Universitas Pertahanan memberikan jabatan fungsional kehormatan profesor bagi mantan presiden ini.
Saya tidak tahu persis alasan pemberian jabatan fungsional profesor kehormatan ini bagi Megawati yang sudah sangat sibuk menjabat berbagai jabatan di PDIP, BPIP dan lain-lain lembaga. Apakah berbagai jabatan itu tidak cukup terhormat?
Sementara itu entah di mana posisi Universitas Pertahanan dalam peta perankingan kampus oleh Times Higher Education Asia 2021 ini. Sepuluh kampus terbaik Indonesia ternyata di bawah kampus-kampus Malaysia yang dahulu pernah diganyang oleh Bung Karno, ayahnya sendiri.
Bahkan UI sebagai kampus terbaik di Republik ini hanya di posisi 190-an jauh di bawah Universiti Malaya di posisi 49. Ranking ini saja sebuah tamparan keras, jika bukan penghinaan atas UI.
Profesor adalah jabatan fungsional puncak yang lazim diperoleh oleh staf akademik karier yang mengajar, dan meneliti serta melakukan pengabdian masyarakat sesuai disiplin ilmu yang ditekuninya. Umumnya, seorang doktor baru mampu memperoleh tanggung jawab memikul jabatan fungsional guru besar setelah mengajar 10 tahun secara full-time dan melakukan publikasi pada jurnal-jurnal ilmiah bereputasi internasional.
Saya berkeyakinan bahwa manusia bisa belajar secara otodidak dan mencapai kompetensi setingkat doktor melalui sebuah proses yang disebut Rekognisi Pembelajaran Lampau.
Pengalaman menekuni satu bidang tertentu selama bertahun-tahun dengan penuh pengabdian bisa mengantarkan seseorang untuk diakui kompetensinya setingkat doktor sebagai gelar akademik tertinggi yang diberikan oleh universitas. Saya bertanya-tanya apakah cara yang sama bisa dilakukan untuk jabatan fungsional profesor.
Pada saat hampir semua produk, sejak pengetahuan, kapal selam, mobil, gadget dan vaksin masih diimpor dari luar dan mengikuti standar asing, terutama Cina, serta korporasi asing menguasai hampir semua sektor strategis Republik ini, apakah kita masih boleh disebut memiliki pertahanan, kedaulatan atau kemerdekaan?
Sebagai guru besar, saya termangu sekaligus malu atas jabatan yang saya pegang selama sepuluh tahun terakhir ini. Sementara itu para politikus di parlemen justru rajin memproduksi berbagai regulasi dan penafsirannya secara ugal-ugalan, bukan untuk kepentingan publik pemilihnya, tapi justru untuk kepentingan mereka sendiri dan korporasi yang membawa mereka ke Senayan.
Kepemimpinan di Masa Kritis
Kita cermati orasi ilmiah Bu Mega berjudul Kepemimpinan Strategis di Masa Kritis. Jelas bahwa Republik ini memang sedang memasuki kritis eksistensial. Setelah fondasi Republik ini diubah secara serampangan selama awal Reformasi, telah terjadi deformasi besar-besaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Republik ini nyaris ambruk menjadi semacam imperium Romawi di tangan Nero. Pancasila dalam Pembukaan UUD1945 sebagai dasar filosofi Republik telah diingkari oleh ideologi liberal kapitalistik yang mewarnai batang tubuh UUD 2002 yang berlaku saat ini.
Jika semua konstitusi adalah pernyataan jati diri sekaligus kemerdekan sebuah bangsa, maka perubahan arsitektur legal itu adalah pintu masuk sekaligus undangan bagi intervensi asing nekolimik. Ini justru kekhawatiran Bung Karno sendiri.
Dunia sedang menunggu kepemimpinan baru setelah Trump membawa AS lebih nasionalistik dan inward looking. Xi Jinping dengan One Belt One Road Initiative sedang membawa China untuk mengisi kekosongan kepemimpinan global ini.
Bung Karno dan para pendiri Republik telah memberi visi bahwa Indonesia adalah tanah air yang dijanjikan bagi bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Semoga Unhan, dan para guru besar di kampus-kampus Republik ini mau menjaga kehormatannya dengan tidak membiarkan Indonesia menjadi Palestina yang lain. Saya harap, orasi Prof Megawati Soekarnoputri di Unhan Jumat pekan ini memberi rumusan jalan keluar atas krisis esksistensial yang mengintai di tikungan. Jangan sampai Garuda takluk ditelan Naga atau diinjak Keledai atau Gajah.
Bandung, 7/6/202
Editor Sugeng Purwanto