Tetap Produktif tanpa Perlu Overdosis, opini Zaidan Aufi Romadhoni, penulis dari Lamongan, terkait mindset produktivitas di masa pandemi.
PWMU.CO –“Bagaimana cara kita untuk tetap dapat produktif semasa pandemi, Kak?”
Pertanyaan serupa seringkali kita jumpai pada tiap sesi tanya jawab webinar, yang satu tahun ini semakin gencar digalakan oleh berbagai organisasi pelajar maupun instansi pendidikan.
Slogan berisi ajakan untuk “Tetap Produktif di Masa Pandemi” melekat dalam tiap tema acara sebagai embel-embel pemikat antusiasme peserta. Hal tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Pandemi Covid-19 yang belum reda ini nyatanya telah melumpuhkan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu strategi untuk tetap dapat menjaga produktivitas di tengah lumpuhnya berbagai aspek kehidupan semasa pandemi.
Produktif di Masa Pandemi
Menurut KBBI, produktif artinya bersifat atau mampu menghasilkan (dalam jumlah besar, memberi hasil, manfaat, menguntungkan dan sebagainya). Dalam aspek ekonomi-sosial, produktif semasa pandemi disimbolkan sebagai usaha memperbesar peluang untuk memperoleh keuntungan atau uang dari hasil usaha atau bisnis meski terhalang oleh sekat pandemi.
Dalam dunia pendidikan, produktif semasa pandemi difilosofikan dengan bagaimana cara seorang untuk tetap dapat memperoleh, menebar, dan mengimplementasikan ilmu agar bermanfaat bagi diri sendiri maupun sekitar.
Begitupun dalam aspek-aspek lainnya, tentu memiliki berbagai makna tersendiri terkait dengan esensi produktivitas semasa pandemi, tergantung dengan tujuan dan ruang lingkup dari aspek yang dimaksud. Pada intinya, produktif semasa pandemi merupakan suatu usaha untuk tetap dapat ‘menghasilkan sesuatu’ di tengah kelumpuhan berbagai aspek yang diakibatkan oleh pandemi.
Semangat dan strategi untuk tetap dapat produktif semasa pandemi sangat harus dimiliki oleh masyarakat. Mengingat bahwasannya, banyak macam rupa adaptasi baru yang harus diterapkan dan jauh berbeda dengan kebiasaan lama sebelum pandemi melanda.
Namun, penerapan produktivitas yang tepat sesuai takaran, tentu jauh lebih penting dan utama ketimbang taklid buta mengikuti tren untuk selalu produktif. Seperti yang kita tahu, segala sesuatu yang tidak sesuai takaran, baik lebih maupun kurang, tidak baik untuk badan dan pikiran. Begitupun ketika kita overdosis slogan “Tetap produktif di Masa Pandemi”.
Tetap Produktif sesuai Takaran
Produktif dapat kita analogikan sebagai obat. Ketika kita mengonsumsi obat di atas dosis dan takaran yang telah ditentukan dokter, maka pasti akan berimbas buruk bagi kesehatan. Baik kesehatan mental maupun kesehatan fisik, yang mana dua hal tersebut saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain. Begitupun jika kita sedang sakit dan tidak mengkonsumsi obat sama sekali, maka pasti hasilnya akan lebih buruk.
Produktivitas setiap individu pun memiliki takaran dan porsi yang berbeda satu sama lain. Siapa yang dapat menentukan seberapa tinggi tingkatan produktivitas yang harus dicapai oleh tiap individu? Tentulah individu itu sendiri.
Mindset Produktif
Kita harus dapat memahami, seberapa kuat daya tahan tubuh untuk dapat bertahan manakala melakoni berbagai aktifitas produktif. Terkadang, menepi dan rehat sejenak dari hiruk pikuk produktivitas itu lebih penting ketimbang over-ambisius dalam memenuhi target produktivitas yang ingin dicapai.
Lelah yang tak diistirahatkan, umpamanya mesin yang siang malam dipacu untuk tetap bekerja tanpa henti. Apa akibatnya? Ia akan meledak. Dor!
Mindset keliru yang terlanjur tumbuh untuk menyamaratakan tingkatan produktif bagi tiap lapisan masyarakat wajib untuk diubah. Sudah waktunya memahami batasan diri. Apalagi ditambah dengan—kembali–membludaknya angka Covid-19 di Indonesia, yang jika kita korelasikan dengan ketidakmampuan diri untuk mengenali batasan produktif, besar kemungkinan akan menimbulkan lelah serta stres. Lalu, imun tubuh pun menurun, dan semakin rentan untuk tertular virus Covid-19. Naudzubillahmindzalik.
“Wah, kalau begitu, mending aku rebahan aja. Dari pada produktif, ntar malah sakit”
“Ya nggak gitu juga, Brambang!”
Intinya, lebih baik tidak berlebihan dalam melakoni sesuatu. Semoga kita semua senantiasa berada dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.
Sebagai epilog pada tulisan yang masih belepotan diksi ngawur ini, penulis sertakan secuil puisi yang semoga tidak ‘gagal nyastra’ di mata pembaca yang baik hati.
Puisi Sedang-Sedang Saja
Sedang-Sedang Saja
Maka berjanjilah malas dan rajin untuk bertemu di sebuah perjamuan penting.
Saking rajinnya,
H-min lima abad sebelum acara, rajin telah tiba di tempat perjamuan.
Berikut rombongannya, yang diberi nama “Laskar lekas”.
Saking malasnya,
H-plus lima abad sesudah acara, malas baru tiba di tempat perjamuan.
Berikut rombongannya, yang diberi nama “Laskar bentar”.
Untungnya, nasib masih baik hati.
Berpapasanlah mereka berdua di persimpangan yang kelak diberi nama “Sedang-sedang saja”.
Lamongan, 2021.
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.