PWMU.CO – Lepaskan Borgol Demokrasi, Buku Rizal Fadillah Dibedah para Tokoh. Peluncuran dan bedah buku itu digelar Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) bekerja sama dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Bangsa (KAMI) Jawa Barat, Sabtu (7/8/21) siang.
Membuka bedah buku siang itu, pemandu acara Radar Tribaskoro menyatakan tulisan M Rizal Fadillah sangat tajam dalam mengupas persoalan masyarakat hari ini. Dia menyatakan, buku ini merupakan himpunan tulisan Rizal secara kronologis. “Ini catatan harian kenegaraan. Himpunan peristiwa politik, kemanusiaan, ekonomi,” terangnya.
Radar menekankan, Rizal Fadhillah—advokat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat—menurutnya salah satu orang yang berani menulis. Padahal, menulis di era sekarang hal yang berbahaya. Sudah puluhan orang, karena tulisannya, ditahan pemerintah sekarang. Alasan hoax, fitnah, dan menyebabkan keonaran.
Inspirasi Hak Demokrasi Terborgol
Judul “Lepaskan Borgol Demokrasi” mencerminkan dasar pikiran penuangan artikel dalam buku tersebut. Rizal menyatakan, inspirasinya ada dalam salah satu artikel, yaitu peristiwa penangkapan atau penahanan tiga tokoh KAMI. Yaitu, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anthony Permana.
Mereka tampil di depan kepolisian berbaju oranye dan berborgol tangannya. Menurutnya, ini tindakan berlebihan. “Walaupun mungkin tuduhan yang adalah pelanggaran pidana, tapi semua orang tau ini kasus politik,” ujar anggota DPRD Jawa Barat itu.
Pemameran kondisi ketiga tokoh politik aktivis pejuang demokrasi dengan kondisi terborgol, kemudian sengaja dihinakan di depan publik, menurutnya adalah perilaku yang tidak beradab, primitif, dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Karena demokrasi terborgol oleh cara-cara ini, maka dia memilih bahasa “Lepaskan Borgol Demokrasi”. Presidium KAMI Jawa Barat itu menilai kejadian tersebut termasuk budaya politik yang buruk dan tidak kita inginkan.
Gambar sampulnya berupa tangan yang terborgol. Rizal menerangkan, itu tangan salah seorang tokoh ulama dan pejuang demokrasi yang juga dihinakan dalam posisi tangan terborgol. “Semua orang tahu ini tangan Habib Rizieq,” ujarnya.
Kata dia, ketiga tokoh KAMI Dan Habib Rizieq merepresentasikan perilaku rezim yang tidak baik terhadap orang-orang yang kritis, para aktivis. “Mereka diborgol hak berdemokrasinya,” sambung pria kelahiran Bandung, 12 Desember 1959 itu.
Musuh Terbesar Diri Sendiri
Buku setebal 258 halaman dan terdiri dari 100 artikel itu Rizal tulis selama 3 bulan, sejak 17 Oktober hingga 23 Januari 2021. Artikel pertama, mengenai musuh terbesar itu diri sendiri. Dia mengaitkan masalah Firaun saat berhadapan dengan Nabi Musa. “Nabi Musa itu bukan lawan Firaun, Firaun sedang melawan dirinya sendiri,” tegasnya.
Nabi Musa itu, sambungnya, hantu yang dibuat dan ditakuti oleh Fir’aun. Musa tidak punya senjata dan angkatan bersenjata, hanya sekadar memiliki tongkat. Tapi ketidakberdayaan itu berada di jalur yang benar dan mendapat pertolongan Allah, sehingga Fir’aun jatuh.
Begitu pula menurutnya yang terjadi pada masa rezim ini. Yang menimpa keempat tokoh tadi dan tokoh lainnya yang sedang dalam proses pengadilan atas kasus-kasus politik. Dia menekankan itu bukan lawan, melainkan ketakutan—seperti ketakutan Firaun—turun dari jabatan sebagai raja yang berkuasa dan merasa bisa menentukan segalanya.
“Dia takut dan karena ketakutannya itu dia harus membasmi, membungkam yang dia takuti, dan itu bayangannya sendiri,” ucapnya.
Artikel Terakhir: Korupsi Kekayaan
Dalam acara yang digelar via Zoom dan Youtube itu, dia juga membahas artikel terakhir berjudul Madam dan Pak Lurah Keluarlah. Konteksnya korupsi di masa pandemi.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu terilhami dari kasus korupsi tokoh politik dan Mensos Juliari Peter Batubara. “Alirannya ke mana-mana, ke madam dan ke ruang pak lurah,” terangnya sambil tertawa.
Melalui tulisan itu, dia ingin menyampaikan agar siapa pun madam dan pak lurah itu keluar. “Secara transparan membuktikan terlibat atau tidaknya dalam konteks korupsi ini,” jelasnya.
Rizal menyimpulkan, kalau artikel pertama menguak korupsi kekuasaan, maka artikel terakhirnya itu tentang korupsi kekayaan dan harta negara yang sudah habis dirampok, dengan cara yang tidak beradab, primitif, dan melanggar hak rakyat.
Artikel di tengah-tengahnya—98 artikel lainnya—bervariasi. Intinya, demokrasi terborgol dan tergeserkan menjadi ‘krasi-krasi’ lain, seperti otokrasi, oligarki, sentralnya istana.
Menurutnya, bisa juga menjadi mobokrasi, kekuasaan berada di tangan gerombolan premanisme dalam budaya, politik, dan ekonomi. Juga kleptokrasi, para maling yang berkuasa. Atau korporatokrasi, para pemilik modal yang menguasai negara.
Selain itu, kata dia, artikel di dalamnya juga menyiratkan perjuangan bangsa, masyarakat, dan rakyat untuk membebaskan negeri ini dari borgol demokrasi.
Hargai Nilai-Nilai Demokrasi
Terakhir, dia mengucap terima kasih kepada Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang juga hadir. Gatot memberikan kata pengantar dalam buku keenam Rizal tersebut. “Saya kira ini penghargaan yang sangat besar kepada nilai-nilai demokrasi,” ucapnya.
Selain itu, menurutnya, Gatot Nurmantyo juga mengantarkan dengan judul yang cukup bagus sekali: Menegakkan Benang Basah Demokrasi Indonesia. “Menunjukkan betapa sulitnya menegakkan demokrasi, tapi beliau concern terhadap perjuangan ini, terima kasih Pak Gatot!” tuturnya.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada para pembahas yang hadir pada forum itu. Yaitu, Prof Dr Rochmat Wahab, Rocky Gerung, Refly Harun, Edy Mulyadi, Hersubeno Arief KH Athian Ali, Letjen Purn Yayat Sudrajat, Mayjen Purn Deddy S Budiman, Prof Asep Yusup Warlan, dan Prof Atip Latifulhayat. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni