PWMU.CO – Tidak Yakin Borgol Demokrasi Bakal Lepas. Edy Mulyadi menyatakannya pada Peluncuran Buku HM Rizal Fadillah SH Lepaskan Borgol Demokrasi, Sabtu (7/8/21) siang.
Peluncuran daring itu digelar Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) bekerja sama dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Bangsa (KAMI) Jawa Barat. Selain Edy Mulyadi, Rocky Gerung dan banyak pengamat politik lainnya hadir sebagai pembahas.
Menurut Bang Edy—sapaan akrabnya—buku itu menarik karena seratus artikel di dalamnya menunjukkan tulisan khas Rizal Fadillah yang pendek-pendek. Dua-tiga halaman selesai. Bahasanya juga mengalir.
Bukti Memalukan
Edy berpendapat, secara substansi, buku dengan judul sama dengan salah satu artikelnya itu, juga menarik. Di mana yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan yang diucapkan Jokowi.
“Ketika pemimpin negara tertinggi di Indonesia Yang Mulia Ir H Jokowi mengatakan dalam awal pemerintahannya, dia orang yang demokratis, siap mendengarkan masukan dan kritikan. Bahkan belum lama ini, dia minta dikritik yang pedas,” ungkap wartawan senior itu.
Begitu juga dengan Menteri Sekretaris Negara Pramono Anung yang mengatakan pemerintahan membutuhkan kritik yang lebih keras lagi. Dalam pidatonya yang melegenda, Pramono Anung mengatakan, “Pemerintah saya kangen didemo. Demo itu perlu supaya pemerintah tahu. Supaya tidak keliru.”
Lalu pria kelahiran Jakarta, 8 Agustus 1966 itu sepakat dengan Refly Harun yang juga hadir dan menjadi pembahas sebelum dia. Ketika ada kader HMI yang bikin meme mau mengepung istana—kita tahu itu hanya hiperbola—tapi ternyata anak muda itu dari semalam tidak diketahui keberadaannya.
Ini menurutnya menunjukkan bagaimana meme anak BEM UI—bahwa Jokowi the King of Lip Service—semakin terbukti. Yang terjadi sama sekali tidak sejalan dengan ucapannya. Edy menilai ini memalukan.
Dianggap Ancaman Rezim
Edy memaparkan contoh lain yang menimpa seorang pemilik warung. Dia membuat poster diskon 50 persen kepada siapa saja, kecuali presiden. Akibatnya, polisi memanggil pemilik warung itu. Padahal, menurutnya itu hal yang remeh dan gimmick marketing saja.
“Katanya demokrasi? Demokrasi memberi ruang untuk memberikan pendapat,” sindir Edy.
Di berita yang dia baca, pemilik warung itu mengaku justru menghormati presiden. Karena kalau yang lain diskon 50 persen, untuk presiden dia beri diskon 100 persen, tidak membayar.
Oleh kekuasaan rezim ini yang memandang sesuatu selalu dari sudut pendekatan keamanan, lanjut Edy, spanduk semacam itu yang viral di media massa pun dianggap sebagai ancaman. “Sakit jiwa menurut saya kalau begitu. Apa harus begitu caranya?” ucapnya.
Konstitusional, Ada Peluang Hentikan Presiden
Edy menekankan, berbeda pendapat itu tidak haram. Bahkan, katanya, kalau benar-benar berdemokrasi, di pasal 7A UUD membuka peluang bahwa presiden dan wakil presiden bisa dihentikan di tengah masa jabatan. “Itu konstitusional!” tegas dia.
Dia menerangkan, boleh menghentikan presiden ketika dia dianggap mengkhianati negara, melanggar hukum, melakukan perbuatan tercela, dan korupsi. Masalahnya, dalam pasal berikutnya dibuat aturan yang berbelit sehingga secara mekanisme mustahil dilakukan.
Edy mengambil contoh jika presiden melakukan perbuatan tercela. Maka DPR yang bertindak mengusulkan kepada MPR untuk menggelar sidang istimewa.
“Tapi kalau DPR-nya dengan konstelasi seperti sekarang, bahkan sudah menjadi semacam ASN, bagaimana bisa menginisiasi ‘hak’ yang berpendapat presiden sudah melakukan perbuatan tercela?” tanya Edy.
Edy juga menceritakan Eggy Sudjana dan kawan-kawan dengan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) sudah mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat. Mereka menggugat presiden dan DPR karena menganggap presiden sudah melakukan perbuatan tercela. Yaitu melakukan berbagi macam kebohongan, dengan 66 janji tidak ditepati.
Tidak Yakin Lepas Borgol Demokrasi
Sekjen Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama itu mengaku tidak yakin bagaimana demokrasi yang seperti diminta Rizal Fadillah akan dilepas borgolnya. Edy lalu membagikan berita yang baru dia baca.
Berita itu berjudul Gara-Gara Tak Bertepuk Tangan pada Kim Jong-Un, Menteri Pertahanan Korea Dieksekusi Mati. Edy menyatakan tidak bermaksud menakut-nakuti dengan menceritakan berita itu.
“Kalau gejalanya seperti ini, berbicara tidak boleh, dikejar UU ITE yang sangat elastis, bukan mustahil suatu saat kita akan masuk situasi negara seperti ini,” ungkap Youtuber Bang Edy Channel dengan 163 ribu subscriber.
Harapan Rizal Fadillah untuk melepas borgol demokrasi menurutnya semakin jauh. Dia mengatakan, demokrasi tidak akan pernah tegak di negeri ini, sepanjang rezim ini masih berkuasa. Dia pun mengingatkan kalau menghentikan presiden itu boleh, tanpa disebut makar. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni