PWMU.CO – Pahami Kebijakan AKM. Fasilitator Dit .Penilaian Direktorat SMA Kemendikbud Dikti RI Anim Hadi Susanto MPd menyampaikannya dalam Webinar Nasional 2021 bertajuk “Sukses Menyongsong AKM yang Efektif dan Produktif”, Rabu (11/8/21) pagi.
Dalam webinar yang digelar Forum Silaturrahim Kepala Sekolah Muhammadiyah (Foskam) SD-MI Jatim itu hadir Ketua Majelis Dikdasmen PWM Jatim Dr Arbaiyah Yusuf MA dan Ketua Foskam SD-MI Jatim Muhammad Syaikhul Islam MHI. Selain itu, hadir pula Dr Endah Budi Rahaju MPd dari Pusat Studi Literasi Unesa.
Latar Belakang AKM
Dimoderatori Umi Sarofah MPd, Anim menyampaikan penandatangan asesmen internasional (Pisa) di Indonesia—terutama untuk siswa berusia 15 tahun—diambil secara acak. Tidak bisa disiapkan. “Sekian tahun kita ngikut ternyata memang hasilnya kurang memuaskan,” komentarnya.
Padahal, kata dia, selalu ada juara olimpiade Fisika dari Indonesia, selama delapan tahun berturut-turut. Begitu pula dengan olimpiade Kimia, empat tahun ini siswa Indonesia mampu menyabet medali emasnya. Artinya, tidak semua siswa Indonesia nilainya rendah.
Skor Pisa yang menunjukkan rata-rata, sehingga memang ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Salah satunya hal yang membuat skor siswa rendah adalah kemampuan literasi dan numerasinya. “Anak-anak kita kalu diberi soal panjang, harus membaca, rata-rata tingkat pemahamannya kurang,” ujarnya.
Dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia, dia mengungkap agak ribet kalau tidak ada alat untuk memetakan. Terutama SD yang tidak ada UN beberapa tahun terakhir. Maka, muncul kebijakan awal dengan istilah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Dalam wadah lebih luas, kemudian AKM termasuk bagian dari Asesmen Nasional (AN).
AN sebagai Sampel
Anim menyatakan, Asesmen Nasional 2021 berfungsi memetakan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang dasar dan menengah. Karena menekankan pada pemetaan mutu, maka tidak perlu mengetes semua anak. Cukup diambil sampel.
Untuk tingkat SD-MI, diambil 30 anak sebagai sampel AN, ditambah 5 anak cadangan. Ditentukan acak oleh aplikasi dapodik. SD dengan jumlah siswa 100 lebih, maka yang ikut hanya 30 siswa. Sedangkan jika jumlah siswanya kurang dari 30, maka semua ikut AN.
AN dilaksanakan pada waktu kurang dari setahun siswa lulus. Jadi untuk SD-MI siswa kelas V yang diberi sampel, untuk SMP siswa kelas VIII, dan untuk SMA siswa kelas XI. Hasil AN diharapkan tidak menambah beban siswa dan tidak digunakan untuk PPDB.
Hasilnya pun tidak akan dijadikan rapot, karena AN bukan evaluasi individu siswa. Jadi tidak ada penilaian secara individual. Artinya, antara siswa yang disampel dan tidak, memiliki kedudukan yang sama.
Hasil AN bisa menjadi follow up bagi sekolah. “Yang muncul berapa persen yang butuh intervensi, berapa persen yang mahir, seperti itu munculnya,” jelasnya.
Tiga Instrumen Asesmen Nasional 2021
Mutu pendidikan diukur menggunakan tiga instrumen. Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur literasi membaca dan numerasi sebagai hasil belajar kognitif.
Kedua, Survei Karakter yang mengukur sikap, kebiasaan, nilai-nilai (values) sebagai hasil belajar nonkognitif. Ketiga, Survei Lingkungan Belajar yang mengukur kualitas pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran.
Siswa mendapat ketiga survei itu, sedangkan guru dan kepala sekolah hanya mendapat survei lingkungan belajar. Maka, yang terukur nanti tidak sekadar hasil belajar kognitifnya, tapi juga sosial-ekonomi maupun karakteristik input dan proses pembelajaran.
Literasi Membaca dan Numerasi pada AKM
Apa yang diukur Asesmen Kompetensi Minimum? Literasi membaca dan numerasi. Literasi membaca yaitu kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu agar dapat berkontribusi secara produktif di masyarakat.
Anim meluruskan, tidak hanya sekadar membaca. Persoalannya, anak-anak masih susah membaca. “Orang tidak bisa memahami dan menganalisis kalau tidak terbiasa membaca. Pembaca yang baik bisa menganalisis,” ungkapnya.
Dia menceritakan, dulu pemerintah meminta anak-anak membaca buku di luar teks pelajaran selama 15 menit sebelum pelajaran. Bahkan sampai memberikan permen agar mau membaca. “Di Muhammadiyah mungkin bisa dibuatkan program sendiri bagaimana memantaunya, termasuk bagaimana guru juga melakukannya,” tutur dia.
Anim pun menerangkan yang diukur berikutnya, numerasi. yaitu kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan.
Misal, anak bisa menentukan diskon di toko A lebih tinggi dari toko sebelahnya. “Harus dikenalkan agar anak tidak terpedaya dengan kondisi saat ini,” tuturnya.
Mengapa Survei Karakter?
Yang membedakan dengan UN, ada survei karakter yang merujuk profil pelajar Pancasila. Keenam profil itu menjawab tantangan abad 21. Di antaranya, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergptong royong, dan berkebinekaan global.
Yang terpenting dan utama ditanamkan menurutnya adalah bagaimana beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. “Kita sebagian guru bisa dikatakan gagal kalau belum bisa mengarahkan ke ini,” tegasnya.
Tantangannya, menurut Anim, bagaimana menanamkan kolaborasi dan gotong-royong di masa pandemi ini. Agar individualisme bisa dihilangkan.
Karakter diukur karena pendidikan bertujuan mengembangkan potensi siswa secara utuh. Asesmen Nasional mendorong mengembangkan sikap, nilai, dan perilaku yang mendirikan pelajar Pancasila.
Survei Lingkungan Belajar
Anim menerangkan, survei lingkungan belajar tidak hanya diberikan kepada siswa, tapi juga ke guru dan kepala sekolah. Jika ada guru yang mengajar di dua sekolah, maka guru akan mengikuti 2 kali. Begitu pula bagi kepala sekolah.
“Seandainya kepala sekolah di Muhammadiyah 1 lalu plt di Muhammadiyah 2, ya sama, mengikuti dua survei lingkungan belajar,” jelasnya.
Hanya saja, kalau siswa mengerjakan survei dalam pengawasan, guru dan kepala sekolah tidak diawasi. Karena jika ada upaya modifikasi jawaban, kata Anim bisa diketahui sinkronitasnya dengan jawaban anak. Misal, guru mengatakan tidak ada bullying, ternyata menurut siswa ada.
“Hal-hal seperti itu yang nanti menjadi ukuran direktorat kementerian untuk mengetahui kondisi sekolah Bapak-Ibu,” ungkapnya.
Berikut yang diukur dari iklim belajar dan iklim satuan pendidikan. Pertama, iklim keamanan sekolah. Meliputi: keamanan dan well being siswa, sikap dan keyakinan guru, serta kebijakan dan program sekolah.
Kedua, iklim kebhinekaan sekolah. Meliputi: praktik multikultural di kelas, sikap dan keyakinan guru/kepsek, serta kebijakan dan program sekolah.
Ketiga, Indeks Sosial Ekonomi. Meliputi: pendidikan orang tua, profesi orang tua, dan fasiilitas belajar di rumah.
Keempat, kualitas pembelajaran. Meliputi: manajemen kelas, dukungan afektif, dan aktivasi kognitif.
Kelima, pengembangan guru. Meliputi refleksi dan perbaikan pembelajaran serta dukungan untuk refleksi guru.
AN 2021 Jadi Baseline
Anim menyampaikan, AN 2021 menjadi baseline (ukuran awal) kemampuan sebuah sekolah. Titik awal ini yang dipakai untuk menghitung keberhasilan di tahun 2022. “Ini tidak ada konsekuensi apapun terhadap siswa, guru, maupun sekolah,” ucapnya.
Sampelnya diambil acak berdasarkan tingkat sosial ekonomi di masing-masing sekolah. Di sosial ekonomi yang tinggi diambil 10, yang menengah 10, dan yang bawah 10 siswa. “Kita tidak perlu takut kalau ternyata data yang diambil Dapodik itu siswa yang kurang pintar,” tambahnya.
Evaluasi kinerja tidak hanya berdasarkan skor rerata, tapi juga perubahan skor atau tren dari satu tahun ke tahun berikutnya. Evaluasi ini dinilai adil karena memperhitungkan posisi awal yang beragam. Selain itu, orientasinya pada perbaikan. Bukan pada perbandingan antarsekolah.
Misal tahun 2021 di SD X 60 persen siswanya mahir, 38 persen cakap, sedangkan yang butuh intervensi sisanya. Maka bisa dikatakan SD tersebut ada baseline yang bagus. Mestinya, di tahun 2022 bisa lebih bagus.
AN dilaksanakan disesuaikan sekolah /madrasah dan dilaksanakan setiap tahun. Hasilnya dilaporkan pada setiap sekolah/madrasah dan pemda. Dengan begitu, kinerja sistem terpantau secara berkala dna hasilnya bisa digunakan evaluasi diri. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni