Milad K-15 Matan, Pertarungan Tiga Misi Dakwah oleh Ainur Rafiq Sophiaan, Pemimpin Redaksi Matan.
PWMU.CO– Agustus adalah bulan monumental bagi Matan, majalah yang diterbitkan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim sejak 2006 lalu. Kapan tanggal terbit pertama kalinya belum jelas. Masih membutuhkan riset entheng-enthengan.
Maklum, sejauh informasi yang saya terima saat itu tidak ada upacara launching. Tidak juga woro-woro secara tertulis kepada jaringan Persyarikatan. Hanya disampaikan melalui ceramah-ceramah para pimpinan.
Karena itu kalau mau ditelisik dengan pasti harus ada ”musyawarah mufakat” dulu. Apakah tanggal itu berdasarkan hasil notulensi Rapat Pimpinan PWM yang membahas rencana penerbitan majalah. Atau sejak dicetuskannya nama Matan dan disepakati para pemrakarsa. Atau sejak keluar dari percetakan. Sesuatu yang tidak mudah. Tapi boleh jadi ini perkara yang tidak penting alias buang-buang waktu!
Yang pasti edisi perdana Matan Agustus 2006 tampil dengan judul sampul depan Dilema Ciptakan Pendidikan Bermakna. Cocok sekali dengan core-business Muhammadiyah di bidang pendidikan.
Edisi kedua September 2006 langsung menohok dengan tulisan PKI dan gambar palu arit berwarna merah yang disilang hitam secara tidak beraturan. Ini juga sangat aktual dan strategis untuk mengingatkan warga Persayarikatan di akhir September bahwa ada sejarah penting pemberontakan G 30 S PKI yang menjadi trauma bangsa kita.
Saya sama sekali tidak terlibat dalam proses penerbitan pertama. Hanya mendengar kalau PWM mau menerbitkan majalah bulanan. Maklum, saya masih aktif sebagai wartawan harian berbahasa Inggris The Jakarta Post yang pergi-pulang Jakarta-Surabaya. Tapi saya beberapa kali nongkrong di kantor PWM yang masih berupa rumah biasa sejak Reformasi 1998. Apalagi pada 2004 ada Pilpres pertama kali pilihan langsung saya menjadi salah satu anggota tim media Amien Rais for President di Jatim.
Baru rencana terbitan keempat November 2006 saya diminta Nadjib Hamid (Pemimpin Perusahaan) dan Fatichuddin (Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab) ikut menjahit hasil diskusi terbatas tentang Gerakan Islam Kontemporer atau Gerakan Islam Transnasional, seperti HTI, Tarbiyah (Ikhwanul Muslimun versi Indonesia), dan Salafi. Perbincangan ilmiah dan sangat berkesan itu kemudian muncul dalam rubrik Fokus (kajian utama) dengan judul sampul Islam Kontemporer.
Semenjak itu saya diminta menjadi penulis tetap. Kadang menulis opini. Kemudian diminta mengisi rubrik Nasional dan Internasional (sekarang Dunia Islam). Untuk urusan peristiwa yang aktual (current issue) memang terasa agak sulit memilih dan memilahnya. Pasalnya, majalah bulanan sangat rentan basi kalau sekadar menulis apa yang tersurat. Harus dicari apa yang tersirat. The story behind the news. Cerita di balik berita. Maka untuk dua rubrik itu disiasati dengan model analisis berita (news analysis). Sampai di sini terbentur dengan sumber yang terbatas terutama berita-berita Dunia Islam yang masih didominasi pers Barat.
Disiplinkan Waktu Terbit
Majalah Matan terus terbit dengan segala dinamikanya di redaksi, produksi, dan distribusi. Sebagai majalah yang diterbitkan ormas Islam sudah tentu sarat dengan kepentingan dakwah. Terlebih lagi salah satu alasan penerbitan ini adalah mengisi kekosongan artikel keagamaan yang sebelumnya di kalangan warga Persyarikatan sangat akrab dengan majalah bulanan Al Muslimun. Majalah ini berafiliasi dengan Pesantren Persis Bangil Kabupaten Pasuruan. Tahun 2004 berhenti terbit karena masalah finansial.
Pengalaman mengelola Al Muslimun sebagai Redaktur Pelaksana (1986-2004) memang penuh tantangan. Salah satu kendala yang jamak ditemukan adalah tunggakan tagihan di agen atau distributor daerah. Bisa mencapai ratusan juta. Sehingga berpengaruh pada operasional rutin.
Beberapa kawan yang pernah mengelola majalah Islam ternyata punya cerita sama. Tapi sejatinya persoalan ini juga menjadi masalah umum dalam bisnis media cetak. Bedanya, majalah umum bermodal kuat, ada iklan dan subsidi silang dengan anak perusahaan lainnya. Majalah Islam pada umumnya bermodal cupret (kecil), tapi idealisme yang menggerakkan pengelola sangat kuat.
Dalam perjalanan waktu saya kemudian diminta menjadi Pemimpin Redaksi Matan sejak September 2018 menggantikan M. Kholid Asadullah yang terpilih menjadi Komisoner KPUD Kota Surabaya.
Beberapa pembenahan dilakukan bersama Pemimpin Umum Nadjib Hamid. Salah satu prioritasnya adalah mendisiplinkan terbit di awal bulan seperti tuntutan mayoritas pembaca. Alhamdulillah, dengan kerja keras para penulis tetap target terbit tercapai. Urusan perusahaan lantas dialihkan ke PT Daya Matahari Utama, perusahaan milik PWM Jatim, sehingga redaksi bisa fokus mengisi rubrikasi.
Qadarullah, Pemimpin Umum Nadjib Hamid wafat 9 April 2021. PWM kemudian menyerahkan kendali ke Pemimpin Umum baru Prof Biyanto. Berbagai agenda pengembangan terus dilakukan bersama Pemimpin Perusahaan Abdullah Smith. Paling baru adalah mulai ada platform digitalnya dengan alamat majalahmatan.com. Direncanakan, ke depan income-base majalah tak lagi dari pembaca, tapi dari pengiklan. Karena itu iklan dari dalam dan luar Muhammadiyah harus dikejar kencang.
Menghindari Ekstremitas
Sebagai majalah Persyarikatan yang mengusung moderasi (wasathiyah) dalam beragama sudah tentu tidak sederhana. Pertama, majalah tentu harus memuat informasi dan pandangan politik yang kritis konstruktif dan paham keagamaan yang tidak menjurus pada ekstremitas (ghuluw).
Kedua, sebagai majalah dakwah sudah pasti bobot ideologis sangat kuat. Ini tercermin dari tahun pertama Matan yang kerap mengusung tema-tema ideologis kekinian. Rupanya pembaca justru sangat menyukai tema-tema demikian.
Ketiga, di saat era informasi didominasi media sosial dengan segala dampak positif dan negatifnya seperti sekarang majalah harus bisa menjadi sumber rujukan standar yang lebih tepercaya karena proses perencanaan yang lebih matang. Majalah harus mampu menciptakan budaya literasi media yang kuat di tengah masyarakat, utamanya warga Persyarikatan. Sesuai dengan tagline majalah, Inspiratif dan Mencerdaskan.
Dalam persaingan informasi dan bisnis media dewasa ini ketiga aspek harus diperhatikan, yaitu idealisme, profesionalisme, dan komersialisme. Ketiganya harus berjalan sinergis dan harmonis. Jika tidak, keberlangsungannya akan tergerus zaman. Apalagi Matan menjadi flagship penerbitan PWM yang langsung dikontrol pimpinan.
Demikian juga pengembangan di bidang redaksi, produksi, dan distribusi harus senantiasa makin sempurna. Semoga milad ke-15 Matan ini membawa semangat baru dan berkah bagi penulis, pengelola, pengiklan, narasumber, dan last but least pembaca. Amin. (*)
Editor Sugeng Purwanto