PWMU.CO – Pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan Melanggar UU Sisdiknas. Selasa 31 Agustus 2021 menjadi hari terakhir bagi Abdul Mu’ti untuk melakukan rapat dengan koleganya di Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pasalnya, terhitung hari itu pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dipimpin Nadiem Anwar Makarim secara resmi membubarkan BSNP.
Lewat akun Twitter @Abe-Mukti, Ketua BSNP Prof Dr Abdul Mu’ti MEd mengguggah sebuah foto pimpinan dan anggota BSNP periode 2019-2023 yang mengikuti rapat secara virtual. Dalam foto yang diunggah pada 31 Agustus 2021 itu, tampak Abdul Mu’ti (Ketua), KH Z. Arifin Junaidi (Sekretaris) dan para anggota, di antaranya: Romo E. Baskoro Poedjinoegroho, Doni Koesoema A., Ali Saukah, Kiki Yuliati, Bambang Suryadi, Imam Tholkhah, Bambang Setiaji, Poncojari Wahyono, Waras Kamdi, Suyanto, Ki Saur Panjaitan XIII, dan Pdt Henriette T Hutabarat Lebang.
Terlihat juga beberapa staf sekretariat superti Mila Puspitasari, Retno Palupi, dan Ning Karningsih dan staf profesional BSNP di ataranya Imam Prihadiyoko dan Agus Agung Permana.
Abdul Mu’ti menggunggah foto pada Selasa itu dengan ciutan singat: “Rapat terakhir Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Terhitung 31 Agustus kegiatan BSNP berhenti karena telah dibubarkan oleh Pemerintah.” Kepada PWMU.CO Mu’ti menjelaskan agenda rapat tersebut. “Kami membahas program yang sedang berjalan dan kelanjutannya setelah (BSNP) dibubarkan,” ungkap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Mengutip laman resmi BSNP, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) merupakan lembaga mandiri, profesional, dan independen yang mengemban misi untuk mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi pelaksanaan standar nasional pendidikan. Standar yang dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional.
Keputusan pembubaran BSNP itu tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 yang diteken Nadiem pada 24 Agustus 2021. Mendikbudristek beranggapan bahwa standar nasional pendidikan merupakan bagian dari norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang perumusannya menjadi tugas dan fungsi Kemendikbudristek. Guna memastikan keberlanjutan keterlibatan publik dalam perumusan kebijakan terkait standar nasional pendidikan, Kemdikbudristek akan menyesuaikan tugas dan fungsi BSNP menjadi Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan.
Kritik Keras Pembubaran
Sehari setelah BSNP dibubarkan, Rabu (1/9/2021), Abdul Mu’ti memberi keterangan singkat kepada media. Menurutnya pembubaran itu bertentangan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Sebab, pada pasal 35 ayat 3 disebutkan, “Standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.” Sedangkan pada Penjelasan Pasal 35 ayat 3 dijelaskan, “Badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan bersifat mandiri pada tingkat nasional dan provinsi.”
Mu’ti mengatakan, Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 yang di dalamnya memuat pembubaran BSNP hanya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021:
Pasal 28 (1): “Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.”
“(Jadi) pembubaran BSNP melanggar UU 20/2003 bukan?” ujarnya bertanya retoris.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Dr Unifah juga bersuara keras atas keputusan pemerintah itu. Menurutnya pembubaran BSNP merupakan keputusan yang tergesa-gesa, tanpa kajian matang, dan jelas melanggar UU Sisdiknas. “BSNP sebagai lembaga mandiri, profesional, dan independen keberadaannya masih sangat dibutuhkan untuk mengawal agar pendidikan di Indonesia tidak kehilangan arah,” ujarnya seperti dikutip @JIBerkemajuan.
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra mengatakan, pembubaran BSNP yang beranggotakan wakil masyarakat itu mencerminkan kian menguatnya resentralisasi dan birokratisasi pendidikan nasional. “Dengan keterbatasan kapasitas pemerintah untuk benar-benar memajukan pendidikan nasional, pembubaran BSNP adalah blunder dan setback bagi pendidikan,” tulisanya dalam akun Twitter pribadinya @Prof_Ayumardi
Suara kritis atas pembubaran BSNP juga datang dari pengamat pendidikan Indra Charismiadji. Dia menegaskan pembubaran BSNP menunjukkan semua kebijakan pendidikan diambil tanpa kajian yang jelas. “Semuanya dianggap merdeka,” ujarnya seperti dikutip @JIBerkemajuan.
Reaksi DPR
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partal Amanat National (PAN) Prof Zainuddin Maliki mengatakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah badan independen diisi unsur masyarakat dari berbagai latar belakang. “Oleh karena itu pembubaran BSNP bertentangan dengan prinsip independensi, partisipatoris, dan kegotong-royongan dalam penyelenggaraan pendidikan,” ujarnya pada PWMU.CO Rabu (1/9/2021) pagi.
Menurutnya, mengganti fungsi BSNP dengan Dewan Pakar Nasional Pendidikan belum sejalan dengan amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dalam pasal 35 UU Sisdiknas pemerintah diberi amanat untuk mengembangkan standar nasional pendidikan serta melakukan pemantauan dan pelaporan. Sementara penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa badan pengembangan standar nasional pendidikan tersebut bersifat mandiri.
“Dewan Pakar Nasional Pendidikan itu sekadar memberi pertimbangan kepada Mendikbudristek mengenai standar nasional pendidikan, tentu tidak setara dengan BSNP yang mandiri,” ungkap legislator asal Dapil Jatim X Gresik Lamongan itu.
Dengan membubarkannya maka sekolah tidak akan lagi memiliki acuan standar kelulusan, pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, maupun pembiayaan pendidikan yang disusun oleh sebuah lembaga mandiri,” tambahnya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menegaskan, pembubaran BSNP menunjukkan Kemdikbudristek tengah melakukan penguatan dan pemusatan birokrasi pendidikan yang berdampak pada pelemahan partisipasi masyarakat. “Kamus gotong-royong dalam penyusunan, pemantauan dan pelaporan standar nasional pendidikan menjadi terasa dikesampingkan,” ungkapnya. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni